Susur Jejak Spoorwegen, Rel Kereta Api yang Membelah Bandung Hingga Ciwidey Bagian 2

#2 Susur jejak spoorwegen

Susur Jejak Spoorwegen, Rel Kereta Api yang Membelah Bandung Hingga Ciwidey

Oleh : Sri Evi Rezeki (@evisrirezeki)

Petualangan Susur Jejak Spoorwegen bagi saya pengalaman menembus zaman. Seolah sedang menaiki mesin waktu Doraemon. Mengaduk-aduk perasaan, menyita kekuatan.

Baca juga Susur Jejak Spoorwegen, Rel Kereta Api yang Membelah Bandung Hingga Ciwidey Bagian 1.

Istirahat di Pasirjambu

Tak terasa hari sudah siang. Perut kami mulai keroncongan. Seperti dapat membaca hasrat perut kami, panitia mengajak kami istirahat di Pasirjambu. Sebuah tempat makan dengan konsep alam. Makan di saung-saung diiringi gemericik kolam ikan dan angin yang berhembus mengantarkan wewangian dedaunan bebungaan.

#2 Susur jejak spoorwegen 1

Rumah makan di Pasirjambu

Bagi peserta muslim dipersilakan untuk salat terlebih dahulu. Sehabis itu makan nasi kotak dengan menu masakan tradisional khas Sunda. Sambil makan, kami didongengi oleh kisah keluarga Kerkhoven yang membuka lahan-lahan perkebunan di selatan Priangan.

#2 Susur jejak spoorwegen 2

Para penyusur makan bersama

Stasiun dan Turntable Ciwidey

Perut sudah kenyang, jangan sampai kantuk menyerang. Segerelah kami melanjutkan perjalanan Susur Jejak Spoorwegen menuju Stasiun Ciwidey. Di sana minibus diparkirkan di lapangan kecil dekat gudang kereta api. Sebetulnya ada dua bangunan selayaknya gudang. Satu lagi posisinya harus memutar jalan.

#2 Susur jejak spoorwegen 3

Gudang kereta api di Ciwidey

#2 Susur jejak spoorwegen 4

Gudang kereta api di Ciwidey

Kami berjalan menyusuri rumah-rumah penduduk untuk sampai ke turntable kereta api. Di antara gang-gang sempit masih terlihat bekas rel kereta api. Melihatnya harus secara jeli karena sangat menyaru dengan jalan.

#2 Susur jejak spoorwegen 5

Bekas rel kereta api

Sejujurnya saya kurang paham apa itu turntable? Sederhananya barangkali tempat memutar arah kereta api. Ini saya kutip dari Wikipedia Indonesia: Pemutar rel (bahasa Inggris: turntable) adalah sebuah alat untuk memutar jalur gerbong kereta. Ketika lokomotif uap masih banyak digunakan, beberapa perusahaan kereta api memerlukan cara untuk memutar lokomotif untuk perjalanan pulang karena operasi kereta tidak diatur untuk mundur dalam jarak jauh dan di beberapa lokomotif kecepatan tertingginya lebih rendah dibandingkan kecepatan mundur. Pemutar rel juga digunakan untuk memutar gerbong observasi sehingga ujung ruang jendelanya menghadap bagian belakang kereta.

#2 Susur jejak spoorwegen 6

Turntable kereta api di Ciwidey

Oh, jadi kalau kereta api zaman dulu tidak bisa bergerak mundur. Makanya dibutuhkan pemutar rel atau turntable ini. Turntable di Ciwidey kondisinya agak mengenaskan. Dikepung rumah penduduk dan dijadikan tempat pembuangan sampah juga tempat mengeringkan pakaian.

#2 Susur jejak spoorwegen 7

Kang Alex bercerita tentang anak kecil yang terbawa kereta api

Stasiun Ciwidey juga kondisinya cukup menyedihkan. Bangunannya nampak tidak terurus. Menurut Kang Alex, zaman dulu, keberangkatan kereta api bisa dipakai sebagai penanda waktu. Misalnya keberangkatan kereta api pertama jam 04.00 dipakai sebagai patokan imsak. Dan banyak cerita lucu. Ada anak kecil yang terbawa kereta api kemudian dipulangkan keesokan harinya. Ya ampun ini anak kok jarambah banget, ya? He he he.

