Oleh: Tim ADP 2024


BEBERAPA PELARANGAN DI BANDUNG
Ada sebuah berita menarik yang ditulis dan dimuat oleh sebuah koran Belanda, Deventer Daglad, tanggal 16 Oktober 1959. Judul beritanya, “Bandoeng (yang dulu Kota Cahaya) Kini Mati Suri” dan dilanjutkan dengan subjudul “Jitterbug dan Celana Jeans Dilarang.” Ternyata berita serupa ini dimuat juga dalam beberapa koran Belanda lainnya, di antaranya, Leeuwarder Courant edisi 17 Oktober 1959 atau Nieuwsblad van het Noorden edisi 31 Oktober 1959. Entah siapa yang menulis pertama kali, atau mungkin juga masing-masing koran itu memiliki korespondennya sendiri di Bandung seperti diakui oleh Nieuwsblad van het Noorden yang menyebutkan laporannya berasal dari seorang “korenponden khusus”, walaupun isinya sebenarnya sama saja dengan berita dalam Deventer Dagblad yang akan kami ceritakan di sini.
Lucu juga, ternyata pernah ada pelarangan-pelarangan semacam itu di Kota Bandung. Bukan Cuma jitterbug, sejenis tarian dengan musik jazz, yang dilarang, tapi juga rock n roll dan cha cha cha. Tegasnya, tidak boleh lagi ada dansa-dansi di nightclub setelah pukul sepuluh malam. Yang mengeluarkan aturan ini adalah pihak militer yang diwakili oleh Komandan Militer, Kolonel Kosasih, dan ternyata alasannya, “Tidak pantas bagi kita untuk menari dan bersenang-senang saat di luar batas kota tentara kita harus berjuang melawan para pemberontak Darul Islam yang fanatik.”
Berita ini juga menerangkan bahwa di masa lalunya, Bandung merupakan “Kota Cahaya-nya Indonesia”, para pengusaha perkebunan di Priangan atau Preangerplanters menyebutnya sebagai “Paris-nya Priangan.” Kota di pergunungan ini selalu cerah dan sejuk seperti musim semi di Paris, menjadi tujuan utama para pencari kesenangan di Pulau Jawa. Namun, semua keindahan itu sekarang berkemilau ketat, bahkan pada malam hari sudah menjadi kota yang membosankan, padahal saat itu Kota Bandung memiliki lima klab malam yang buka sepanjang malam.
JAM MALAM
Dengan dikeluarkannya aturan itu, diberlakukan juga jam malam. Tidak boleh ada yang berkeliaran di jalanan tanpa memiliki surat izin keluar malam (avondpas), karena secara praktis Kota Bandung berada di pusat wilayah pemberontakan. Dengan keluarnya aturan ini, maka Kota Bandung adalah satu-satunya kota di Pulau Jawa yang masih menerapkan jam malam.
Pelarangan tidak hanya tertuju pada soal tari-tarian saja, tapi juga merambah perihal cara berpakaian. Penggunaan celana jeans misalnya, juga ikut dilarang. Selain itu, kaum perempuan tidak diperbolehkan memakai celana panjang atau celana pendek, tidak boleh memakai gaun berpotongan rendah atau tanpa lengan, bahkan ada larangan mengikat rambut dengan gaya ekor kuda atau ponytails dengan alasan bahwa leher yang terbuka terlihat terlalu menggoda. Aturan-aturan ini ternyata hanya berlangsung sebentar saja.
BANDUNG KOTA WISATA
Selanjutnya, tulisa tersebut juga menuliskan sejumlah fakta tentang Kota Bandung. Bila diperhatikan dengan seksama, rasanya tidak semua informasi itu akurat, tapi ya itulah yang tertulis. Berikut ini terjemahan bebasnya …:
Bandung memang memiliki semua pesona yang dapat menarik orang untuk berkunjung, iklim yang sejuk namun juga dengan matahari yang bersinar penuh, lintasan pacuan kuda Tegallega yang paling terkenal di seluruh Indonesia, hotel-hotel dan villa-villa yang indah, pameran tahunan Jaarbeurs yang mendatangkan sangat banyak pengunjung, dan seterusnya. Selain pulau surga, Bali, maka Bandung adalah kota yang paling terkenal di Indonesia.
Bandung sudah menarik kedatangan begitu banyak tokoh internasional, juga menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika yang menghadirkan Perdana Mentri India Nehru, Mentri Luar Negri Tiongkok Chou En-Lai, Presiden Mesir Abdel Gamel Nasser, Presiden Filipina Carlos Romulo, dan banyak lagi tokoh negarawan lainnya. Beberapa kepala negara dunia juga berkunjung ke Bandung, seperti Presiden Worosjilov dari Uni Sovyet, Presiden Presad dari India, atau Presiden Tito dari Yugoslavia.
REKOR BANDUNG
Kota Bandung memiliki banyak rekor di Indonesia. Misalnya untuk lampu lalu lintas listrik, Bandung memiliki jumlah terbanyak di Indonesia, tepatnya 12 buah, bandingkan dengan ibu kota Jakarta yang hanya memiliki 2 buah! Bandung juga memiliki bangunan kantor tertinggi di Indonesia, Gedung Swarha, yang memiliki lima lantai. Satu-satunya observatorium atau stasiun pengamatan bintang ada di Bandung, begitu juga rumah sakit tuna netra terbesar di Indonesia, ada di Bandung. Seorang pegawai dari Dinas Kependudukan dengan bangga mengatakan pula bahwa Kota Bandung memiliki jumlah janda terbanyak, “dan sebagian besar dari mereka berusia di bawah 24 tahun!”
Bandung adalah kota di pergunungan Preanger Bandung yang terletak di sebuah cekungan yang dikelilingi oleh batas-batas alam gunung berapi, baik yang sudah mati atau pun yang masih aktif. Yang paling terkenal adalah Gunung Tangkuban Perahu yang semi-aktif, terletak sekitar 16 kilometer dari pusat kota dan banyak mendapatkan kunjungan wisatawan. Sebagian lereng dan kawahnya dilarang untuk didekati karena mengeluarkan gas dan uap beracun. Bandung memiliki banyak taman dan villa yang nyaman. Taman-taman besar di lingkungan perumahan yang indah, dengan jalan-jalan lebar yang dipayungi oleh pohon-pohon rindang.
Tetapi, seperti juga kebanyakan kota besar di Indonesia, Bandung pun mengalami masa penderitaan akibat teror oleh para perampok, Bandung banyak didatangi para pengungsi. Secara resmi, para pejabat Kota Bandung memperkirakan jumlah penduduknya sekitar 900 ribu jiwa, namun bila dihitung dengan jumlah para pengungsi yang tidak terdaftar, jumlahnya melebihi angka satu juta jiwa. ***
One thought on “Bandung “Kota Cahaya” yang Mati Suri, Deventer Dagblad 16-10-1959”