Makam Dick de Hoog yang Terlupakan
Oleh: Aditya Wijaya
Sudah lama rasanya saya menyimpan sebuah artikel dalam majalah dari situs Belanda di internet. Artikel itu berjudul ‘Het grafmonument van Dick de Hoog (1881-1939). Artikel ini bercerita mengenai makam Dick de Hoog di Permakaman Pandu, Kota Bandung.
Hari ini, berbekal informasi dari artikel tersebut, saya dan Komunitas Aleut mencoba mencari dan mengunjungi makam Dick de Hoog. Akhirnya kami berhasil menemukan makam Dick de Hoog di Pandu, tak jauh dari pintu masuk permakaman.
Kondisi makam sangat memprihatinkan, rumput liar merambat menutupi sebagian makam. Batu nisan yang terbuat dari marmer dijadikan alas tempat membuat adonan semen. Tulisan dalam marmer juga sudah tidak dapat terlihat, tertutup lapisan semen. Atap makam berwarna hitam pekat. Saya rasa warna ini terjadi karena batu nisan dijadikan tempat pembakaran (entah sampah atau hal lainnya).


Dick de Hoog (1881-1939)

Dick de Hoog adalah anak dari seorang ayah Belanda dan ibu Indo. Setelah menyelesaikan HBS (sekolah setingkat SMA), ia bergabung dengan Indo-Europees Verbond (IEV) dan menjadi ketuanya. Ia juga menjadi anggota Volksraad. Dick de Hoog juga merupakan seorang Grand Master Freemansory di Hindia Belanda.
Sejak tahun 1927 dan seterusnya, IEV menjadi partai terbesar di Volksraad, dengan Dick de Hoog sebagai pemimpinnya. Pada awal tahun 1930 ia menjadi wakil ketua dewan perwakilan dan wakil ketua kedua Volksraad. Oleh karena itu, dia adalah salah satu dari sedikit politisi profesional yang dikenal di Hindia Belanda dan salah satu orang paling berwibawa di sana.

Dick de Hoog hampir tidak punya kehidupan pribadi. Bahkan pada hari Minggu, pintu rumahnya tetap terbuka bagi orang Indo-Eropa yang datang mencari bantuan. “Terlebih dahulu rakyatku, kemudian tubuhku,” katanya. Gaya hidupnya sangat Borjuis. Dia orang yang menyukai kebersamaan dan menikmati makanan dan minuman beralkohol yang tentunya tidak baik untuk kesehatannya. Di foto-foto, dia selalu terlihat sebagai pria gemuk dengan jas yang terlalu sempit.
Kutipan dari sejarawan Hans Meijer:
“Dalam IEV, Dick de Hoog dianggap sebagai contoh ‘orang Indo’ dari latar belakang sederhana yang membantah prasangka bahwa orang Indo karena kemalasannya tidak mampu mencapai sesuatu. Ia membuat orang Indo percaya pada kekuatan diri mereka sendiri dan mengandalkan kualitas mereka sendiri. Di dalam IEV, orang-orang bangga dengan ‘Jenderal Indo’ mereka dan sangat mengaguminya. Berbagai puisi, lagu mars, dan pujian lainnya dipersembahkan untuknya, patung dan lukisan tentang dirinya dibuat, dan sebuah sekolah kerajinan dinamakan sesuai namanya pada tahun 1934. Penghormatan ini sebagian besar karena kepribadian dan karismatik Dick de Hoog. Meskipun tegas dan tegas dalam tindakannya, dia adalah sosok yang mudah didekati dan menyenangkan. Sifat terakhir ini tercermin dalam postur tubuhnya yang berisi, sehingga julukannya menjadi ‘Dikke Dicky’ (Dicky si Gemuk).
Kesimpulan dari Meijer:
“Meskipun memiliki banyak prestasi, Dick de Hoog tidak berhasil mencapai banyak hal. Meskipun ia telah menjadikan IEV besar, dia tidak berhasil membebaskan orang Indo-Eropa dari penindasan sosial mereka dan memberi mereka masa depan yang cerah. Dalam konteks semakin meningkatnya perjuangan kemerdekaan penduduk asli dan kemerdekaan koloni yang tak terhindarkan, pilihan prinsipal menjadi suatu keharusan. Namun de Hoog menghindarinya. Karena dia tidak memberikan respon yang sesuai terhadap nasionalisme Indonesia, komunitas Indo semakin terjepit dalam situasi yang semakin sulit. Secara keseluruhan, sebenarnya de Hoog kurang memahami semangat zamannya, dia tidak berubah tepat waktu dan pada akhirnya, dia tidak memiliki kapasitas seorang negarawan sebagaimana yang diakui kepadanya selama hidupnya.”
Makam Dick de Hoog

