Komunitas Aleut: Diajar Sejarah Sabari Leuleumpangan

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

DSCN5195

Mun seug dibandingkeun jeung kota-kota nu aya di basisir kayaning Jakarta, Cirebon, Semarang jeung Surabaya, Bandung mah kaasup kota nu kaitung anyar kěněh. Tapi angger wě sok sanajan kitu, ari nu ngaranna kota mah pasti miboga sejarah. Kiwari di Bandung aya sababaraha komunitas nu sok nalumtik ajěn inajěn sejarah Bandung ku cara nu leuwih popilěr. Salahsahijina nyaěta Komunitas Aleut.

Naon ari Komunitas Aleut těh? Kumaha kagiatanna? Baca lebih lanjut

Iklan

Kakarěn KAA 2015

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Tina runtuyan acara Konpěrěnsi Asia Afrika (satuluyna ditulis KAA), tanggal 24 April 2015 minangka puncakna acara. Dina prak-prakanna kaběh kepala nagara jeung para delegasina miěling KAA nu munggaran ku cara Historical Walk anu hartina leumpang bersejarah. Kajadian ěta nu kungsi dilakonan ku Prěsiden Soekarno jeung kepala nagara nu sějěnna, dimimitian ti Hotěl Savoy Homann nepika Gedung Merděka (baheula mah ngaranna Corcordia).

Nya dina acara ěta pisan sabenerna mah hajatna Bandung těh, dan ari konpěrěnsina mah diayakeunna di Jakarta tegesna di JCC (Jakarta Convěntion Centre). Tah saměměh puncakna acara, atuh daěk teu daěk Kota Bandung kudu dibebenah jeung digeugeulis. Kurang leuwih piduabulaneun deui kana tanggal 24, pagawě geus sarigep měměrěs trotoar, masang lampu, masang bangku, ngecět wangunan nu kuleuheu, jeung sajabana.

Ku kituna, sababaraha juru Kota Bandung těh jadi rada alus meueusan. Di saparat Jalan Asia Afrika atawa baheula mah ngaranna těh Jalan Raya Timur (de Groote Postwěg), bangku ngajajar dina trotoar. Aya ogě bola-bola batu nu diukir ku tulisan ngaran-ngaran nagara Asia jeung Afrika. Atuh lampu-lampu jang nyaangan jalan jeung jang hiasan gě teu katinggaleun. Lampu-lampu ěta dijieunna makě gaya klasik, nu luhurna aya maung jěngkě nu siga keur ngagaur. Baca lebih lanjut

#PojokKAA2015: Enam Alinea untuk Alina *)

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Alina sayang, apa kabar? Dari depan Rathkamp, sore ini aku ingin mengirimmu beberapa alinea. Kata, sebagaimana kau tahu, selalu lebih berhasil menarik minatku. Kini, di sini, di tepi Jalan Asia-Afrika yang tengah ramai oleh pengendara dan pejalan kaki, aku mencoba merekamnya dalam redup dan remang bahasa; untukmu. Aku sengaja tidak mengerat dan memotong beberapa gambar, untuk apa? Orang-orang sudah terlampau banyak mengantongi rupa; di depan Gedung Merdeka, tepi Jalan Cikapundung Timur, pinggir sungai yang keruh itu, sekitar monumen Dasasila Bandung, di depan kantor Harian Pikiran Rakyat, dan masih banyak lagi. Mereka mencoba mengawetkan semesta dirinya dalam dekapan yang mulia kamera. Tidak Alina, aku tidak mau mengirimmu keriuhan yang banal itu lewat gambar. Aku ingin mendekatimu dengan kata.

Selepas hujan sore ini, mentari masih malu-malu menampakan diri. Sementara orang-orang justru girang memenuhi ruas trotoar dan sebagian bahu jalan. Arus lalu-lintas tersendat, sesekali klakson bersahutan. Hotel Savoy Homann, de Vries, Visser, dan Gedung Merdeka mulai tersaput temaram. Beberapa saat lagi adzab maghrib akan berkumandang dari Masjid Agung. Menjelang sore dijemput malam, keramaian semakin riuh. Tua-muda, laki-laki perempuan, semuanya menyesaki trotoar yang sudah dipercantik. Baca lebih lanjut

#PojokKAA2015: Pupur dan Gincu buat Bandung – Pandangan Seorang Aleutian

Oleh: Vecco Suryahadi Saputro (@veccosuryahadi)

Siang itu, saya mendapat kabar bahwa telah terbit satu buku berjudul “Pupur & Gincu buat Bandung”. Buku tersebut mengangkat 50 tahun peringatan Konferensi Asia-Afrika. Penulis buku tersebut adalah Sudarsono Katam, penulis yang aktif menulis tentang Bandung.