#2 Susur jejak spoorwegen 8

Stasiun Ciwidey

Di sini kami masih bisa menemukan rumah kepala stasiun kereta api berkat petunjuk penduduk setempat. Kondisi rumahnya seperti tidak dipugar. Entah siapa yang menempatinya sekarang.

#2 Susur jejak spoorwegen 9

Rumah kepala stasiun kereta api Ciwidey

Kebun Teh Ciwidey

Entah mengapa setiap kali datang ke sebuah perkebunan, baik itu teh dan kopi membuat saya merasa bahagia. Jajaran pohon serupa pola-pola, para petani yang memetik buah, harum dedaunan, dan bau tanah basah membuat saya rindu. Makanya begitu Kang Ridwan mengumumkan bahwa kami diberi bonus buat mengunjungi kebun teh Ciwidey saya girang sekali.

#2 Susur jejak spoorwegen 10

Kebun teh Ciwidey

Begitu sampai, saya dan beberapa teman langsung menyebrang jalan, naik ke puncak-puncak. Brrr… udaranya sumpah dingin banget! Kabut tebal menyelimuti kami. Telinga saya sampai sakit saking kedinginannya. Namun perasaan bahagia tetap membuncah.

#2 Susur jejak spoorwegen 11

Evi di kebun teh Ciwidey

Kebiasaan saya ketika berada di perkebunan atau alam bebas adalah berteriak! Menumpahkan segala rasa dan menyapa seluruh penghuni alam. Setelah itu, perasaan jadi lega. Saya ingin menari. Berlari menyusuri lorong-lorong tanaman teh. Lorong-lorong ini tentu punya sejarah, saya ingin mereka berbisik dan bercerita di telinga saya.

#2 Susur jejak spoorwegen 12

Evi di kebun teh Ciwidey

Sekitar setengah jam kami menjelajah perkebunan teh akhirnya menyerah juga oleh cuaca dingin. Di warung, segelas kopi menghangatkan kami. Dan tentu saja obrolan ringan yang membuahkan gelak tawa.

Jembatan Andir Atau Jembatan Cikabuyutan

Tempat terakhir yang kami datangi adalah Jembatan Andir atau Cikabuyutan yang terletak di petak antara Pasirjambu dan Cukanghaur. Jembatan yang menghubungkan Desa Cikoneng dan Desa Cukanggenteng ini berada di wilayah Andir. Saya agak bingung sih, bukannya Andir itu di Bandung dekat pasar Ciroyom, ya? Ternyata wilayah yang bernama Andir ini setidaknya ada tiga!

#2 Susur jejak spoorwegen 13

Jembatan Andir atau Jembatan Cikabuyutan

Menarik bila mengetahui asal kata Andir ini. Menurut Kamus Bahasa Sunda yang disusun oleh R.A. Danadibrata, Andir berarti tukang yang mengurus jalan di desa atau di kota. Keberadaan Andir biasanya di tepi jalan utama. Saya memang pernah baca di buku Jan Breman bahwa Cultuur Stelsel itu tidak hanya mengenai tanam paksa, melainkan melibatkan kerja pengabdian bagi petinggi pribumi dan pengurusan jalan. Apakah Andir ini juga terlahir dari masa itu? Entahlah.

#2 Susur jejak spoorwegen 14

Jembatan Andir atau Jembatan Cikabuyutan

Jembatan Andir atau Kabuyutan ini posisinya agak lebih dalam dari jembatan-jembatan sebelumnya. Terhalang ruko dan pom bensin. Kami pun berjalan kaki dari pom bensin menyusuri pematang sawah dan rumah-rumah penduduk. Dari sebuah rumah yang posisinya agak tinggi, saya bisa menyaksikan jembatan ini secara keseluruhan. Konsutruksi rangkanya terbuat dari besi dan masih berdiri kokoh.

#2 Susur jejak spoorwegen 15

Jembatan Andir atau Jembatan Cikabuyutan

Bila melihatnya dari dekat, barulah terlihat bahwa tengah jembatan ini berlubang-lubang. Kondisinya paling ‘antik’, di tengah-tengahnya digelar jalinan bambu dan kayu. Sulit untuk menyusuri jembatan itu karena kiri-kanannya cukup dalam. Karena kondisinya riskan untuk dilalui, di antara kami tak ada yang berani menyebranginya. Menikmatinya dari tepi, menganguminya sebatas pandang. Entah bila penduduk sekitar apakah mereka menggunakannya dalam keseharian? Kalau tidak, bisa dibilang jalur ini mati sama sekali.