Dick de Hoog meninggal beberapa saat setelah tengah malam pada 1 Maret 1939, pada usia 57 tahun di Rumah Sakit Julianaziekenhuis (Saat ini RS Hasan Sadikin) di Bandung. Sehari sebelumnya, dia terserang stroke di rumahnya di Jalan Burgemeester Kührweg dan kemudian jatuh ke dalam koma. Meskipun kematiannya mengejutkan, kesehatannya memang sudah dalam kondisi buruk.
Kematian Dick de Hoog menimbulkan gelombang emosi di antara kelompok Indo-Eropa. Dia adalah orang yang ramah dan menyenangkan, sangat dicintai. Kesedihan atas kematian ini sangat tulus dan mendalam. Dalam majalah IEV, Onze Stem, kematiannya digambarkan sebagai “Senja yang hanya membawa kegelapan”. Edisi peringatan khusus diterbitkan, dan dewan pusat mengumumkan tiga minggu berduka.

Juga di luar komunitas Indo-Eropa, kekagetan besar terjadi. Bahkan di Belanda, kematiannya menjadi berita headline. Pemakamannya pada tanggal 3 Maret menjadi penghormatan yang mengesankan dan dihadiri oleh ratusan orang, termasuk banyak tokoh politik, pejabat, dan tokoh masyarakat lainnya, sementara ribuan orang di tepi jalan menyaksikan konvoi duka yang panjang. Bendera di berbagai gedung publik termasuk dari Perusahaan Kereta Api Negara, tempat Dick de Hoog bekerja sebelum karier politiknya, bendera berkibar setengah tiang. Untuk menghormatinya, IEV membuat patung besar dirinya dan mengadakan sayembara untuk “makam monumen yang tak tergantikan.” Lebih dari 4.400 gulden terkumpul untuk itu. Tujuh belas desain dikirimkan, dan akhirnya ada empat yang dipilih oleh komite pemakaman di bawah kepemimpinan anggota dewan pusat IEV, F.M. Razoux Schultz, pada bulan Juli 1939. Mereka memilih desain ir. J.P.N. Jansen dari Batavia dengan moto “Eenvoud is de kenmerk van het ware”. Desainnya dianggap paling sesuai dengan karakter dan kiprah Dick de Hoog.

Ini adalah monumen makam yang megah dan layak, tapi juga sederhana. Makam ini sepenuhnya terbuat dari marmer dengan atap dengan layak untuk melindungi, bukan hanya sebagai pelindung dari sinar matahari tetapi juga secara simbolis melambangkan cara Dick de Hoog melindungi orang Indo yang kecil. Sekarang tugasnya bagi masyarakat Indo-Eropa adalah melindungi pemimpin mereka dengan cara yang sama. Di atap ditempatkan lambang IEV dan lampu, sehingga makam juga akan terang ketika malam hari.
Desain yang istimewa menyebabkan pemborong kesulitan dalam pengerjaannya. Atap yang sangat melengkung membuatnya hanya bisa menggunakan bahan paling kuat yaitu beton yang cocok untuk memberikan tegangan yang diperlukan. Diputuskan untuk melapisi atap dengan pelat marmer untuk memberikan kesan yang agung. Tidak mudah mendapatkan makam yang selesai tepat waktu. Pagi hari saat peringatan satu tahun kematiannya, makam ini selesai. Pada hari yang sama, makam itu diresmikan di hadapan janda Tionghoa-nya dan keluarga lainnya, serta banyak perwakilan IEV.

