Medan Prijaji, De Expres, dan Sipatahoenan yang Terbenam di Pusat Kota Bandung

Oleh: Arif Abdurahman (@yeaharip) Perjalanan sejarah memang tak terduga. Tiga tempat bersejarah di Bandung zaman pergerakan, kini menjadi ini: Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan, tanah lapang, dan Parahyangan Plaza. SEIRING DENGAN perkembangannya menjadi pusat perkebunan di akhir abad ke-19, dibukanya jalur kereta api, dan setelah diresmikannya menjadi gemeente (kotapraja) pada tahun 1906, Bandung makin menggeliat. Hingar-bingarnya Bandung di … Lanjutkan membaca Medan Prijaji, De Expres, dan Sipatahoenan yang Terbenam di Pusat Kota Bandung

#PojokKAA2015: Sekilas Drs. R. M. P. Sosrokartono dan Asia-Afrika

Oleh: Vecco Suryahadi Saputro (@veccosuryahadi) Buku pelajaran sejarah pernah mencatat peristiwa Konferensi Asia-Afrika 1955. Konferensi Asia-Afrika 1955 dicatat sebagai tonggak perlawanan negara-negara di Benua Asia dan Afrika atas kolonialisme. Seperti kita ketahui, banyak negara yang merdeka setelah Konferensi Asia-Afrika 1955. Tapi sebelum 1955, pernah ada ramalan tentang bersatunya Asia dan Afrika di Bandung. Ramalan tersebut diucapkan … Lanjutkan membaca #PojokKAA2015: Sekilas Drs. R. M. P. Sosrokartono dan Asia-Afrika

Jejak yang Memudar: Sukarno di Bandung, Bagian 3

Dari sedikit buku yang membahas sisi Sukarno sebagai arsitek itu pun tidak ada yang memiliki daftar lengkap karya-karya arsitektur Sukarno di Bandung.

Jejak yang Memudar: Sukarno di Bandung, Bagian 2

TAPAK TILAS SUKARNO DI BANDUNG Sejak pertama kali menginjakkan kakinya di Kota Bandung pada tahun 1921 hingga pembuangannya ke Ende, Flores, pada tahun 1934, maka paling sedikit Sukarno melewatkan waktu sekitar 14 tahun di Bandung. Nah, bila sekarang ada yang bertanya di mana saja Sukarno pernah tinggal, atau ke mana saja beliau suka pergi selama … Lanjutkan membaca Jejak yang Memudar: Sukarno di Bandung, Bagian 2

Jejak yang Memudar: Sukarno di Bandung, Bagian 1

Untuk sementara pasangan Sukarno-Inggit tinggal di rumah orang tua Inggit di Javaveemweg. Setelah itu mereka berpindah-pindah tempat tinggal ke beberapa lokasi di dalam kota Bandung. Awalnya ke Gg. Djaksa di sebelah selatan Regentsweg (sekarang Jl. Dewi Sartika), lalu ke Gedong Dalapan di Poengkoerweg (Jl. Pungkur), kemudian ke Regentsweg 22, sebelum akhirnya menetap di sebuah rumah panggung di Astanaanjarweg.