Momotoran Dewata Tembus Pangalengan

Penulis: Wikayatul Kamila

Aku jarang bepergian, dan tak pernah menggunakan motor untuk perjalanan yang cukup jauh. Momotoran dari Bandung ke Ciwidey adalah pengalaman pertamaku. Sebelum pergi, Teh Rani memberiku beberapa link tulisan catatan perjalanan berjudul Dewata, katanya kita akan ke sana. Aku membaca tulisan itu sambil mengemasi barang bawaan.

Sebelum berangkat Teh Rani memberiku pesan “Lamun cape atau cangkeul bebeja we nya,” begitu katanya. Kami tiba di Ciwidey sekitar pukul 7 malam, dan menginap di rumah A Eza. Begitu sampai, aku langsung memijat kakiku yang terasa pegal. Di sini kami merayakan tahun baru dengan acara bakar-bakar dan memasak tomyam, lalu setelahnya jalan-jalan ke Alun-alun Ciwidey yang dipadati pedagang dan pengunjung. Saat pergantian tahun, suasana ramai dan banyak kembang api dinyalakan.

Pagi hari di tahun baru, kami segera bersiap untuk berangkat momotoran ke Dewata. Menikmati suasana pagi di atas motor tidaklah buruk, aku menikmati pemandangan sekitar, namun keadaan pagi itu jangan ditanya seberapa dinginnya, tangan serta kaki rasanya seperti membeku.

Baca lebih lanjut
Iklan

Dewata Itu Fana, Solontongan Yang Abadi

Tiga puluh menit menuju pukul enam, telepon berdering nyaring. Dengan kepala berat hasil tiga jam beristirahat, kuperiksa teleponku dan kuangkat. Panggilan dari seorang teman yang sudah kutitipi pesan untuk minta dibangunkan. Tentu saja, aku tidak ingin melewatkan hari besar yang sudah kunantikan. Hari Sabtu pertama di bulan Maret 2018, aku akan menjalankan salah satu perjalanan akbar bersama Komunitas Aleut: Tur Momotoran Ke Perkebunan Teh Dewata.

Karena kondisi fisik yang dirasa kurang prima, aku pun membawa persiapan ekstra agar tidak menyulitkan kawan-kawan seperjalanan. Selain itu, memang tubuhku ini lebih rapuh dalam menghadapi cuaca dingin daripada cuaca panas. Mungkin kondisi bawaan geografis. Baca lebih lanjut

Sepanjang Jalan Dewa(ta)

Sepanjang jalan dewata 1

Hutan Gunung Tilu | © Komunitas Aleut

Oleh : Rulfhi Alimudin Pratama (@rulfhi_rama)

Pedati kerbau berjalan di jalanan tengah hutan Gunung Tilu. Roda besi pedati menggilas tajamnya bebatuan. Benturan roda besi dengan bebatuan menghasikan dentuman suara. Suara yang memecah kesunyian hutan Gunung Tilu. Pedati itu membawa teh hijau hasil dari perkebunan teh Dewata menuju Rancabolang. 17 Km harus ditempuh menembus lebatnya hutan Gunung Tilu melalui jalan berbatu. Hamparan batu tersebut sengaja dihampar sebagai pelapis perkuatan jalan. Jalan tersebut dikenal sebagai jalan makadam.

Mendengar jalan makadam sontak melambungkan ingatan saya kepada mata pelajaran konstruksi jalan. Salah satu mata pelajaran yang saya ikuti ketika menempuh Baca lebih lanjut

Catatan Perjalanan : Ngaleut Dewata 2

P_20180303_142237_PN

Perkebunan Teh | © Tegar Sukma A. Bestari

Oleh: Tegar Sukma A. Bestari (@teg_art)

Dikejauhan kabut mulai turun, perlahan menyelimuti perbukitan sebagai tanda hari sudah mulai sore. Hari itu, pukul 16.30 saya duduk ditemani kucing kampung berwarna abu-abu yang dekil dan tidak terurus namun cukup gemuk. Sebenarnya saya sedang menunggu satu-satunya penambal ban di kawasan ini. Di sini penambal ban adalah profesi sampingan sehingga saya harus menunggu sang tukang hingga waktu kerja usai.