#2 Susur jejak spoorwegen 16

Evi di tepi Jembatan Andir atau Jembatan Cikabuyutan

#2 Susur jejak spoorwegen 17

Evi di tepi Jembatan Andir atau Jembatan Cikabuyutan

Jembatan Andir disebut juga Jembatan Kabuyutan karena letaknya bersebrangan dengan Kabuyutan yaitu makam keramat. Kang Hevi pun bercerita bahwa di Kabuyutan tersebut disemayamkan Adipati Kertamanah dan empat muridnya yaitu Eyang Geleng Pangacingan, Eyang Jaga Satru, Eyang Kumis Bereum, dan Eyang Mangku Bumi. Hikayat menyebutkan bahwa Adipati Kertamanah merupakan turunan ke-4 dari Prabu Siliwangi yang menyebarkan agama Islam pada abad 15.

#2 Susur jejak spoorwegen 18

Kabuyutan

Hari menginjak senja. Para penyusur kembali ke mobil dengan hati gembira. Lelah membuat kantuk di pelupuk mata tak bisa ditawar-tawar. Tahu-tahu kami sudah berada di Kedai Preanger lagi. Rasanya petualangan Susur Jejak Spoorwegen, rel kereta api yang membelah Bandung hingga Ciwidey ini sebuah mimpi panjang yang menawan.

#2 Susur jejak spoorwegen 19

Kang Hevi dan Kang Ridwan

Berwisata Sejarah Bersama Mooi Bandoeng 

Berwisata sejarah bersama Mooi Bandoeng membuat saya ketagihan. Ada hal-hal yang tidak bisa saya dapatkan ketika berwisata sejarah sendirian—yang merupakan kebiasaan saya. Pertama, setiap penyusur dibekali goodiebag berisi pin, buku panduan, penganan kecil, dan jas hujan. Kedua, ada tour guide yang menjelaskan sejarah setiap tempat sehingga saya tidak perlu mereka-reka informasi. Ketiga, tour guide bisa saya tanyai sepuas hati. He he he. Keempat, bertemu kawan-kawan dengan minat yang sama.

Ingin mengikuti kegiatan seperti Susur Jejak Spoorwegen atau wisata sejarah menarik lainnya bersama Mooi Bandoeng? Ikuti Instagram mereka @MooiBandoeng dan @komunitasaleut. Tonton penyusuran kami di sini:

Selepas Susur Jejak Spoorwegen, benak saya bertanya-tanya, kapan PT. KAI akan mengaktifkan kembali jalur-jalur tersebut? Yang bisa jadi solusi pemerataan infrakstuktur pembangunan dan ekonomi. Wilayah tersebut memang belum terkesan macet, namun siapa tahu sepuluh tahun ke depan? Lagipula perkebunan-perkebunan di Priangan kembali hidup dengan ditanamnya kembali kopi.

Lalu bila jalur kereta api wilayah Bandung – Ciwidey ini dibangun kembali, bagaimana nasib masyarakat yang kadung menempati? Pasti akan menimbulkan kerusuhan dan isu pengusuran walaupun secara administrasi wilayah tersebut milik pemerintah. Apakah sky train bisa menjadi solusi?

Dan terakhir, risiko pengaktifan jalur kereta api Bandung – Ciwidey apakah berdampak pengrusakan alam? Sungguh ini bukan saja pekerjaan pemerintah, ini adalah pekerjaan kita bersama. Dan sungguh, ketika masanya tiba, semoga saya bisa memberikan sumbangsih secara nyata.

Sekolah Dasar tempat saya sekolah di Banjaran boleh jadi sudah tak ada, namun kenangan menyisir pematang sawah dan memandangi kereta api lewat tak ikut luluh lantah. Susur Jejak Spoorwegen melintasi Banjaran menghidupkan memori masa kecil saya. Saya percaya, suatu hari kelak, kereta api akan kembali hidup di tengah-tengah masyarakat Priangan Selatan.

Referensi: Buku panduan Susur Jejak Spoorwegen yang disusun Mooi Bandoeng.

Tautan asli www.evisrirezeki.com

 

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s