Dick de Hoog dimakamkan di Permakaman Pandu Bandung bersama istrinya Louise Bertha de Hoog. Plakat makamnya mencantumkan: Frederik Hermanus de Hoog. Lahir pada 6 Juni 1881 di Ambon, meninggal pada 1 Maret 1939 di Bandung. Di makam itu juga tertulis sebuah motto: “Komt herwaarts tot mij, allen die vermoeid en belast zijt en ik zal u rust geven” “Datanglah kepadaku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, dan Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”. Jejak Dick de Hoog di Bandung sebenarnya bukan hanya makam, tapi ada satu sekolah di Jalan Ciliwung yang saat ini ditempati oleh SMK 2 Bandung. Dahulu sekolah itu bernama Dick de Hoog School. ***
_________________________
Update 6 Januari 2024
Setelah hari Selasa, 2 Januari 2024 lalu kami mengunjungi makam Ramond Kennedy, hari ini 6 Januari 2024, kami kembali lagi ke Makam Pandu, tapi khusus untuk menengok (lagi) makam Dick de Hoog.
Dalam kunjungan tanggal 2 itu sebenarnya sebelum pulang kami juga mampir ke makam Dick de Hoog, dan melihat bahwa kondisinya buruk sekali, tertimbun tanah cukup tebal, dan di atasnya berserakan segala macam sampah, botol, plastik, pecahan batuan, sisa tembok, bekas bakaran, dlsb. DI atas tanah yang sudah tebal itu juga tumbuh semak belukar yang cukup lebat dan sudah berakar kuat.
Hari itu sudah kami sepakati akan kembali ke makam Dick de Hoog untuk membersihkan semampu yang dapat kami lalukan, sekaligus membuat daftar perlengkapan yang perlu di bawa nanti, salah satunya adalah cement remover karena bagian permukaan nisa sudah tertutup oleh sisa adukan semen. Kami duga di atas nisan ini pernah dijadikan tempat mengaduk semen untuk pembuatan makam lain yang lebih baru.




Foto: Komunitas Aleut.
Beberapa persiapan dan masalah yang dihadapi saat membersihkan makam seperti ini:
- Tidak ada tempat pembuangan sampah, jadi harus menyiapkan kantong sampah sendiri.
- Tidak ada tempat untuk mengalihkan timbunan tanah, karena makam-makam yang terlalu padat. Kalaupun ada tempat untuk memindahkan tanah, letaknya cukup jauh.
- Menyiapkan daftar peralatan yang diperlukan, seperti sekop, cangkul, kape, garpu kebun (kored), sendok semen besar, pahat (untuk mengangkat kerak tebal dan keras), kapak kecil, palu kecil, botol-botol air, lap, sapu kecil, sapu lidi, sikat nilon, sikat kawat, dan cement remover yang digunakan khusus untuk membersihkan sisa-sisa semen yang menempel pada nisan.
- Karena cuaca di kompleks makam umumnya sangat panas dan membuat keringat banyak keluar, siapkan juga minuman yang cukup agar tidak dehidrasi saat bekerja.
- Peralatan lainnya sesuai dengan kondisi makam yang akan dibersihkan.
Catatan: hati-hati dalam menggunakan peralatan seperti palu, kapak, pahat, dan sejenisnya, agar tidak sampai merusak makamnya.
Hari ini kami memang sudah membawa beberapa botol air untuk membersihkan debu dan tanah, namun ternyata kurang banyak, sehingga harus bolak balik mengambil dari sumber air (sumur timba) yang berada di belakang kantor makam.
Setelah bekerja sampai tengah hari, sudah cukup terlihat ada hasil walaupun masih terasa kurang maksimal, terutama untuk kerak semen yang sudah cukup tebal menutupi bagian tulisan di atas makam. Ya paling tidak, relatif sudah lebih baik. Mungkin masih perlu satu hari kerja lagi agar benar-benar bersih dan semua tulisannya terbuka sehingga dapat dibaca dengan baik/jelas.



Seperti itulah hasil akhir pekerjaan membersihkan makam Dick de Hoog hari ini. Masih belum sempurna. Apalagi bila dibandingkan dengan kondisi yang seharusnya seperti yang terlihat pada foto lama di bagian awal tulisan ini, badan makam seharusnya cukup tinggi di atas tanah. Masih banyak tanah yang menutupi bagian bawahnya ini.
Kerja hari ini sudah cukup melelahkan, udara panas masih sangat menyiksa, dan beberapa bagian tangan pun sudah luka-luka lecet akibat penggunaan peralatan berbahan besi. Lain waktu nanti kami akan kembali lagi untuk menyelesaikan sisanya. ***
1 Response
[…] Tentang Dick de Hoog bisa dibaca di sini https://komunitasaleut.com/2023/07/22/makam-dick-de-hoog-yang-terlupakan/?preview_id=11826&previ… […]