Mencari Raden Saleh

Ditulis Oleh: Aditya Wijaya

Tulisan ini merupakan lanjutan dari perjalanan Ngaleut Bogor yang diselenggarakan oleh Komunitas Aleut.

Makam Raden Saleh di Bogor. Foto: Aditya Wijaya

Beberapa waktu lalu sedang ramai film mengenai Raden Saleh yang berjudul “Mencuri Raden Saleh”. Ada kisah yang tak kalah menarik dengan film itu. Bagaimana nisan Raden Saleh ditemukan kembali setelah lama terlupakan di Bogor.

Raden Saleh yang bernama lengkap Saleh Sjarif Boestaman lahir di Semarang tahun 1814. Dia berasal dari keluarga bangsawan yang berkerabat dengan Bupati Pekalongan dan Semarang.

Di usia dini dia sudah memiliki bakat seni lukis. Dia menerima pelajaran menggambar dan melukis pertamanya dari pelukis A.A.J. Paijen. Seorang pelukis Belgia yang ketika itu tinggal di Weltevreden.

Prof Reinward, seorang pelukis dan ahli botani yang dikenal sebagai perancang Kebun Raya Bogor, menaruh perhatian padanya. Gubernur Jenderal Van de Capellen, menganggapnya sebagai pemuda yang menjanjikan dan mendukungnya pergi ke Belanda atas biayanya bersama keluarga De Linge, yang sering dikunjungi Raden Saleh. Sumber: Tulisan Oom Snuffelaar di koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië tanggal 28-06-1930.

Di Belanda, Raden Saleh belajar melukis pada Cornelius Kruseman dan Andreas Schelfhout. Dari Kruseman Raden Saleh mendapatkan keterampilan melukis potret yang kemudian akan membuatnya dikenal di kalangan bangsawan Eropa. Sedangkan keterampilan melukis lansekap didapatnya dari Schelfhout. Ia juga mengagumi karya-karya Eugene Delacroix, pelukis legendaris dari Perancis.

Raden Saleh menghabiskan sekitar 20 tahun di Eropa. Ia bekerja sebagai konservator untuk koleksi seni milik pemerintah, juga sebagai pelukis resmi untuk Gubernur Jenderal. Tahun 1852 Raden Saleh kembali ke Hindia Belanda dan menikah dengan seorang keturunan Jerman, Constancia von Mansfield yang mendirikannya sebuah landhuis di Cikini. Rumah ini dirancang dengan inspirasi dari rumah yang pernah ditinggalinya di Eropa, Callenberg Castle.

Setelah Constancia meninggal, Raden Saleh menikah lagi tahun 1867 dengan seorang Raden Ayu Danudirdja, dari bangsawan keraton Yogyakarta. Mereka kemudian menetap di Bogor, dekat Kebun Raya Bogor. Raden Saleh masih mengadakan perjalanan ke beberapa negara Eropa bersama Raden Ayu, namun ketika di Paris mengalami istrinya mengalami sakit keras dan ketika itu tidak diketahui apa penyakitnya. Pasangan ini memutuskan untuk segera kembali ke Bogor.

Pagi itu, 23 April 1880, Raden Saleh tiba-tiba merasa sakit dan mencurigai bahwa dirinya telah diracun oleh salah seorang pembantunya. Tak berapa lama, ia meninggal. Raden Saleh dimakamkan dua hari kemudian di Kampung Empang, Bogor. Banyak tokoh pemerintahan Belanda dan kalangan bangsawan yang menghadiri pemakamannya. Tiga bulan kemudian, Raden Ayu Danudirja menyusul wafat.

Tulisan Oom Snuffelaar mengenai Raden Saleh. Sumber: Koran

Kutipan berita kematian Raden Saleh dari koran Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie tanggal 24-04-1880.

