Catatan Perjalanan Cikajang Bagian 3: Perkebunan Waspada, Muhamad Musa, Lasminingrat

Oleh: Komunitas Aleut

Perkebunan Waspada

Lokasi terakhir yang kami kunjungi di wilayah Cikajang adalah Perkebunan Waspada yang didirikan oleh Karel Frederik Holle tahun 1865. Seperti sudah diceritakan sebelumnya, perkebunan terletak di atas sebuah kampung tua bernama Ciburuy, dan menempati lereng sebelah baratdaya Gunung Cikuray. Nama Waspada diartikan padan dengan istilah bellevue atau clear view. Nama yang sangat jelas maknanya bila kita sedang berada di lereng Gunung Cikuray. Pemandangan yang sangat jernih, sangat cantik.

Sebagian kondisi jalur jalan di Waspada. Pada bagian yang ekstrem tidak berhasil membuat foto, apalagi rekaman video, karena harus konsentrasi menghadapi jalanan. Foto: Komunitas Aleut.

Nama yang menjanjikan kecantikan pemandangan itu ternyata berbeda jauh dengan pengalaman menjalankan motor menempuh jalanan tanah yang sempit dan seringkali becek dengan jejak ban yang cukup dalam. Jalan ini benar-benar sempit, sehingga bila berpapasan dengan motor lain, maka salah satu harus berhenti untuk mengatur posisi agar keduanya bisa lewat. Jalanan yang benar-benar membutuhkan kewaspadaan tingkat tinggi. Salah kemudi, jurang di sebelah kiri taruhannya. Jarak pendek, kurang dari 6 km yang semula kami duga tidak akan terlalu berat, nyatanya benar-benar terbalik. Sekali-dua kelurusan jalan motor harus dibantu oleh kedua kaki. Langka sekali bertemu dengan badan jalan yang rata, dan bila bertemu, kami gunakan sebagai kesempatan sejenak untuk menghela nafas. Potongan jalan terakhir yang menyusuri lereng di atas jurang ini masih dinamai Jalan Waspada.

Yang cukup menarik perhatian kami di kawasan ini adalah sama sekali tidak ada jejak yang dapat menunjukkan bahwa kawasan ini dulu dipenuhi oleh tanaman teh yang menghampar membentuk sebuah punggungan gunung yang oleh van der Tuuk disebut without doubt the most beautiful spot in Java, consisting of a tea garden laid out by Mr. Holle. Berdasarkan surat-suratnya, sangat mungkin van der Tuuk telah mengunjungi dan menyaksikan pemandangan indah ini paling sedikit dua kali.

Singkat cerita kami tiba di Kampung Waspada yang ternyata cukup padat. Rumah-rumahnya kebanyakan berbahan kayu. Jalur jalanan di antara rumah-rumah cukup sempit dan kontur tanah naik turun cukup curam. Di sebuah rumah yang ada warung dan halaman cukup luas untuk memarkikan motor, kami berhenti. Ada beberapa ibu-ibu sedang ngobrol dan tampaknya mereka cukup amazed oleh kedatangan kami, mungkin terlihat seperti mahluk-mahluk planet yang muncul tiba-tiba dari balik pepohonan.

Kampung Waspada di lereng Gunung Cikuray. Foto: Komunitas Aleut.

Segera kami cairkan suasana dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan santai, apakah ini Kampung Waspada? Apakah di warung ada kopi dan pop mie? Dan seterusnya. Dalam sekejap sudah terjadi lalu lintas obrolan yang sebagian besar diisi oleh kebingungan ibu-ibu yang tidak tahu apa-apa tentang apa pun yang kami tanyakan.

Continue reading