Tagged: jalan jalan

0

Catatan Momotoran Cililin; Susur Jalur Desa

Oleh: Fikri Mubarok Pamungkas Catatan versi Story Maps ada di sini. ” Mapay jalan satapak Ngajugjug ka hiji lembur Henteu maliré kacapé Sabab aya nu ditéang “ Dalam perjalanan momotoran ke wilayah Cililin (lagi) minggu lalu, saya teringat lirik lagu Mawar Bodas dari Doel Sumbang itu. Momotoran di Aleut memang sudah dapat dipastikan akan melewati kampung-kampung alias lembur, kawasan yang jauh dari daerah padatnya perkotaan. Begitupun dengan perjalanan momotoran kali ini yang justru kebanyakan melewati perkampungan, mungkin mirip susur kampung. Kami telah merencanakan momotoran ini seminggu sebelumnya dengan tujuan latihan menulis catatan perjalanan bagi anggota ADP 2023 dengan media belajar momotoran. Tak banyak rencana destinasi yang akan dikunjungi, hanya beberapa saja, itu pun sekeinginannya di jalan. Momotoran kali ini juga tak seperti biasanya karena tidak menargetkan kunjungan ke tempat bersejarah, seketemunya saja. Karena itu, pada tulisan kali ini saya hanya menceritakan pengalaman pribadi saja dalam mengikuti perjalanan momotoran itu. Saya merasa senang bisa momotoran lagi ke kawasan Cililin bersama Aleut, dan ini adalah momotoran yang ketiga kalinya buat saya ke daerah ini. Seperti sebelumnya, kali ini pun kami menempuh jalur jalan yang berbeda. Dalam perjalanan terakhir, kami mengambil jalur Jatisari lalu berbelok ke tanjakan cukup berat di Bahubang Legok, kemudian...

0

Catatan Momotoran Sumedang: Dari Cijeruk sampai Gunung Puyuh. 13-04-2024.

Oleh Irfan Pradana Putra Hari ini, Sabtu, 13 April 2024, kami melakukan kegiatan momotoran pendek saja ke daerah Sumedang. Salah satu tujuan awalnya adalah ingin melihat keramaian suasana arus balik setelah lebaran, tapi ternyata sejak berangkat dari Bandung, sama sekali tidak terlihat kepadatan kendaraan di jalur utama Bandung-Sumedang. Hanya di Cibiru saja ada sedikit kepadatan, selebihnya dapat dikatakan hampir kosong melompok. Semua jalur jalan nyaris lengang. Berikut ini adalah catatan perjalanannya. Kami berangkat sekitar pukul 08.00 dan langsung menuju ke lokasi pertama di Cinunuk, yaitu lokasi sebuah pin di google maps dengan keterangan “Makam Ki Darman”. Tapi setelah tiba di lokasi, ternyata tidak ada makam di situ, hanya satu area bekas kantor pemerintah yang sepertinya sudah tidak digunakan lagi. Pagar depan terkunci. Di sebelah kiri ada sebuah plang khas pemerintahan yang kurang jelas terbaca dari tempat kami berdiri. Ke belakang, masih ada halaman. Tidak terlihat tanda-tanda keberadaan makam di sini. Lalu, kenapa ada orang yang nge-pin lokasi ini sebagai lokasi makam Ki Darman? Salah pin? Setelah menelusuri riwayat dalang Partasuwanda melalui cerita dari putranya, Mumun Partasuwanda, yang sudah ditulis di  sini , kami mendapatkan beberapa nama tokoh yang mengawali keberadaan seni wayang golek di Jawa Barat. Di antaranya dalang Dipaguna Permana...