“Artis Hebat Meninggal. Pelukis terkenal Jawa Raden Saleh kemarin meninggal dunia secara mendadak di rumahnya di Buitenzorg. Ada desas-desus bahwa dia diracuni oleh istri seorang pelayan yang dia tuduh mencuri dan yang kemudian dijatuhi hukuman 6 tahun kerja paksa secara berantai. Almarhum pasti bangun di pagi hari dengan sangat sehat, tiba-tiba merasa tidak enak badan dan kemudian menyatakan kecurigaan bahwa dia telah diracuni. Segera setelah itu dia meninggal. Sedihnya, lukisan Hindia mati bersamanya. Hari ini dia dimakamkan.”

Nisan Raden Saleh terbuat dari marmer. Foto: KITLV

Puluhan tahun kemudian, di suatu tempat di Bogor, Mas Adoeng, seorang keturunan bangsawan Sunda Raden Panoeripan, hendak membersihkan ilalang di sebelah barat rumahnya. Tak disangka setelah ilalang dibersihkan terkuak dua nisan besar bertuliskan huruf-huruf berbahasa Belanda. Nisan itu terbuat dari marmer. Dua nisan tersebut tak lain adalah makam Raden Saleh dan Istrinya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1923. Tahun 1953, Bung Karno mengunjungi makam Raden Saleh dan memberi tugas arsitek Friedrich Silaban untuk memugar makamnya. Di belakang makam Raden Saleh sebenarnya terletak makam Raden Panoeripan dan beberapa makam keturunannya. Konon makam Raden Panoeripan sudah ada sejak abad ke-17.

Terlihat pagar bambu di sekitar nisan. Foto: Denhaag Wiki

Kutipan dari koran De Indische Courant tanggal 04-08-1925 mengenai makam Raden Saleh.

Raden Saleh 1888-1925

Seorang penduduk Buitenzorg menulis kepada kami:

Untuk artikel oleh Mr. V.I. van de Wall, muncul dalam pelengkap bergambar dari Indische Courant ddo. 25 Juli 1925, bolehkah saya menambahkan yang berikut ini:

Di tengah perkampungan Bondongan, dikelilingi oleh pemukiman orang-orang Hindia, terbentang, tak terlihat dari jalan, di sebuah dataran kecil, makam pelukis terkenal, mendiang Raden Saleh.

Makam yang agak terpelihara oleh penduduk asli ini dikelilingi oleh pagger bambu dan memuat prasasti sebagai berikut:

Raden Saleh djoeroe gambar dari Padoeka Kandjeng Radja Walanda Ridder der Orde van den Eiken Kroon. Kommandeur met de ster der Frans Jozeph-orde. Ridder der Kroonorde van Pruisen. Ridder van den Witten Valk. Meninggal di Bogor 23 April 1880.

Di sebelah kuburan ini, tugu peringatan lain didirikan pada tahun 1881, yang memuat prasasti berikut:Ter nagedachtenis van Raden Saleh en Raden ajoe Saleh Danoe Dirdio door Hunne vrienden. Buitenzorg 31 Juli 1818.

Makam Raden Panoeripan. Foto: Aditya Wijaya

Makam Raden Saleh saat ini dirawat dan dijaga oleh juru kunci yang merupakan keturunan langsung dari Raden Panoeripan. Ketika kami datang ke makam, ada Bu Sandra dan suaminya yang menemani kami dan menjelaskan mengenai makam Raden Saleh. Keluarga Bu Sandra merupakan juru kunci turun temurun dan keturunan dari Raden Panoeripan. Keluarga Bu Sandra memiliki rumah tepat di seberang makam. Menurut informasi rumahnya dibangun tahun 1920an. Sementara itu ketika mengobrol dengan Suaminya, ia menuturkan bahwa ketika muda sering berziarah ke mana-mana. Rasanya banyak sekali yang ingin ditanyakan tentang pengalaman masa mudanya ketika berziarah tapi sayang karena waktu yang terbatas jadi tak sempat.

Lukisan-lukisan yang tersimpan di saung dekat makam. Foto: Aditya Wijaya

Hanya sedikit yang bisa saya ceritakan, mungkin di lain waktu bisa kembali berkunjung ke sini.

Salam.

Aditya Wijaya

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s