Biasanya semua pekerja pulang pukul 16.00, namun khusus hari itu ada pekerjaan tambahan bagi penambal ban. Saya sabar saja menunggu, toh tidak ada pilihan lain karena untuk keluar dari kawasan kebun teh ini harus melewati 18km dengan jalan yang bisa merusak motor. Sambil sesekali melihat jam tangan saya memperhatikan Baca lebih lanjut

Dewata yang Membawa Luka, Tawa, dan Was-was

Imajinasi di Dewata

Petualangan Menuju Dewata | © Fan_fin

Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar)

“Kay, ban tukang kempes,” sahut Ervan setengah berteriak. Saya memperlambat laju motor. Kania, partner saya dalam Perjalanan Ngaleut Dewata jilid 2 ini, mengingatkan saya agar menepi jika menemukan tukang tambal ban. Saya mengangguk pertanda mengiyakan.

Hujan yang turun dari pagi membuat jalanan basah dan licin. Tak berapa lama, Kania menepuk pundak dan menyuruh saya untuk berhenti karena dia melihat tukang tambal ban. Entah sedang melamun atau justru terlalu serius berkendara, saya kaget dan menarik handle rem secara mendadak. Motor tersungkur, saya dan Kania meluncur. (Wah, kalimat terakhir berima nih) Hahaha… Baca lebih lanjut

Catatan Perjalanan: Akhirnya sampai Dewata!

Akhirnya sampai Dewata

Kawasan perkebunan teh Dewata

Oleh: Amanda Nafisyah (@nafisyamanda)

Pagi itu tanggal 3 Maret 2018 Komunitas Aleut mengadakan kembali kegiatan momotoran ke Perkebunan Teh Dewata. Ini kali kedua, setelah kali pertama kami tak berhasil menginjakan kaki di tanah Dewata karena beberapa alasan. Untuk momotoran Dewata kali ini aku yang sudah mendaftarkan diri dua hari sebelum hari H. Tepat pukul 05.05 WIB dering telpon membangunkanku. Ternyata itu telpon dari Rizka.

“Halo Riz, maaf aku baru bangun hahahaha”

“Iya Man, Nisa juga udah aku bangunin. Haha”

Padahal malam sebelumnya aku yang menyanggupi untuk membangunkan mereka berdua pukul 04.30 WIB. Tapi aku gagal. Ini semua gara-gara selimut! Setelah shalat dan persiapan ok, aku langsung pergi menuju rumah Tintin. Rumah kami yang terletak di Kopo, berada dalam jalur perjalanan rombongan dari Kedai Preanger ke Dewata Baca lebih lanjut

Dewata #2: Tentang Keindahan yang Tak Nampak

IMG-20180304-WA0164

Perjalanan Menuju Perkebunan Teh Dewata | © Komunitas Aleut

Oleh: Anisa Dwiyanti (@nisa.dy)

Jumat malam saya masih mikir-mikir untuk ikut ke Dewata. Sambil ngulet di kasur saya mempertimbangkan banyak hal sampai akhirnya memutuskan untuk pergi, itu pun (masih) sembari mengumbar alasan menyebalkan semacam: kalau nggak ikut berarti saya gagal bangun pagi. Ternyata keesokan harinya saya bisa bangun dengan mudah setelah dapat telepon dari Rizka. Tanpa ba bi bu saya mandi, packing, dan meluncur menuju Kedai Preanger. Saya sama sekali nggak menggerutu ketika dihadang Baca lebih lanjut

O, Dewata

Oleh : Arifin Surya Dwipa Irsyam (@suryadwipa)

Perhatian! Catatan ini ditulis dari sudut pandang Aleutian yang berhalangan ikut momotoran ke Perkebunan Teh Dewata. Sengaja ditulis agar penulis masih dapat tetap eksis walaupun tidak ikut serta. Selain itu, catatan singkat ini juga ditulis karena adanya dorongan hasrat yang tinggi untuk berbagi informasi mengenai Dewata dari aspek tertentu. Hatur nuhun.