Rangkaian foto dan tulisan KAA

Dalam buku tersebut, Sudarsono Katam menceritakan Konferensi Asia-Afrika dengan tulisan dan foto – foto. Tulisan yang tersaji pada buku padat dan kaya data. Foto – foto yang disajikan lengkap dengan keterangan. Walaupun demikian, buku ini lebih dihuni oleh foto dibanding tulisan.

Buku ini terbagi dalam dua periode waktu. Pada awal buku, saya mendapat cerita tentang Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Sedangkan bagian tengah hingga akhir, saya lebih menemukan cerita tentang persiapan dan peringatan Konferensi Asia-Afrika 2005. Baca lebih lanjut

#PojokKAA2015: Gedung Merdeka

Oleh: Mooibandoeng (@mooibandoeng)

Foto koleksi delcampe.net

Foto koleksi delcampe.net

Pada penutupan Konferensi Asia Afrika tanggal 24 April 1955, Presiden Sukarno memberikan nama baru bagi gedung Societeit Concordia, yaitu Gedung Merdeka. Sudah satu minggu sejak tanggal 18 April, Societeit Concordia dijadikan tempat konferensi negara-negara Asia-Afrika. Semangat menuju kemerdekaan bangsa-bangsa adalah hasil utama konferensi ini yang dituangkan dalam The Final Communique of the Asian-African Conference, salah satu isinya terkenal dengan sebutan Dasasila Bandung.

Societeit Concordia didirikan tahun 1895 oleh Asisten Residen Priangan, Pieter Sijthoff, sebagai wadah berkumpulnya orang-orang Eropa yang tinggal di Bandung dan sekitarnya saat itu, kebanyakan anggotanya dari golongan elite. Warga Eropa golongan ini sedikit banyak ikut membangun Bandung menjadi perkotaan yang modern untuk ukuran saat itu. Tidak hanya modern, tetapi juga cantik dan nyaman bagi para penghuninya. Tak heran Bandung pernah mendapat julukan sebagai kota bagi para pensiunan, de Stad der Gepensionneerden, tempat orang-orang hidup nyaman di hari tuanya. Baca lebih lanjut

#PojokKAA2015: Ajian Pawang Hujan Gagal, Gedung Merdeka Pun Bocor

Oleh: Arif Abdurahman (@yeaharip)

Sekitar Gedung Merdeka Saat Hujan Turun (Foto: Arya Vidya Utama)

Sekitar Gedung Merdeka Saat Hujan Turun (Foto: Arya Vidya Utama)

Beberapa hari menuju hari raya komemorasi 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika, hujan masih sering mengguyur Kota Bandung.  Kemungkinan besar hujan pun akan turun pada acara puncak peringatan KAA 2015 yang dihadiri para kepala negara dan delegasi negara Asia-Afrika. Tentunya ini dikhawatirkan dapat menghambat jalannya prosesi acara.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi klenik, pastinya menghadirkan sang pawang hujan untuk suksesnya sebuah hajatan jadi suatu keharusan. Dan usulan non ilmiah ini justru datang dari seorang Kapolda Jabar.

| Republika – Kapolda Jabar Usulkan Pawang Hujan dalam Peringatan KAA

Soal pawang hujan ini, ada sebuah cerita unik dari KAA 1955 silam yang saya temukan dari Bandung Connection-nya Ruslan Abdul Gani. Gara-gara hujan, atap Gedung Merdeka ada yang bocor saat perhelatan akbar ini berlangsung. Baca lebih lanjut

#InfoAleut: Ngaleut Seputaran Gedung Merdeka

 

IMG-20150418-WA0001

#InfoAleut Hari Minggu (19/04/2015) kita akan… “Ngaleut KAA”. Mari bersama-sama mencari tahu tentang keadaan terkini sekitar Gedung Merdeka dan Museum Asia-Afrika.

Seperti apa wajah baru lingkungan sekitar Gedung Merdeka? Bagaimana kondisi Sungai Ci Kapundung? Apa saja yang dilakukan warga di sekitaran Gedung Merdeka? Mari kita cari tahu bersama! 🙂

Tertarik untuk bergabung? Langsung saja kumpul di depan Kantor Pikiran Rakyat (Jl. Asia-Afrika no. 77) pukul 07.30 WIB. Jangan lupa bawa alat tulis, karena akan ada hal penting yang harus dicatat 😀

Nah, jangan lupa untuk konfirmasikan kehadiranmu ke nomor 0896-8095-4394. Cukup kirim SMS dengan format nama dan kesedian untuk ikut serta. Ingat, konfirmasi ini hukumnya WAJIB yah 🙂

BywSSCTCUAAIE_G

Untuk yang mau daftar keanggotaan, langsung aja di tempat kumpul kegiatan. Konfirmasikan kehadiranmu, hadir di tempat kumpul, lalu daftarkan keanggotaanmu dengan biaya iuran Rp 10.000,00. Voila! Kamu sudah terdaftar sebagai anggota Komunitas Aleut 😀

Sekian saja Info Aleut siang hari ini. Ayo datang dan ramaikan, karena tiada kesan tanpa kehadiranmu 🙂

#PojokKAA2015: Wajah Baru Kelakuan Lama

Oleh: Yudha Bani Alam (@yudhaskariot)

Kemeriahan menjelang Konferensi Asia-Afrika di Bandung sangat terasa bukan hanya karena Bandung sebagai tuan rumah dan tempat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika pertama pada tahun 1955. Kemeriahan ini ditandai dengan perombakan secara besar-besaran terhadap kawasan di sekitar Gedung Merdeka dan Museum Konferensi Asia-Afrika. Salah satunya adalah Jalan Cikapundung Timur yang dulunya merupakan jalan menuju Jalan Naripan.

