Oleh: Vecco Suryahadi Saputro (@veccosuryahadi)
Sepintas wajah penghuni kota. Tak kenal wajah sendiri. (Juniarso Ridwan – Ahoaho Bandung)
Jika jalan kaki ke belakang Hotel Savoy Homann, kita akan menemukan satu ruas jalan yang tertulis Jalan Pangarang. Ruas jalan tersebut terkenal dengan hotel dan penginapan yang murah. Tapi, jika kita masuk dan keliling sekitar jalan tersebut, kita akan menemukan hal yang lebih menarik dibanding hotel. Hal tersebut adalah tempat pembuatan wayang golek Pitaloka.
Tempat pembuatan atau bengkel wayang golek Pitaloka berlokasi di Jalan Pangarang Bawah IV. Lokasi bengkel tersebut berada di dalam gang yang muat satu motor. Oleh karena itu, saya sarankan untuk berjalan kaki jika ingin ke sana.
Wayang golek Pitaloka dulu, kini, dan nanti
Saat ini, bengkel wayang golek Pitaloka dijalankan oleh pak Tatang. Menurut pak Tatang, A. Ruchiyat adalah ayah beliau. Sebelum A. Ruchiyat, bengkel wayang golek dijalankan oleh kakeknya bernama Aki Soma. Oleh karena itu, pak Tatang adalah generasi ke tiga yang menjalankan Bengkel wayang golek Pitaloka.
Bengkel wayang golek Pitaloka berlokasi di Jalan Cibadak sebelum pindah ke Jalan Pangarang Bawah. Saat berlokasi di Jalan Cibadak, bengkel dijalankan oleh Aki Soma dan A. Ruchiyat. Bengkel dipindahkan pada tahun 1970-an karena lokasi wisata yang jauh dari bengkel.
Sebelum orde Baru, wayang golek karya Bengkel Pitaloka sering dipakai oleh dalang – dalang dalam pementasan wayang golek. Perlu kita ketahui bahwa wayang golek berharga sangat mahal saat itu. Sehingga satu wayang golek bisa menghidupi satu keluarga selama tiga atau empat hari.
Saat orde Baru, wayang golek karya Bengkel Pitaloka lebih sering dijual sebagai oleh – oleh untuk wisatawan yang ke Bandung. Dikarenakan sering dibawa oleh wisatawan luar negeri, wayang golek bengkel Pitaloka pernah dimasukkan ke indeks tempat pembuatan wayang golek oleh wartawan Eropa dan Australia.
Saking terkenal oleh para wisatawan dan pemerintah kota, Bengkel wayang golek Pitaloka dimasukkan ke dalam Kampung Seni Tradisional Pangarang. Kampung seni tersebut diresmikan pada tanggal 2 November 2002.
Sayangnya, setelah bom bali tahun 2002, wisatawan luar yang berkunjung ke wayang golek Pitaloka memberi dampak terhadap usahanya. Menurut Pak Tatang, bom bali telah ikut mempengaruhi berkurangnya wisatawan luar negeri datang ke Bengkel wayang golek Pitaloka.
Menurut Pak Tatang, Bengkel wayang golek Pitaloka sedang mengalami krisis. Krisis tersebut berasal dari tidak adanya generasi pembuat wayang golek selanjutnya. Sedikitnya orang yang minat dan tahu wayang golek Pitaloka menambah krisis yang dihadapi Bengkel wayang golek Pitaloka.
Filosofi dalam Wayang Golek Pitaloka
Terlepas dari masa depan Wayang Golek Pitaloka yang harus kita bantu. Pak Tatang banyak bercerita tentang filosofi wayang golek buatannya. Sebagai contoh, warna merah Cepot yang menggambarkan sifat temperamen terhadap kebijakan pemerintah dan kerajaan. Selain Cepot, Petruk atau teman Cepot dalam setiap cerita memiliki hidung panjang karena sifatnya yang licik.
Filosofi tersebut juga termuat dan terkandung dalam setiap proses pembuatan wayang golek buatannya. Sebagai contoh, kayu untuk membuat Cepot harus dicuri dari alas Jembatan. Tapi setelah dicuri, alas Jembatan tersebut harus diganti dengan kayu yang baru. Selain itu, kayu Albasiah yang dipakai dalam membuat wayang golek harus berumur tiga tahun dan telah direndam selama tiga hari.
Selama di Ruang Pamer Bengkel wayang golek Pitaloka
Setelah mendapat cerita banyak dari Pak Tatang, tidak lengkap rasanya jika tidak membeli salah satu produk buatannya. Setiap produk buatannya ditampilkan dalam ruang pamer. Ada produk yang berupa topeng, wayang golek mini, wayang golek pertunjukan, pulpen wayang, dan patung wayang. Nah, harga setiap produk tersebut berkisaran Rp. 7.500 – Rp. 700.000. Harga yang terjangkau untuk kualitas yang setingkat dunia.
Di akhir catatan ini, saya selalu berharap agar bengkel wayang ini masih hidup dan bisa dinikmati oleh generasi berikutnya.
Sumber Foto :
@veccosuryahadi
Tautan asli: https://catatanvecco.wordpress.com/2015/03/09/catatan-ngaleut-wayang-golek-pitaloka/