Tagged: sosrokartono

Medan Prijaji, De Expres, dan Sipatahoenan yang Terbenam di Pusat Kota Bandung 0

Medan Prijaji, De Expres, dan Sipatahoenan yang Terbenam di Pusat Kota Bandung

Oleh: Arif Abdurahman (@yeaharip) Perjalanan sejarah memang tak terduga. Tiga tempat bersejarah di Bandung zaman pergerakan, kini menjadi ini: Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan, tanah lapang, dan Parahyangan Plaza. SEIRING DENGAN perkembangannya menjadi pusat perkebunan di akhir abad ke-19, dibukanya jalur kereta api, dan setelah diresmikannya menjadi gemeente (kotapraja) pada tahun 1906, Bandung makin menggeliat. Hingar-bingarnya Bandung di awal abad ke-20 itu, setidaknya, bisa dirasakan jika membaca Rasia Bandoeng atawa Satoe Pertjintaan jang Melanggar Peradatan Bangsa Tionghoa: Satoe Tjerita jang Benar Terdjadi di Kota Bandoeng dan Berachir Pada Tahon 1917 (Ultimus, 2016). Membaca roman karya Chabanneau******* tadi membawa kita melancong ke pusat kota Bandung dengan deskripsi yang cukup detail. Bandung memang sudah ramai. Pengaturan zonasi kota masih mengadaptasi konsep pembagian ras kolonial: kelompok Pribumi, Tionghoa, Arab, dan Belanda mendiami kawasan tertentu, walau tidak diterapkan seketat kota kolonial lainnya. Lewat kabar mulut, ditambah promosi pariwisita yang gencar saat itu, dengan penyebutan ‘Garden of Allah’ atau ‘Parijs van Java’, semua ingin ke Bandung. Kota ini menjadi semacam melting pot. Namun bagi mereka, Bandung bukan soal pelesiran. Gemerlap kamar bola, pusat perbelanjaan, berbagai bangunan Art-Deco tak menarik minat mereka. Bagi mereka, Bandung adalah sisi lain dunia yang dihisap oleh kolonialisme yang harus dibangunkan dan digerakkan. Seperempat...

#PojokKAA2015: Sekilas Drs. R. M. P. Sosrokartono dan Asia-Afrika 0

#PojokKAA2015: Sekilas Drs. R. M. P. Sosrokartono dan Asia-Afrika

Oleh: Vecco Suryahadi Saputro (@veccosuryahadi) Buku pelajaran sejarah pernah mencatat peristiwa Konferensi Asia-Afrika 1955. Konferensi Asia-Afrika 1955 dicatat sebagai tonggak perlawanan negara-negara di Benua Asia dan Afrika atas kolonialisme. Seperti kita ketahui, banyak negara yang merdeka setelah Konferensi Asia-Afrika 1955. Tapi sebelum 1955, pernah ada ramalan tentang bersatunya Asia dan Afrika di Bandung. Ramalan tersebut diucapkan pada tahun 1940-an. Orang yang memberi ramalan tersebut adalah Drs. R. M. P. Sosrokartono yang pernah tinggal di Bandung.

Jejak yang Memudar: Sukarno di Bandung, Bagian 2 2

Jejak yang Memudar: Sukarno di Bandung, Bagian 2

TAPAK TILAS SUKARNO DI BANDUNG Sejak pertama kali menginjakkan kakinya di Kota Bandung pada tahun 1921 hingga pembuangannya ke Ende, Flores, pada tahun 1934, maka paling sedikit Sukarno melewatkan waktu sekitar 14 tahun di Bandung. Nah, bila sekarang ada yang bertanya di mana saja Sukarno pernah tinggal, atau ke mana saja beliau suka pergi selama di Bandung, maka jawabnya tidak akan mudah. Tidak ada rekaman jejak yang rinci tentang hal itu. Mungkin yang akan paling mudah teringat adalah kampus ITB di Jl. Ganesha, tempat Sukarno menjalani pendidikan hingga lulus sebagai insinyur sipil pada tahun 1926. Atau sebagian akan mengenang Gedung Merdeka sebagai perekam jejak inisiatif Presiden Sukarno untuk memerdekakan bangsa-bangsa di Asia-Afrika. Tapi tentu saja dua tempat itu tidak cukup mewakili perjalanan panjang seorang pemuda pribumi yang telah menghabiskan masa mudanya ikut berjuang merintis kemerdekaan Republik Indonesia, pemuda yang kemudian menjadi pemimpin pertama negara merdeka ini sejak 1945 hingga 1967. Ada banyak lokasi ataupun gedung yang sebetulnya merekam jejak Sukarno di Bandung, tetapi rupanya hal ini belum menjadi perhatian utama baik dari pemerintah ataupun masyarakat kita. Hampir semua tokoh utama perjuangan saat itu pernah datang ke rumah panggung ini untuk bertukar pandangan dan merancang berbagai gerakan untuk meraih kemerdekaan Indonesia....

Jejak yang Memudar: Sukarno di Bandung, Bagian 1 3

Jejak yang Memudar: Sukarno di Bandung, Bagian 1

Untuk sementara pasangan Sukarno-Inggit tinggal di rumah orang tua Inggit di Javaveemweg. Setelah itu mereka berpindah-pindah tempat tinggal ke beberapa lokasi di dalam kota Bandung. Awalnya ke Gg. Djaksa di sebelah selatan Regentsweg (sekarang Jl. Dewi Sartika), lalu ke Gedong Dalapan di Poengkoerweg (Jl. Pungkur), kemudian ke Regentsweg 22, sebelum akhirnya menetap di sebuah rumah panggung di Astanaanjarweg.