Tak bisa kupungkiri bahwa dadaku dijejali rasa iri pagi itu. Saat teman-teman pergi bersama-sama menuju Perkebunan Teh Dewata yang terletak di Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Aku hanya bisa membatin, “Groet Uit Bandoeng1i”. Salam hangat dari Bandung untuk kalian di sana. Sesak sekali rasanya. Segenggam tar pekat seperti mencengkeram trakeaku dengan erat, sehingga sulit untuk bernafas. Ya.., hal ini memang sudah menjadi konsekuensiku karena kali ini tidak dapat bergabung bersama mereka untuk menjamahi kecantikan kawasan pegunungan di Bandung Selatan. Baca lebih lanjut

Dewata yang Masih Menjadi Misteri

Oleh: Aozora Dee (@aozora_dee)

Ngaleut Dewata. Bali? Sepertinya bukan. Ya memang bukan karena Dewata yang dimaksud di sini adalah nama sebuah perkebunan teh di daerah Gunung Tilu, Bandung, sekitar 30 km dari Ciwidey. Kebun seluas 600 ha ini merupakan pemasok bahan baku untuk brand Lipton dan brand lainnya di luar negeri. Keindahan tersembunyi yang harus dicapai dengan melewati jalanan yang sangat rusak. Itulah yang aku baca sekilas tentang Dewata dari berbagai sumber di internet.

Minggu, 30 April 2017 kami berangkat ke Dewata. Kedai Preanger di Jl. Solontongan yang menjadi titik kumpul keberangkatan sudah mulai dipenuhi teman-teman yang akan ikut ngaleut. Terlihat motor-motor sudah berbaris rapi di depan kedai. Motor-motor jarang dicuci bahkan jarang di-service tapi layak jalan dan tetap bisa diajak melewati medan apapun. Asli! Ini bukan ngebagus-bagusin motornya anak Aleut tapi jika kamu mau bukti, silahkan ikut gabung dan lihat sendiri penampakan asli motor mereka.

Rute awal adalah rute aman karena itu masih daerah perkotaan. Kedai – Batununggal – Mengger – Dayeuhkolot – Cisirung – Sayuran – Rancatungku bisa dilewati dengan baik. Begitu masuk ke Bandasari, perjalanan mulai memasuki tahap siaga satu. Jalanan sudah mulai menampakan permukaan kasarnya, kami mulai menemukan jalan berlubang dan genangannya. Terlebih jalan ini baru pertama kali kami lewati sehingga kami sedikit mengandalkan GPS.

Tiba di Leuweung Datar, maka dimulailah perjalanan yang sesunguhnya. Sudah tidak bisa diprediksi bagaimana bentuk jalannya selanjutnya. Leuweung Datar tak sedatar namanya. Dikiranya datar tapi ini malah kebalikannya. 20 motor yang ikut ngaleut harus melewati tanjakan ini. Masya allah… Baca lebih lanjut

Pengalaman Menarik Di Ngaleut Dewata

Oleh: Mey Saprida Yanti (@meysaprida)

Gelap, dingin, mencekam. Tidak pernah terpikir sebelumnya akan mengalami ketiga hal tersebut secara berbarengan, saat ngaleut ke Perkebunan Teh Dewata bersama Komunitas Aleut di penghujung April kemarin. Kalau pulangnya malam hari, saya sih sudah menduga, karena esok hari adalah May Day, libur di hari senin.

Sebelum mulai Ngaleut, beberapa teman sudah mempelajari peta. Rencananya kami akan melalui jalur yang tidak biasa. Belum ada teman yang pernah melaluinya, kecuali dari Buahbatu ke Cangkuang via Mengger.

Dewata, selain nama perkebunan the, juga merupakan nama Gunung. Kebun teh Dewata berada di sekitaran Gunung Tilu yang merupakan hutan konservasi, sehingga banyak hewan yang dilindungi di dalamnya.

Pukul 07.17 menjadi waktu kumpul kami. Sebetulnya diharapkan semua bisa datang lebih pagi karena beberapa jalur yang akan dipilih belum pernah dilewati sebelumnya. Kalau sampai pergi terlalu siang, dijamin semua pegiat akan pulang larut malam.

Kami memulai perjalanan sekitar pukul 08.00. Semua tampak bersemangat untuk memulai perjalanan. Ada beberapa teman baru yang bergabung, perjalanan didominasi oleh kaum hawa berhijab, membuat para lelaki semakin bersemangat untuk memulai perjalanan. Pengalaman baru telah menanti kami di sana, perjalanan yang kami lalui pasti menjadi perjalanan indah yang tidak terlupakan. Baca lebih lanjut