Dewata yang Masih Menjadi Misteri

Oleh: Aozora Dee (@aozora_dee)

Ngaleut Dewata. Bali? Sepertinya bukan. Ya memang bukan karena Dewata yang dimaksud di sini adalah nama sebuah perkebunan teh di daerah Gunung Tilu, Bandung, sekitar 30 km dari Ciwidey. Kebun seluas 600 ha ini merupakan pemasok bahan baku untuk brand Lipton dan brand lainnya di luar negeri. Keindahan tersembunyi yang harus dicapai dengan melewati jalanan yang sangat rusak. Itulah yang aku baca sekilas tentang Dewata dari berbagai sumber di internet.

Minggu, 30 April 2017 kami berangkat ke Dewata. Kedai Preanger di Jl. Solontongan yang menjadi titik kumpul keberangkatan sudah mulai dipenuhi teman-teman yang akan ikut ngaleut. Terlihat motor-motor sudah berbaris rapi di depan kedai. Motor-motor jarang dicuci bahkan jarang di-service tapi layak jalan dan tetap bisa diajak melewati medan apapun. Asli! Ini bukan ngebagus-bagusin motornya anak Aleut tapi jika kamu mau bukti, silahkan ikut gabung dan lihat sendiri penampakan asli motor mereka.

Rute awal adalah rute aman karena itu masih daerah perkotaan. Kedai – Batununggal – Mengger – Dayeuhkolot – Cisirung – Sayuran – Rancatungku bisa dilewati dengan baik. Begitu masuk ke Bandasari, perjalanan mulai memasuki tahap siaga satu. Jalanan sudah mulai menampakan permukaan kasarnya, kami mulai menemukan jalan berlubang dan genangannya. Terlebih jalan ini baru pertama kali kami lewati sehingga kami sedikit mengandalkan GPS.

Tiba di Leuweung Datar, maka dimulailah perjalanan yang sesunguhnya. Sudah tidak bisa diprediksi bagaimana bentuk jalannya selanjutnya. Leuweung Datar tak sedatar namanya. Dikiranya datar tapi ini malah kebalikannya. 20 motor yang ikut ngaleut harus melewati tanjakan ini. Masya allah… Baca lebih lanjut

Iklan

Pengalaman Menarik Di Ngaleut Dewata

Oleh: Mey Saprida Yanti (@meysaprida)

Gelap, dingin, mencekam. Tidak pernah terpikir sebelumnya akan mengalami ketiga hal tersebut secara berbarengan, saat ngaleut ke Perkebunan Teh Dewata bersama Komunitas Aleut di penghujung April kemarin. Kalau pulangnya malam hari, saya sih sudah menduga, karena esok hari adalah May Day, libur di hari senin.

Sebelum mulai Ngaleut, beberapa teman sudah mempelajari peta. Rencananya kami akan melalui jalur yang tidak biasa. Belum ada teman yang pernah melaluinya, kecuali dari Buahbatu ke Cangkuang via Mengger.

Dewata, selain nama perkebunan the, juga merupakan nama Gunung. Kebun teh Dewata berada di sekitaran Gunung Tilu yang merupakan hutan konservasi, sehingga banyak hewan yang dilindungi di dalamnya.

Pukul 07.17 menjadi waktu kumpul kami. Sebetulnya diharapkan semua bisa datang lebih pagi karena beberapa jalur yang akan dipilih belum pernah dilewati sebelumnya. Kalau sampai pergi terlalu siang, dijamin semua pegiat akan pulang larut malam.

Kami memulai perjalanan sekitar pukul 08.00. Semua tampak bersemangat untuk memulai perjalanan. Ada beberapa teman baru yang bergabung, perjalanan didominasi oleh kaum hawa berhijab, membuat para lelaki semakin bersemangat untuk memulai perjalanan. Pengalaman baru telah menanti kami di sana, perjalanan yang kami lalui pasti menjadi perjalanan indah yang tidak terlupakan. Baca lebih lanjut

Bertandang Ke Kampung Adat Cikondang

Oleh: Irfan Noormansyah (@fan_fin)

“Pami dipasihan widi, insya Allah bakal kengeng, pami teu aya widi ku gusti, moal ayaan eta potona” (Kalau dikasih ijin, insya Allah bakal dapat, kalau tidak direstui sama Tuhan, nggak akan itu fotonya), begitu ucap Ki Anom Juhana sang Juru Kunci Kampung Cikondang saat ditanya mengenai aturan memotret di Hutan Larangan. “Tapi ayeuna mah dinten kemis, pasti ayaan geura potona”(Tapi karena sekarang hari Kamis, pasti muncul hasil fotonya), lanjut beliau sambil mempersilahkan untuk memotret. Hutan Larangan atau forbidden forest ini seringkali saya baca dan tonton pada sebuah film fiksi seperti Harry Potter, namun tak pernah saya sangka Hutan Larangan benar-benar ada dalam dunia nyata.