Sekarang, jalan tersebut telah mempunyai wajah baru yang sangat berbeda dari sebelumnya, walaupun pembangunannya masih terus berjalan sampai sekarang. Jalan ini nantinya tidak lagi digunakan sebagai jalan raya namun sebagai jalan untuk pejalan kaki. Kendaraan roda dua atau empat dilarang melintas di jalan ini.

Suasana Malam di Jalan Cikapundung Timur

Suasana Malam di Jalan Cikapundung Timur

Wajah baru jalan ini tidak dibarengi dengan tingkah laku yang baru oleh masyarakat yang sedang menikmati suasana di kawasan ini. Ditemukan beberapa gelas-gelas dan botol-botol plastik bekas minuman serta teman-temannya tergeletak begitu saja ditinggalkan oleh para penikmatnya. Terlihat pedagang minuman, baik itu minuman kemasan maupun kopi seduh. Baca lebih lanjut

#PojokKAA2015: Alun-alun yang Mulai Ditinggalkan

Oleh: Arya Vidya Utama (@aryawasho)

Ada pemandangan unik saat saya main lagi ke Alun-alun Bandung sore hari ini. Alun-alun terlihat lebih sepi, tak lagi terlihat penuh sesak seperti 3 bulan yang lalu saat baru diresmikan. Awalnya saya kira ini hanya terjadi di hari kerja saja, namun setelah saya ngobrol dengan salah satu teman, hal ini juga terjadi di akhir pekan. Meskipun masih terlihat penuh di akhir pekan, namun keramaiannya tetap tak seperti yang dulu.

Alun-alun yang sepi di siang hari

Alun-alun yang sepi di siang hari

Sekarang keramaian bergeser ke sekitar Gedung Merdeka dan Museum Konferensi Asia-Afrika. Banyak orang yang berfoto-foto di sekitar kawasan ini setelah ruas Jl. Asia-Afrika punya wajah baru. Bangku duduk, lampu jalan baru, pot bunga, dan trotoar yang polanya yang baru menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi terhitung 15 April 2015 di sekitar kawasan ini sudah dipasang 109 bendera negara Asia-Afrika yang menambah daya tarik Gedung Merdeka dan Museum Konferensi Asia-Afrika Baca lebih lanjut

#PojokKAA2015: Suasana Baru di Asia-Afrika

Oleh: Arya Vidya Utama (@aryawasho)

Sampai dua seminggu yang lalu, pusat keramaian di tengah Kota Bandung terpusat di daerah Alun-alun. Saking kekiniannya untuk menginjakan kaki di Alun-alun, muncul sebuah anekdot seperti ini di Bandung:

“Di Bandung nuju usum naon, euy?

“Ayeuna mah nuju usum popotoan di Alun-alun”

Tak percaya? Cobalah ubek-ubek lini masa Twitter atau Instagram dalam 3 bulan terakhir. ratusan foto Alun-alun diunggah setiap harinya ke berbagai media sosial. Malas untuk mengeceknya? Maka percaya sajalah dengan apa yang saya tulis 🙂

De Vries kini bersinar terang

De Vries kini bersinar terang

Namun, semalam saya menemukan sebuah fenomena baru. Sejak perbaikan infrastruktur di Jl. Asia-Afrika hampir rampung, kini keramaian mulai bergeser ke arah timur Alun-alun. Tepatnya di sekitar Museum Konferensi Asia-Afrika.

Pemasangan kursi, perbaikan trotoar, dan penempatan pot bunga yang ditujukan untuk mempercantik Bandung menjelang perayaan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika, kini menjadi daya tarik tersendiri bagi warga Bandung. Banyak warga yang sengaja keluar malam untuk menikmati pemandangan baru di Jalan Asia-Afrika. Jalanan yang biasanya sepi dan cukup gelap di malam hari kini ramai dan terlihat terang.

Masih tak percaya juga? Cobalah datang ke sekitar Museum Konferensi Asia-Afrika malam ini, dan lihatlah apa yang saya foto secara langsung 🙂

Mereka yang duduk dan berfoto di dekat Jl. Cikapundung Timur

Mereka yang duduk dan berfoto di dekat Jl. Cikapundung Timur