0

Kaburnya Candi Bojongemas

Oleh Komunitas Aleut Hari Minggu kemarin, untuk ke sekian kalinya, kami mampir lagi ke lokasi puing-puing Candi Bojongemas yang terletak di tepi Jalan Babakan Patrol, Desa Bojongemas, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung. Dari foto-foto kunjungan selama ini terlihat kondisi saat candi belum berpagar, kemudian diberi pagar, dan sekarang pagarnya hilang. Plang yang terpasang di depan pun kondisinya mengenaskan, semua bidang mukanya habis oleh karat. Harus mau bersusah payah untuk coba membacanya. Sudah sedari awal pun sebenarnya kami tahu soal ketiadaan informasi mengenai keberadaan candi ini, tapi ya tidak membuat situs ini jadi harus diskip dari perhatian. Dari pengalaman selama ini, bila kebetulan lewat jalan ini, ya pasti berhenti mampir sebentar, melihat-lihat lagi, walaupun pasti tidak akan ada informasi tambahan yang akan kami dapat. Jadi yang dimaksud dengan kabur pada judul di atas adalah ya informasinya. Pulang dari perjalanan momotoran ini, iseng lagi browsing sana-sini tentang Candi Bojongemas, paling tidak, niatnya hanya ingin mengumpulkan atau mencatat ulang apa yang pernah ditulis orang dan dipublikasikan, baik di internet ataupun di buku-buku. Anggap saja bagian dari kerja pengumpulan data awal, ya walaupun hanya sekadar. Dari internet, masih ketemu berita yang itu-itu juga, seputar kondisinya yang semakin memprihatinkan dan kekurangtanggapan pihak terkait untuk mengurusnya. Dugaan...

0

Di Hujung Sana Tempatmu Bunga Melur

oleh: Aditya Wijaya Kabut merayap datang dari kejauhan. Hujan turun seperti malu-malu bersama hembusan angin dingin yang tak segan menunjukkan dirinya hadir menemani Momotoran kami siang itu. Kami melaju perlahan dari Nyalindung menuju jalanan perkebunan Bunga Melur. Jalannya mulus, tapi naik turun.  Tak begitu lama, kami berhenti sebentar di tempat yang bernama Pasir Tulang. Tempatnya berada di pinggiran bukit. Pemandangan ke arah timur adalah hamparan kebun teh yang luas, sementara ke arah barat adalah hutan yang lebat dengan pohon-pohon tinggi. Pikiran saya berimajinasi membayangkan kejadian pada masa revolusi dahulu. Nama tempatnya saja Pasir Tulang, tau kan apa yang dibayangkan? Cerita ini saya dapatkan dari tulisan Hendi Jo yang berjudul Hikayat Ladang Pembantaian di Takokak. Sebenarnya ada dua tulisan yang membuat kami dengan sengaja Momotoran melipir ke jalur Bunga Melur ini. Tulisan pertama tentang Harun Kabir oleh Hendi Jo yaitu Pekik Merdeka di Ladang Huma dan tulisan kedua dari buku tentang Rosidi oleh Tosca Santoso yaitu “Cerita Hidup Rosidi”. Perjalanan dilanjutkan, setelah sekitar 10 menit bermotor kami tiba di Bunga Melur, tepatnya di lokasi Pabrik Teh Bunga Melur, yang kini sudah tidak beroperasi. Hujan masih cukup deras, kadang ditambah dengan tiupan angin yang lumayan kencang. Sejak kemarin angin memang seperti kurang...

1

Rumah Irama di Siti Munigar

Oleh: Elisa Nur Azizah Hari Minggu 14 Januari 2024, saya mengikuti kegiatan Ngaleut yang berbeda dari sebelumnya. Dalam kegiatan kali ini saya dan rekan-rekan lebih banyak berjalan di gang-gang kecil dan menyapa masyarakat setempat. Perjalanannya dimulai dengan kunjungan ke Makam Ahli Waris H.St Chapsah Durasid. Sebelum masuk, ada sebuah bangunan Kantor RW dengan plakat yang menerangkan izin pemakaian tanah oleh Ibu H. St. Chapsah alm dan diresmikan oleh Walikota Bandung. Plakat ini berangka tahun 1967. Kemudian kami memasuki area makam dan mulai mengamati keadaan sekitar. Memeriksa nisan-nisan di kompleks makam ini cukup menarik perhatian saya karena banyak yang masih menggunakan ejaan lama, bahkan ada yang menggunakan huruf Arab pegon. Bisa dipastikan kompleks makam ini sudah cukup tua usianya. Setelah dari makam, kami menyusuri sebuah gang, namanya Gang Adi Kacih Tengah. Konon dulunya gang ini bernama Gang Kuburan. Agak di ujung gang, kami menemukan satu bangunan yang bentuknya cukup unik, dan ternyata ada warungnya. Jadi, kami mampir dulu untuk membeli minum dan sekadar ngobrol dengan warga yang ada. Yang terlihat seperti warung ini ternyata adalah sebuah kamar yang di balik jendelanya terpajang bermacam jualan khas warung, minuman sachet dan banyak macam makanan ringan. Kamarnya tidak terlalu besar, sekitar 2×3 meter. Di...

Cumbulah Kotamu Meski Hanya Sebentar! 0

Cumbulah Kotamu Meski Hanya Sebentar!

Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar) Apa asyiknya jalan-jalan di kota sendiri? Pertanyaan itu muncul dari mulut seorang teman lama saat kami bertemu beberapa hari lalu. Tentu, dia, teman saya itu, melontarkan pertanyaan tersebut bukan tanpa sebab. Jalan-jalan yang kerap kali saya lakukan akhir-akhir ini menjadi alasan timbulnya pertanyaan teman saya tadi. Jalan-jalan yang saya maksud adalah jalan-jalan menyusuri Kota Bandung. Kadang bersama kawan-kawan satu komunitas, tapi tak jarang juga saya melakukannya sendiri. Dalam jalan-jalan itu, sesekali saya memostingnya di Instagram. Sebagai manusia milenial yang enggak mau ketinggalan zaman hal ini menjadi sangat penting. Bukan apa-apa, ini perihal eksistensi.

Gunung Lumbung 3

Gunung Lumbung

Dalam disertasinya tentang naskah-naskah Dipati Ukur, Edi Suhardi Ekadjati menyebutkan bahwa catatan tertua tentang tokoh ini mungkin yang ditulis oleh Salomon Muller dan P. van Oort dan diterbitkan dalam Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen tahun 1836. Salomon Muller dan van Oort adalah anggota des Genootschaps en Natuurkundige Komissie in Nederlands Indie yang sudah mendapatkan pelatihan dari Museum Leiden dan sedang melakukan perjalanan penelitian tentang dunia binatang dan tumbuhan di kepulauan Indonesia. Pada tanggal 15 Januari 1833 pasangan ini berada di daerah Cililin, dua hari kemudian mereka diantar oleh beberapa orang penduduk setempat ke puncak Gunung Lumbung untuk menyaksikan peninggalan-peninggalan purbakala. Di puncak gunung inilah, Muller dan Oort mendapatkan cerita dari seorang tua tentang tokoh Dipati Ukur, tempat persembunyian dan benteng pertahanan terakhirnya. Catatan Muller dan Oort kemudian dimuat oleh NJ Krom dalam buku Laporan Dinas Kepurbakalaan (Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indië) yang terbit pada tahun 1914. Pada hari Minggu lalu (12 Maret 2017), secara tidak sengaja kami juga sampai di lokasi yang dikunjungi oleh Muller dan Oort pada tahun 1833 itu. Di tengah ladang di puncak gunung ini, ada sepetak tanah yang dibatasi oleh susunan batu membentuk ruang persegi dengan beberapa pohon hanjuang merah...

Jalan-jalan ke Gunung Lalakon (Soreang) dan Gunung Sadahurip (Garut) 0

Jalan-jalan ke Gunung Lalakon (Soreang) dan Gunung Sadahurip (Garut)

Daripada hilang di rimba facebook, baik juga catatan ini dihadirkan lagi di sini buat panduan yang ingin jalan-jalan ngabuburit atau cari jodoh 🙂 Nama pasangan Hans Berekoven dan Rozeline Berekoven, mulai mencuat saat diselenggarakannya Konferensi Internasional Alam, Falsafah, dan Budaya Sunda Kuno di Hotel Salak, Bogor, pada 25-27 Oktober 2011 lalu. Kehadiran pasangan berkebangsaan Australia ini dalam konferensi tersebut tentu saja mempunyai alasan. Beberapa tahun lalu, Hans & Roz memboyong keluarganya berlayar dari Fremantle ke Bali dengan membawa mimpi besar, menguak sejarah purba peradaban Nusantara melalui sebuah ekspedisi kelautan. Hans menyimpan sebuah dugaan besar tentang masa lalu, terutama pada Zaman Es. Pada puncak zaman itu sebagian besar Eropa Utara tertutup lapisan es tebal, sebagian di antaranya mencapai ketebalan hingga 2000 meter. Level air di dunia saat itu berada hingga 150 meter lebih rendah daripada keadaan sekarang. Artinya, wilayah Laut Cina Selatan dan Laut Jawa pada masa itu terekspos menjadi lahan kering yang datar dan luas. Pada saat itu terjadi migrasi manusia yang sebelumnya meninggali Benua Asia menuju Zona Tropis di bagian selatan, yaitu di wilayah Indonesia sekarang. Hans beranggapan, saat itu, wilayah Paparan Sunda merupakan permukiman terbaik yang ada di dunia. Dengan begitu, sekaligus juga merupakan lokasi utama bagi akar...