Oleh: Hevi Fauzan (@bandungtraveler)
“Tafsiran atas masa lalu dan pemahaman masyarakat tentang tentang sejarah serta ingatan kolektif menciptakan identitas kolektif masyarakat tersebut.” (Reza A.A Wattimena)
Minggu 19 Maret 2017, setelah mengunjungi Gunung Lumbung, pada di hari Minggu sebelumnya, kali ini Komunitas Aleut mengunjungi tempat yang pernah menjadi ibu kota Tatar Ukur, Pabuntelan. Daerah yang letaknya tidak jauh dari Kota Ciparay, sebuah kota di sebelah selatan kota Bandung tersebut adalah bekas ibu kota Tatar Ukur. Daerah tersebut kemudian ditinggalkan oleh Dipati Ukur dan pengikutnya, setelah mereka gagal merebut Kota Batavia dan memutuskan untuk memberontak dari Mataram.
Tempat baru yang dituju oleh pasukan dan pengikut Dipati Ukur adalah Gunung Lumbung. Gunung ini berada di dekat Cililin sekarang. Di gunung tersebut, Dipati Ukur kemudian menyerah kepada pihak Mataram yang menyerbu dengan menggunakan pemimpin dan pasukan dari wilayah Sunda sebelah timur.
Nama Pabuntelan secara administratif, memang telah hilang. Daerah itu sekarang telah berganti nama menjadi Desa Mekarjaya dan Mekarsari. Walaupun telah hilang di peta atau dokumen-dokumen resmi saat ini, nama Pabuntelan masih melekat di kalangan orang-orang yang mendalami tirakat. Menurut penduduk setempat, banyak sekali orang yang mengunjungi darah Pabuntelan saat ini, baik untuk ziarah, maupun bertapa.
“Nama Pabuntelan telah lama hilang. Tapi, para peziarah yang berasal dari Cirebon, Mataram, dan banyak tempat lainnya di Jawa, masih menyebut tempat ini dengan nama Pabuntelan,” ujar Komar, seorang penduduk setempat yang bisa kami temui di sana.
Dari Kota Bandung, tempat ini relatif mudah untuk dijangkau. Bagi yang berminat mendatangi tempat ini, mereka bisa mencapai Kota Ciparay terlebih dahulu, sebelum melanjutkan perjalanan ke arah Cibeureum dan Situ Cisanti.
Untuk menuju Pabuntelan, pengunjung bisa berbelok ke kanan di daerah Maruyung, setelah sebuah SPBU. Setelah melewati Tenjonagara, kita akan menemukan daerah Pabuntelan, yang kini berubah menjadi kampung bernama Cipatat dan menyisakan kompleks makam yang tidak terawat. Desa tersebut merupakan pindahan dari Pabuntelan yang daerahnya tidak jauh dari ibukota Ukur yang telah berubah menjadi persawahan. Letak antara persawahan, kompleks makam, dan Kampung Cipatat bisa kita lihat dengan jelas dari sebuah bukit. Dari bukit itu pula, kita bisa melihat pemandangan indah kawasan Bandung sebelah timur dan sekitarnya. seperti pemandangan Gunung Manglayang, Geulis, dan Kareumbi.
“Asalnya, Pabuntelan berada di sana, kemudian dipindah ke sebelah kanan dengan nama baru, Cipatat. Dan ada kompleks makam dekat pohon nangka dan satu lagi dekat beringin,” ujar pak Komar, sambil menunjuk persawahan yang ada di sebelah kiri pandangan.
Selain Pabuntelan, ada beberapa tempat keramat yang berada di daerah pinggir gunung Malabar. Sebut saja, Padaleman, Ciberecek yang mempunyai komplek makam bernama Makam Jawa, dan makam Mbah Beureum Dada atau disebut makam panjang. Ketiga tempat tersebut ada di Pasir Ipis. “Padaleman itu tempat berkumpul dan bermusyawarah,” lanjut pak Komar.
Nama Pabuntelan sebagai daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Ukur sepertinya harus hilang karena ditelan jaman. Dari penelusuran peta-peta lama yang tersedia di perpustakaan daring milik Universitas Leiden, hanya ada satu peta daerah Priangan yang mencantumkan nama Pabuntelan, yaitu peta yang diberi nomor kode 05120-100-B, dengan tahun 1933.
Dari segi bahasa, pabuntelan berasal dari kata kerja “buntel” yang berarti mungkus naon-naon ku lawon, maksudna lain bisi katenjo eusina, tapi bisi cilaka, leungit, ragrag, jeung sajabana” (=membungkus apa saja memakai kain, bukan untuk menutupi, tapi untuk menghindari kecelakaan, hilang, jatuh, dll). Proses afiksasi membentuk kata Pabuntelan yang berarti tempat ngabuntel (= tempat untuk membungkus).
Sejak ditinggalkan oleh pasukan Dipati ukur, nama Pabuntelan kemudian hanya ditulis di naskah-naskah cerita tentang Dipati Ukur atau diingatan kalangan tertentu saja. Tercantum hanya dalam satu peta kolonial dan terhapus dari urusan administrasi negara, nama Pabuntelan seolah tidak ada. Keadaan ini dapat membuat Pabuntelan menjadi daerah yang perlahan dilupakan.
***
Tautan asli: http://pahepipa.com/mencari-pusat-pemerintahan-ukur/
Ping balik: Takdir Tujuh Sumur | Dunia Aleut!