#PojokKAA2015: Pupur dan Gincu buat Bandung – Pandangan Seorang Aleutian

Oleh: Vecco Suryahadi Saputro (@veccosuryahadi)

Siang itu, saya mendapat kabar bahwa telah terbit satu buku berjudul “Pupur & Gincu buat Bandung”. Buku tersebut mengangkat 50 tahun peringatan Konferensi Asia-Afrika. Penulis buku tersebut adalah Sudarsono Katam, penulis yang aktif menulis tentang Bandung.

Rangkaian foto dan tulisan KAA

Dalam buku tersebut, Sudarsono Katam menceritakan Konferensi Asia-Afrika dengan tulisan dan foto – foto. Tulisan yang tersaji pada buku padat dan kaya data. Foto – foto yang disajikan lengkap dengan keterangan. Walaupun demikian, buku ini lebih dihuni oleh foto dibanding tulisan.

Buku ini terbagi dalam dua periode waktu. Pada awal buku, saya mendapat cerita tentang Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Sedangkan bagian tengah hingga akhir, saya lebih menemukan cerita tentang persiapan dan peringatan Konferensi Asia-Afrika 2005.

Selain periode waktu, saya melihat buku ini terbagi dalam empat bagian penting. Bagian pertama berisi tentang Konferensi Asia-Afrika 1955. Bagian kedua berisi tentang persiapan peringatan 50 tahun Konferensi Asia-Afrika pada tahun 2005. Bagian ketiga berisi tentang jalan acara peringatan Konferensi Asia-Afrika 2005. Bagian keempat berisi tentang keadaan peninggalan peringatan Konferensi Asia-Afrika 2005.

Pop Art dalam kover buku

Menurut saya, ada hal yang menarik pada kover buku berjudul “Pupur dan Gincu buat Bandung”. Kover tersebut menampilkan empat gambar Gedung Merdeka dengan warna – warna yang tegas. Sehingga, siapapun yang melihat sekilas akan tertarik dengan kover buku ini.

Secara sekilas, saya berpendapat kalau gambar Gedung Merdeka pada kover buku ini beraliran Pop Art. Hal tersebut karena gambar tersebut berpadu dengan warna tegas yang merupakan salah satu ciri dari aliran Pop Art. Mungkin pendesain sengaja memakai Pop Art dalam desain kover untuk menarik pembeli.

Pupur dan Gincu di Wajah Bandung

Seperti kita ketahui pupur dan gincu adalah riasan yang dipakai oleh kebanyakan perempuan. Terkadang, perempuan memakai pupur dan gincu sebelum menerima tamu. Sayangnya, pupur dan gincu bersifat sementara.

Mungkin, sifat pupur dan gincu yang sementara menjadi alasan Sudarsono Katam dalam memilih judul buku ini. Pupur dan Gincu yang dimaksud dalam buku ini adalah riasan wajah Bandung saat Konferensi Asia-Afrika 2005. Riasan tersebut bersifat sementara dan tidak tahan lama.

Lalu hubungan buku ini dengan Bandung tahun 2015 apa? Tentunya rasa khawatir akan nasib riasan kota Bandung saat Konferensi Asia-Afrika 2015. Khawatir akan bernasib sama dengan riasan sebelumnya.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s