
Susur Pantai Geopark Ciletuh | Foto Komunitas Aleut
Oleh : Ervan Masoem (@Ervan)
Stop crying your heart out
stop crying your heart out
stop crying your heart out
Begitulah akhir lagu dari band Oasis yang berjudul “Stop Crying Your Heart Out.” Bukan saya sedang patah hati, kebetulan saja lagu tersebut berada pada playlist saya ketika itu. Saya mendengarkan lagu ini sembari menunggu hujan berhenti. Dalam hati saya berkata “berhentilah menangis” tentu saja yang saya tuju adalah langit. Langit sore itu terus menjatuhkan tetesan air yang membasahi bumi, padahal pada saat itu juga saya harus segera berangkat ke Kedai Preanger yang menjadi titik kumpul untuk susur pantai Geopark Ciletuh pukul 7.00 malam.
Waktu sudah menunjukan pukul 6.30 sore tapi tak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Haruskah saya menembus derasnya hujan dengan balutan jas hujan, dan menarik tuas gas lebih kencang dari biasanya sebab Riung Bandung-Buahbatu lumayan memakan waktu, belum lagi dengan kemungkinan macet dan lamanya lampu merah perempatan Carrefour Kircon. Jika saya menunggu sampai hujan reda, saya tak tahu hujan akan berhenti sampai pukul berapa, mungkin saja hujan bisa berlangsung hingga malam dan mungkin saja saya akan sangat terlambat atau tertinggal rombongan.
Nyatanya benar saja meskipun sudah menembus hujan dengan jas hujan, saya tetap saja masih terlambat. Untunglah kawan-kawan lainnya sama juga terlambatnya karena terjebak hujan. Hujan tak melunturkan semangat untuk susur pantai. Susur pantai merupakan agenda rutin yang diselenggarakan teman-teman Komunitas Aleut dengan Djelajah Priangan. Susur pantai sudah masuk ke jilid 5 dan kali ini Geopark Ciletuh yang menjadi tujuannya. Pemilihan Ciletuh sendiri diawali dari informasi seorang kawan yang mengatakan sudah bagusnya jalan akses kesana dan Ciletuh sendiri sedang berjuang menjadi tempat destinasi wisata kekayaan alam dunia yang dinobatkan oleh UNESCO.
Sukabumi
Setelah semua berkumpul, kemudian dilakukan briefing oleh Paman Ridwan. Setelah briefing kira-kira pukul 9.00 malam rombongan bermotor baru berangkat. Mayoritas motor yang kami pakai adalah motor perkotaan: matik. Total delapan motor berangkat dari Kedai Preanger dan satu motor menunggu untuk bergabung di Cimahi. Satu motor lagi rencananya akan menyusul kami di Sukabumi setelah menyelesaikan kewajibannya mewartakan permainan Persib yang malam itu acak kadut. Lalu masih ada dua teman lainnya yang akan menyusul kami pada keesokan harinya setelah menunaikan kewajiban sebagai pegawai teladan dan akan bertemu di Pelabuhan Ratu.
Tak akan saya ceritakan bagaimana perjalanan dari Bandung ke Sukabumi. Sebab tak ada yang spesial, yang ada hanya dinginnya malam yang menusuk ke tulang. Setibanya di Sukabumi kami berbelok ke arah Salabintana untuk mencari penginapan, tapi sialnya kami tak menemukannya dan kami harus memutar arah ke jalan sebelumnya. Di jalan Arif Rahman kami pun berhenti sejenak, dan beberapa teman termasuk saya mencari tempat penginapan sisanya menunggu dan berdoa supaya dapat penginapan. Tapi kami tak berhasil mendapat penginapan, hingga kami harus kembali melaju.
Setibanya di jalan Bhayangkara kami mendatangi dua tempat penginapan tapi tidak ada yang cocok untuk menampung sekitar 18 orang. Lagi-lagi kami harus melanjutkan perjalanan di tengah guyuran hujan. Kemudian kami berhenti di sebuah pom bensin yang ada musholanya. Mushola itu terpaksa kami jadikan tempat beristirahat sejenak guna melepas lelah. Setelah beberapa jam beristirahat di mushola kami melanjutkan perjalanan, hujan gerimis turun membuat badan kedinginan, untung saja kami menemukan warung untuk singgah sekedar menghangatkan badan dan mengisi perut yang sedang lapar. Sebelum kembali melanjutkan perjalanan seorang teman berkata “wah tingali langit belah ditu poek” sepertinya bakal hujan terus menerus sepanjang hari, sesuai dengan pemberitahuan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Baca : Jarambah ka Bayah
Ciletuh
Papan penanda jalan menunjukan arah kiri ke Surade dan lurus ke Pelabuhan Ratu, kami berbelok kiri untuk melanjutkan ke arah Loji. Sepanjang jalan terlihat pemandangan pantai sampai di sebuah pertigaan yang membawa kami menjauhi pantai, ternyata kami salah belok. Kami nyasar hingga menemui perkebunan teh, dan kami memutuskan untuk putar balik ke arah pertigaan sebelumnya. Rombongan sampai di Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa atau Vihara Loji. Beberapa teman ke atas vihara dan sisanya menunggu makan di warung depan. Di dalam vihara terdapat sebuah altar Prabu Siliwangi dan Ratu Pantai Selatan. Setelah selesai makan siang kami pun melanjutkan perjalanan ditemani dengan pemandangan laut dan jalanan yang berbukit-bukit selama perjalanan. Kami sampai di Puncak Darma yang menjadi awal terlihatnya daerah Ciletuh lalu bertemu dengan Curug Cimarinjung yang airnya sedang deras dan berwarna kecoklatan.

