Oleh: Deuis Raniarti (@deraniarti)
“……. i’m coming home, i ‘m coming home,
tell the world that i’m coming home,
let the rain wash away
all the pain of the yesterday…”
Sepasang penyuara telinga tersemat pada indra pendengaran. Lagu Coming Home yang dilantunkan Skylar Grey menemani perjalanan saya ke kota Bandung. Saya pikir lagu ini cukup tepat dengan suasana saat ini.
***
Cerita berawal ketika untuk pertama kalinya saya mengikuti momotoran Komunitas Aleut. Kali ini tempat yang dituju adalah Villa Kidang Kancana yang berada di dekat perkebunan teh Rancabali, Ciwidey. Meskipun saya belum pernah ke sana, namun dapat dipastikan jika daerah sana adalah tempat yang dingin. Pada Jumat, 25 Januari 2019 saya mulai berkemas dan mempersiapkan kebutuhan pribadi dan perbekalan yang harus cukup untuk dua hari. Mengingat rencana berangkat menuju Ciwidey akan dilaksanakan Sabtu pagi dan perkiraan pulang ke kota Bandung pada hari Minggu.
Kami berangkat dari Kedai Preanger yang terletak di Komplek Pasir Jaya, Pasirluyu, Bandung. Total ada delapan motor dengan lima belas orang yang siap berangkat menuju tempat yang dituju.
Rombongan sempat terpisah sesaat setelah beberapa menit para rider mengendarai motornya dari Kedai Preanger. Hingga akhirnya jembatan Mengger menjadi tempat kami kembali bertemu. Sepanjang perjalanan, Mang Agus atau yang kerap kali disapa Mang Ajus terus menanyai saya, “Ran, coba lihat ke belakang, ada Pak Ridwan dan Mang Alex nggak?” kalimat itu beberapa kali terlontar dan saya pun beberapa kali harus menoleh ke belakang untuk memastikan keberadaan mereka. Tampak di depan saya, rombongan motor Aleut berjajar sesuai alur, bisa dipastikan kalau rombongan kami aman dan tetap berada pada jalur yang dituju.
Sekitar pukul sebelas siang, salah satu motor mengalami bocor ban dan harus segera dibawa ke bengkel terdekat. Rombongan terbagi menjadi dua, empat motor menunggu di bengkel, sedangkan empat motor yang berada di depan sudah cukup jauh melaju. Mengetahui ada masalah di barisan belakang, empat motor di depan memutuskan berhenti dan menunggu di salah satu toko makanan sambil beristirahat. Setelah rombongan belakang kembali bergabung, perjalanan pun kami lanjutkan. Hari sudah semakin siang namun udara masih terasa sejuk. Tampak kawan-kawan lain sedang larut dalam obrolan untuk mengusir rasa kantuk.
Baca juga: Momotoran Bandung-Bantul
Karena satu dan lain hal rombongan kami kembali terpisah, kali ini motor Mbak Mey yang dikendarai Mang Irfan salah memutar jalan. Akibatnya perjalanan mereka sedikit lebih jauh dibanding dengan yang lain. Sambil menunggu kembali bergabungnya Mang Irfan dan Mbak Mey, kami memutuskan beristirahat sambil membeli cemilan sebagai pengganjal rasa lapar.
Setelah semua kembali terkumpul, kami melanjutkan perjalanan. Tak terasa kami sudah memasuki kawasan Ciwidey, jalanan dihiasi belokan-belokan dengan kontur jalan yang menanjak dan menurun. Di sini kekompakkan rombongan momotoran kembali diuji, karena bisa saja salah satu dari kami tertinggal atau bahkan kembali terpisah dalam rombongan.
Terlihat beberapa bus dengan muatan penuh ikut menyusuri jalanan ini, tentu saja tujuan mereka adalah untuk berwisata. Mengingat kawasan Ciwidey terkenal dengan wisata alamnya. Motor yang saya tebengi tepat berada di belakang bus. Tentu hal tersebut membuat saya sempat takut dan sedikit cemas, apalagi ketika bus mulai berbelok mengikuti jalanan yang menanjak. Melihat saya yang ketakutan dan motor kami yang sudah cukup tertinggal jauh dari rombongan, Mang Ajus memutuskan untuk menyalip bus itu. Wah rasanya cukup menegangkan.
Baca juga: John Berger atau Seni Momotoran ala Komunitas Aleut
Tempat yang dituju sudah semakin dekat setelah kami cukup lama berkendara. Kami memutuskan untuk mencari tempat beristirahat lalu makan siang dan mencari masjid untuk menunaikan sholat dzuhur. Udara semakin dingin namun suasana menjadi kian hangat dengan obrolan dan canda tawa. Setelah energi penuh terisi, kami melanjutkan perjalanan dan akhirnya tiba dengan selamat di tempat tujuan.
Kini momotoran bagi saya bukan hanya tentang berkendara, lebih indah dari itu. Momotoran mengajarkan saya banyak hal, tentang kekompakkan dalam kerja tim, sabar menghadapi berbagai situasi, solidaritas, menekan ego dan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama. Kini, bukan lagi sejauh mana kita berkendara, seindah apa tempat yang akan kita tuju, tapi seberapa banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari setiap perjalanan yang kita lalui.
Baca juga artikel catatan perjalanan lainnya
(komunitasaleut.com – ran/upi)