#PojokKAA2015: Secuil Jalan yang Hanya Dibuka Untuk KAA

Oleh: Hevi Abu Fauzan (@hevifauzan)

CDU99nXUkAA9LX2

Sewaktu penulis kecil, tidak ada pemandangan yang paling aneh di Bandung, kecuali ketika melihat secuil jalan dibebaskan dari kandangnya. Iya, saya besar di Jalan Stasiun Timur, dan secuil jalan yang saya maksud adalah sebuah potongan kecil Jalan Otto Iskandardinata (Otista) yang dilintasi rel kereta api di sebelah timur Stasiun Bandung.

Pembukaan jalan yang saya maksud pada saat itu terlihat sangat mewah. Terang saja, iring-iringan kendaraan mengkilap di selingi sirine polisi dan beberapa panser memang menjadi pemandangan yang tidak akan pernah kita saksikan sehari-hari. Sebuah perayaan yang kemudian penulis tahu sebagai peringatan Konferensi Asia Afrika. Dan Bagi penulis, saat-saat kendaraan melintasi secuil jalan itu adalah salah satu keajaiban dunia saat itu.

C360_2015-04-24-10-33-38-561

Potongan jalan itu dipagar di petak yang bersinggungan dengan perlintasan jalan kereta api. Hal ini membuat arus kendaraan yang datang dari Otista selatan dialihkan ke kanan, ke Jalan Stasiun Timur bagian timur (karena Jalan Stasiun Timur juga terbagi dua juga akhirnya). Kejadian dibukanya secuil Jalan Otista di perlintasan ini merupakan tanda-tanda ada sesuatu yang luar biasa sedang berlangsung di kota Bandung.

Dahulu kala, secuil jalan itu merupakan bagian jalan yang bernama Residentsweg (Jalan Residen), yang terbentang dari arah utara di gedung Pakuan menuju selatan di perempatan Jalan Suniaraja dan Pasarbaru Weg.

Dinamakan Residentsweg karena di ujung jalan sebelah utara berdiri kantor residen yang dibangun dari tahun 1864 sampai 1867. Kantor residen yang kini bernama Gedung Pakuan itu dirancang oleh seorang insinyur kepala, staf dari residen Van Der Moore.

Secuil jalan itu berada di daerah yang kini bernama Kebon Jukut (Kebun Rumput). Dinamakan demikian karena saat itu, daerah tersebut konon merupakan daerah yang kosong dan ditumbuhi alang-alang. Tidak heran, jika dua jalan di sebelah timur Residentsweg di sekitar rel kereta api, dinamakan Kebon Jukut Utara dan Jebon Jukut Selatan yang sekarang menjadi bagian timur dari Jalan Stasiun Timur.

Jalan Kebon Jukut Selatan yang di sebelah baratnya bermula dari Residentsweg berakhir di Jalan Suniaraja di sebelah timur. Di sudut pertemuan dua jalan ini dibangun rumah yang didiami oleh pelukis legendaris Belgia, AAJ Payen yang datang ke Nusantara tahun 1817 dan tinggal di sana di antara tahun 1825-1835.

Jalan Kebon Jukut Selatan merupakan jalan yang terakhir dibangun jika dibanding jalan-jalan tua di sekitarnya. Dalam peta bertahun 1882 di buku Robert Voskuil dkk halaman 47, terlihat bahwa Jalan Kebon Jukut Selatan, belum dibangun. Dan entah kapan pula daerah ini mulai dihuni, yang jelas, buyut saya yang merupakan penjahit asal Batavia mulai menempati kawasan ini di sekitar tahun 30-an,

Viaduct pun belum berbentuk seperti sekarang karena daerah Viaduct mengalami perubahan di sekitar tahun 1938. Dalam bukunya Kereta Api di Priangan, Sudarsono Katam memperihatkan foto-foto perubahan jembatan kereta dan jalan di Viaduct. Proyek pembuatan jembatan baru Viaduct ini dikerjakan oleh perusahaan konstruksi Aannemer Lim A Goh, dan Viaduct menemukan bentuknya seperti sekarang.

Meningkatnya kuantitas kendaraan bermotor di kota Bandung menjadikan titik Viaduct ini merupakan titik yang cukup penting karena mampu menjadi penghubung daerah utara dan selatan kota Bandung sekarang. Dapat kita bayangkan andai saja Belanda tidak melakukan perubahan di bagian Viaduct ini.

Di peta tahun 1953, jalan secuil itu jadi pembatas antara Jalan Otto Iskandar Dinata di sebelah selatan, dan Jalan Gubernur di sebelah utara. Ini mungkin sebagai penanda, bahwa gedung pakuan saat itu sudah menjadi tempat kediaman resmi gubernur Jawa Barat. Walaupun akhirnya, sepanjang jalan itu menjadi Jalan Otista sepenuhnya.

Menurut paparan ibu saya, yang tinggal di daerah itu dari akhir tahun 60-an sampai pertengahan 90-an, secuil jalan itu ditutup di awal tahun 70-an entah atas alasan apa. Kecelakaan yang melibatkan kereta api dan kendaraan lainnya memang kerap terjadi, tapi itu mungkin bukan alasan utama, karena di tempat lain pun sama saja. Akibat ditutupnya jalan ini, Jalan Stasiun Timur (sebelah timur) mengalami perubahan bentuk karena mengalami pelebaran ke sebelah kanan. Lahan kosong itu sebelumnya merupakan tempat bermain bagi anak-anak di sana.

Penutupan jalan itu diiringi pembangunan jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki di atas lintasan rel kereta api. Dari atas jembatan penyeberangan, beberapa aktifitas Stasiun Bandung dengan jelas bisa diamati. Di atas jembatan. penulis suka sekali memperhatikan kereta api yang lalu lalang di bawahnya, baik kereta yang menuju timur atau sekedar langsir. Nostalgia masa kecil yang menyenangkan.

Saat ini, secuil jalan ini amat sangat jarang sekali digunakan. Sampai-sampai, beberapa teman penulis bahkan menggelengkan kepala saat diberi tahu ada secuil jalan di sana. Mereka tidak menyadari, bahwa Jalan Otista di bagian utara adalah lanjutan dari Jalan Otista sebelah selatan. Padahal, jika kita lihat di peta sekitar akhir abad 19-an, kita akan tahu bahwa ada jalan tembus di sana.

Dan perayaan KAA ke-60 tahun ini membuktikan itu. Secuil jalan yang dilintasi 2 rel itu kembali dilepas dari kurungannya, untuk sementara.

Ditulis oleh @hevifauzan, admin @simamamung, mahasiswa pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.

Iklan

Satu pemikiran pada “#PojokKAA2015: Secuil Jalan yang Hanya Dibuka Untuk KAA

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s