Oleh: Bagus Reza Erlangga (@bagusreza)
Haji Oemar Said Tjokroaminoto adalah sang Raja Tanpa Mahkota. Ia dilahirkan di Madiun pada 16 Agustus 1882 dengan gelar kebangsawanan Raden Mas, namun gelar ini ia tanggalkan dan menggantinya dengan Haji Oemar Said. Hal ini ia lakukan karena merasa gelar kebangsawanannya melekat erat dengan cap pro-kolonial. Ia memang sosok yang anti-kolonial, bahkan ia mengundurkan diri sebagai pegawai juru tulis di Madiun yang dirasa pro-kolonial untuk kemudian melarikan diri ke Semarang menjadi buruh angkut pelabuhan. Di sini ia merasakan betul seperti apa penderitaan kaum pribumi kelas bawah.
Sepak terjang dan nama besarnya tidak bisa dilepaskan dari organisasi Sarekat Islam (SI). Sarekat Islam didirikan oleh H. Samanhoedi pada 11 November 1911 dengan tujuan menjadi benteng pelindung para saudagar batik dari tekanan Pedagang Cina dan Kalangan Ningrat Solo. Di bawah kepemimpinan H. Samanhoedi, Sarekat Islam berjalan lepas. Meski memiliki tujuan yang tinggi, kepemimpin Samanhoedi tidak dapat menjangkau anggotanya secara luas. SI tidak bisa memperluas kegiatannya yang terbatas hanya pada persaingan bisnis dengan Pedagang Cina dan Ningrat Solo saja.
Merasa organisasinya tidak berkembang, H. Samanhoedi dan R.M. Tirto Adhi Soerjo sebagai penyusun anggaran dasar pertama, mengajak Tjokro bergabung pada Mei 1912. Pada masa itu Tjokro telah dikenal dengan sikapnya yang radikal dalam menentang perilaku feodal. Tugas pertamanya di Sarekat Islam yaitu menyusun struktur organisasi yang jelas dan membuat ulang anggaran dasar organisasi. Dengan masuknya Tjokro, Sarekat Islam melaju menjadi organisasi politik ideologis berdasarkan Islam. Sarekat Islam menjadi kendaraan politik gaya baru pada masa itu dalam mengekspresikan kesadaran berbangsa melalui penerbitan surat kabar, unjuk rasa, pemogokan buruh dan partai politik. Ia memimpikan anak Bumiputera bisa berdiri sejajar dengan Belanda.
Tidak lama setelah bergabung, Tjokro berinisiatif mengadakan Kongres Sarekat Islam Pertama di Surabaya pada tahun 1912 dengan hasil Kongres membagi wilayah Sarekat Islam menjadi 3 yaitu Wilayah Barat meliputi Jawa Barat dan Sumatera, Wilayah Tengah meliputi Jawa Tengah dan Kalimantan, dan Wilayah Timur meliputi Jawa Timur dan daerah Indonesia Timur dengan Kantor Pusat yang berkedudukan di Surakarta. Tjokro tidak butuh waktu lama untuk menjadi orang yang berpengaruh di Sarekat Islam, melalui Kongres Sarekat Islam di Jogjakarta tahun 1914 Ia berhasil menggulingkan Samanhoedi dari jabatan Ketua.
Sebagai ketua, Tjokro langsung bergerilya kesemua cabang-cabang Sarekat Islam untuk berpidato atau hanya sekadar memberikan pemahaman mengenai visi kebangsaannya. Salah satu hasil manuvernya sebagai ketua yaitu diakuinya Sarekat Islam secara hukum sebagai organisasi Organisasi Nasional oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1916. Setelah itu, pada tahun yang sama Sarekat Islam mengadakan Kongres Nasional Pertamanya di Bandung. Program Kerja Sarekat Islam kian meluas, khusunya pada program yang pro kepentingan rakyat dan umat Islam. Dukungan yang didapat SI semakin banyak, hal ini terlihat dari anggotanya di daerah semakin bertambah. Rakyat jelata memiliki identitas baru, mereka sangat antusias mengikuti kongres-kongres. Sejak awal, anggaran dasar organisasi yang disusun Tjokro tidak hanya berupaya melindungi kepentingan perdagangan saja, namun juga ada kepentingan lain untuk memajukan kesejahteraan dan pendidikan kaum bumiputera.
Seiring berjalannya waktu, Sarekat Islam semakin berkembang. Ketika pengaruhnya semakin kuat di cabang-cabang, mulai terjadi beberapa pergerakan yang dinilai sebagai tindakan pembangkangan terhadap Pemerintah Hindia Belanda, khususnya di wilayah Jawa Barat. Pada tahun 1919 di Afdeling B Garut, para petani menolak menjual berasnya kepada Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusuhan di kota tersebut. Pemerintah Hindia Belanda sampai harus menggunakan kekuatan senjata untuk menghentikan kerusuhan yang terjadi.
H. Gojali sebagai pemimpin pergerakan itu kemudian ditangkap. Hubungan antara H. Gojali dengan Sarekat Islam inilah yang kemudian dijadikan dasar Pemerintah Hindia Belanda untuk menangkap Tjokro. Ia ditahan pada bulan Agustus 1921 sampai April 1922 tanpa ditujukan bersalah atau tidaknya.
Tautan asli: http://bagusrezaerlangga.blogspot.co.id/2016/06/post-untuk-komunitas-aleut-hos.html
Ping balik: Pusara di Cikutra | Dunia Aleut!