Kamis (11/5) lalu, saya bersama-sama dengan Komunitas Aleut berkesempatan menginjakkan kaki ke dalam Hutan Larangan Kampung Adat Cikondang yang terletak di kawasan Lamajang, Pangalengan, Kabupaten Bandung. Kami diperbolehkan masuk ke dalam karena kebetulan hari tersebut bukan hari larangan kunjungan. Pada hari Selasa, Jumat dan Sabtu biasanya tak seorang pun dapat berkunjung ke Hutan Larangan, termasuk warga sekalipun. Selain itu, bagi yang beragama di luar muslim serta bagi wanita yang sedang datang bulan sama sekali tak diperbolehkan masuk ke dalam, walaupun pada hari diperbolehkannya kunjungan. Baca lebih lanjut

Ngaleut Déwata: Tanjakan, Halimun, jeung Béntang

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Panon poé geus meleték di belah wétan, basa kuring hudang tuluy gura-giru indit ka cai. Minggu, 30 April 2017, kuring saparakanca rék ngaleut ka Déwata. Indit téh tangtu waé kudu isuk-isuk, da ari pabeubeurang mah pamohalan, teuing boa iraha balik deui ka Buahbatu. Cai karasa nyecep kana awak, ma’lum da teu unggal poé kuring mandi isuk-isuk téh, sasarina mah biasa wé mun geus deukeut ka waktu lohor.

Barudak geus jul-jol, sawaréh aya nu anyar, munggaran milu ngaleut. Kira wanci ngaluluh taneuh, rombongan geus siap, nya teu lila bring waé ka belah kidul. Eureun sajongjonan di POM béngsin Sékélimus, teu lila tuluy méngkol ka arah Batununggal, mapay Mengger, tuluy bras ka Jalan Mohamad Toha. Palasari, Cisirung, Rancamanyar diliwatan. Wahangan Ci Tarum katempo coklat kawas bajigur. “Tah, ieu Ci Tarum heubeul, mun itu Ci Tarum anyar,” ceuk kuring ka Méy. Nu dibéré nyaho padu ngabetem, sigana keur ngaregepkeun.

Mun momotoran kieu kuring sakapeung sok kapikiran méré ngaran ka motor sorangan nu geus dibabawa kaditu-kadieu. Ti Sedep, Cikajang, Pameungpeuk, Bayah, Cisalak, Brebes, Majenang, jeung patempatan séjénna ku motor kuring geus katincak. Bagéan handapna geus rujad basa diteunggar ku batu sagedé orok di leuweung saméméh Papandayan. Tapi naon kira-kira pingaraneunana? Mun motor Akay geus boga ngaran nyaéta Si Kuya, tapi motor kuring mah nepi ka anyeuna can boga asma. Kungsi kapikiran rék dibéré ngaran “Aya Jalan Komo Meuntas”, tapi panjang teuing, jeung asa kurang merenah wé deuih. Cag, tunda heula sual ngaran motor, anyeuna urang tuluykeun carita lalampahanna.   Baca lebih lanjut

Menutup April di Rancabolang

Oleh: Chyntiami Ayu Dewi (@chyntiami)

Minggu 30 April 2017, Komunitas Aleut mengadakan kegiatan rutinnya, kali ini berjudul Ngaleut Dewata. Konon Dewata adalah nama sebuah perkebunan teh di kawasan Ciwidey yang sudah ada sejak zaman Hindia Belanda. Tidak seperti minggu-minggu sebelumnya, kali ini para peserta datang lebih awal, mungkin karena mereka merasakan apa yang Neneng rasakan, tak sabar menantikan kejutan apa yang ada di Ngaleut Dewata ini. Kami sudah berada di titik kumpul yang telah ditentukan sebelumnya oleh Komunitas Aleut, di Kedai Preanger, Jalan Solontongan 20-D Buahbatu sejak pukul 07.00 pagi.

Sekitar pukul 08.00 briefing sudah berlangsung, sama seperti briefing-briefing sebelumnya yang meliputi acara perkenalan, pembagian pasangan di perjalanan, dan peyampaian gambaran umum rute yang akan dilewati. Ya, Neneng berpasangan dengan Teh Dewi. Tepat pukul 08.30 Neneng mulai meluncurkan motor matik bersama 20 motor lainnya melewati rute yang telah ditentukan.

Check Point pertama adalah pom bensin di Jl. Sekelimus. Kami semua diwajibkan untuk mengisi bahan bakar terlebih dahulu. Kemudian kami memutar arah memasuki perumahan Batununggal, lalu keluar di Mengger, melewati pabrik coklat yang membuat Neneng lapar seketika. Motor terus melaju ke arah Cisirung-Sayuran-Rancamanyar-Bojongwaru-Rancaengang-Doton-Gandasari-Gandasoli Kidul. Di jalur ini kami sudah mendapat suguhan pemandangan hamparan sawah dan gunung. Neneng yakin ini baru pemanasannya saja karena jalanan yang dilalui masih bisa dibilang sangat mulus dalam kategori Ngaleut Alam.

Kami berhenti sebentar di sebelah tukang kue balok di Rancatungku sebelum menyeberang ke arah Babakan Peuteuy. Kue balok! Sial kue itu mengingatkan kembali pada rasa lapar yang tadi sempat terlupakan. Neneng ditawari kantong hitam berisi kue balok oleh seorang kawan untuk pengganjal lapar. Neneng mengambil satu dan langsung melahapnya. Sialnya, gigitan terakhir kue itu malah membuat lapar semakin membuas.

Baca lebih lanjut