Plato Jampang | Foto Ervan
Dari Panenjoan terlihat lengkungan batuan seperti benteng yang ternyata itu adalah Plato Jampang. Menurut bang Ridwan “Ciletuh ini garis pertemuan lempengan bumi dan lempengan samudra yang jutaan tahun lalu berada di kiloan meter dasar laut dan sekarang ada di permukaan bumi.” Sayang kami tidak mengunjungi tiga pulau yang terdapat batuan purba lainnya.
Baca : Catatan Perjalanan: Mengumpulkan Kejutan-Kejutan Kecil di Sepanjang Jalur Pantai Selatan
Ujung Genteng
Hujan deras selama perjalanan ke pantai Ujung Genteng dan aroma wangi pembuatan gula yang ada di kiri dan kanan jalan menambah suasana manis perjalanan kami. Setelah menyusuri jalan sekitar pantai akhirnya kami mendapatkan penginapan yang cukup lumayan untuk tempat kami beristirahat. Penginapan yang sangat dekat dengan pantai ternyata membuat ngeri, angin yang sedang kencang-kencangnya ditambah aliran listrik yang mati beberapa jam, membuat kengerian malam itu tambah ngeri.

Jalan di Ujung Genteng | Foto Ervan
Tak sesuai dengan ekpetasi saya, nyatanya kondisi Ujung Genteng tak sesuai dengan yang diharapkan. Dimulai dari jalanan yang jelek dan sampah yang berserakan di mana-mana membuat terlihat kumuh. Maka tak ayal jika akhir pekan pantai ini tetap saja sepi dari pengunjung untuk bervakansi. Di sini kami menginap satu malam dan esok harinya langsung pulang.
Mari Pulang
Kali ini untuk jalan pulang ke Bandung kami tidak melewati jalur kota Sukabumi melainkan lewat jalur jalan Surade-Tegalbuled-Agrabinta-Sindangbarang-Cibinong-Pasirkuda-Rancabali-Ciwidey-Bandung.
Pada saat akan pulang lagi-lagi hujan turun lalu kami mengisi bensin di dekat alfamart Surade setelah itu perjalanan dilanjutkan melewati Tegalbuled yang jalanannya sepi membuat merinding jika berkendara sendiri. Sampai di Agrabinta hujan masih turun lalu kami berhenti di sebuah warung makan yang menjadi tempat makan teman-teman saat susur pantai sebelumnya yaitu ke Bayah. Di warung makan ini saya mencoba makanan yang saya baru pertama kali cicipi yaitu turubuk entah itu sayuran apa tapi jelas enak sekali dan empuk saat dikunyah. Perjalanan kami lanjutkan melewati Sindangbarang.

Curug di Jembatan Cisawer | Foto Komunitas Aleut
Rombongan sempat berhenti sebentar di jembatan Cisawer disitu kami melihat ada sebuah curug yang bebatuannya bolong-bolong. Disinyalir bolong tersebut adalah hasil dari tetesan curug besar yang airnya cukup deras lalu sekarang curug tersebut bergeser mundur. Setelah selesai foto dan melihat curug dari jembatan kami lanjutkan perjalanan pulang lewat pasir kuda disitu hari sudah semakin sore dan kabut sudah mulai turun. melewati Citambur serta curugnya yang masih terlihat jelas dari kejauhan. Kabut semakin tebal saat melewati Cipelah motor berjalan lambat dan rapat agar pencahayaanya maksimal. Tetapi saat di Sperata seorang teman mengalami hipotermia terpaksa lima motor menepi untuk membantu menghangatkan badan yang terkena hipotermia.
Saya sendiri berada pada rombongan depan dan baru menyadari bahwa beberapa motoris terpisah sesaat ketika tiba di Rancabali. Saya beserta rombongan segera menepi ditempat yang lebih rendah kami pun memutuskan untuk menunggu di sebuah warung dekat pom bensin. Setelah rombongan dibelakang datang dan beristirahat sebentar kami pun melanjutkan perjalanan dan sampai dengan selamat di Solontongan. Saat pulang menuju rumah saya tidak perlu menyanyi lagi lagu “Stop Crying Your Heart Out” karena hujan sudah berhenti sejak dari Rancabali. (erv/upi)
Baca juga tulisan catatan perjalanan lainnya
Ping balik: Susur Pantai 5 – Ciletuh | Dunia Aleut!
Ping balik: Susur Pantai Ciletuh #2 | Dunia Aleut!