Yuk Cicip Makanan Legendaris di Bandung

Teks dan foto oleh: Rio Rahadian
Bandung itu memang Kota Kuliner, gedung pemerintahannya saja ada satenya”. Demikian ujar Gilang Bhaskara dalam acara Stand Up Comedy Kompas TV bulan lalu. Mendengarnya teman-teman pasti setuju. Bagaimana tidak? Bandung memang memiliki segudang tempat kuliner, beberapa di antaranya bahkan sudah ada sejak 1920-an. Nah, mau tahu apa saja kuliner legendaris Kota Kembang ini? Yuk ikut perjalanan saya bersama Komunitas Aleut! Minggu (14/7) kemarin.
Aleut! kumpul di depan Gedung Merdeka
Perjalanan kami mulai dari depan Gedung Merdeka menuju Braga. Di persimpangan Jl Braga dan Jl Naripan, ada bangunan empat lantai bernama toko kue Canary. Di tempat ini dulu berdiri toko (1) Es Krim Baltic, sebesar rumah satu lantai. Bagian toko yang menghadap Jl Naripan dulunya berupa teras, pengunjung menyantap es krim di situ seraya menikmati pemandangan Braga. Toko ini bertahan hingga 1970-an sebelum akhirnya dibongkar dan dibangun gedung tinggi yang masih ada hingga kini.
Toko kue Canary, dulu berdiri Es Krim Baltic

Masih di Braga, kali ini kami berbagi sejarah sebuah toko roti yang bernama (2) Sumber Hidangan. Ketika berdiri tahun 1929 dulu, namanya adalah Het Snoephuis yang kurang lebih berarti toko makanan manis. Toko ini dibagi dua, separuh toko roti, separuh toko es krim. Di toko rotinya, mereka menyediakan bermacam roti seperti bokkepoot, krentenbrood dan likeur bonbon. Jika teman-teman berkunjung sekarang, suasananya tidaklah jauh berbeda. Hampir semuanya masih otentik dan asli. Etalase dan mesin kasir nampak sudah tua dengan kaca yang memburam. Menurut pegiat Aleut, Reza Ramadhan, toko ini menjual roti tanpa pengawet dan pengembang. Hal itu masih berlangsung hingga kini, itulah kenapa rotinya nampak mungil.

Tampak depan Sumber Hidangan  
Suasana dalam Sumber Hidangan
Roti khas Prancis Croissant yang dijual di Sumber Hidangan. Mungil tapi lezatnya historis banget

 Catatan: Karena alami tanpa pengawet, roti tidak bisa begitu awet. Makanlah di hari yang sama saat kamu beli.

Tempat ke tiga adalah (3) Braga Permai yang aslinya bernama Maison Bogerijen. Restoran ini menyajikan masakan khusus Belanda dan paling beken di era 1930-an. Sama seperti Sumber Hidangan, nama Maison Bogerijen berubah setelah pemerintah Indonesia melakukan ‘nasionalisasi nama asing’. Meski menyediakan masakan Belanda, papan nama di depan menggunakan bahasa Perancis yakni bertuliskan chocolatier (pembuat cokelat), patissiers (pembuat kue) dan boulangers (pembuat roti). Menurut pegiat Aleut, Alfredho, kosakata Perancis digunakan karena kemahsyuran Perancis akan makanan berkelas tinggi.

Tampak depanBraga Permai
Papan nama Braga Permai
Reza (memegang buku) dan Alfredho (baju putih) menjelaskan sejarah Braga Permai
Dari Braga, kami masuk ke Gang Afandi. Kami berjalan beriringan, ke sisi lain dari kemegahan Braga, menyusuri gang-gang belok kanan dan kiri. Saking rumitnya gang-gang di sini, saya dan empat kawan lainnya sampai tersesat hahaa.. Setelah melewati jembatan, kami sampai di lokasi selanjutnya.
Menyusuri Gang Afandi

Adalah (4) C’Mar yang jadi tempat berbagi kami selanjutnya. C’Mar terletak di Jl Naripan, ditusuk oleh Jl Cikapundung Timur. Saat kami ke sana, C’Mar masih tutup. Tapi itu karena C’Mar memang buka malam hari. Makanan yang disediakan di sini adalah makanan home made seperti tumisan dan lainnya. Bila buka, meja-meja akan dikeluarkan dan ditaruh di jalanan depan tokonya. Pengunjung bisa makan sambil menikmati jalanan Bandung di malam hari. Menurut salah satu pegiat Aleut, C’Mar awalnya buka untuk memenuhi kebutuhan loper koran yang beraktifitas di bantaran Ci Kapundung. Namun kini, setelah makin terkenal, C’Mar jadi langganan artis.

Aleutian mendengar pemaparan tentang C’Mar
Baiklah, perjalanan kami lanjutkan ke kawasan Pecinan. Di sini, kami mampir ke (5) Lotek Alkateri. Tak ada yang ceritakan sejarahnya, atau mungkin saya yang tidak mendengar lantaran sibuk beli lotek, jadi saya ceritakan saja loteknya ya? Menurut saya, lotek ini adalah versi fast food. Penjual tidak menggerus kacang dulu melainkan tinggal mencongkel sebongkah besar bumbu kacang seperti batu yang bersembunyi di sisi ulekan. Tinggal masukan sayur rebus, kerupuk, tambahkan kecap agar bumbu jadi encer, aduk-aduk dan voila! Ini dia Lotek Alkateri. Tunggu dulu, inovasi lotek ini belum selesai. Lotek tidak dibungkus biasa, melainkan dimasukan dalam kertas nasi yang dibentuk kerucut, mirip es krim. Dilengkapi dengan sendok, pembeli bisa menyantapnya sambil jalan. Praktis bukan?.
Lotek Alkateri
Lotek versi fast food
Masih di Jl Alkateri, kami menemukan kedai (6) Kopi Purnama.Menurut seorang pegiat Aleut, tempat ini dulunya jadi tempat nongkrong pengusaha sekitar pasar baru kini. Mereka berbincang soal bisnisnya dari pagi hingga sekitar jam 10 siang. Oh ya, kopi di sini memakai kopi dari Kopi Aroma, pabrik kopi jadul tak jauh dari situ.
Kopi Purnama tampak depan
Kami beriringan lagi, kali ini berdesakkan ria di penuhnya Pasar Kota Kembang. Kami memotong sengaja memotong jalan, untuk segera ke lokasi selanjutnya yakni (7) Pisang Simanalagi. Toko yang berdiri sejak 1948 ini menjual berbagai gorengan seperti bakwan, combro dan berbagai kue basah. Namun teman-teman harus beli andalannya yakni pisang goreng. Satu buahnya cukup malah, seharga 2500 , tapi memang sepadan. Pisang gorengnya tidak basah berminyak. Saat digigit, kulitnya tebal dan kriuk sekali. Gigit lebih dalam, pisangnya langsung mengeluarkan rasa manis yang lumer, tak ada kecut atau sepat. Pisangnya berwarna sedikit oranye dan empuk sekali, hanya sedikit mengunyah dan pisangnya sudah menari di lidah. Di sini juga, untuk pertama kalinya selama hidup, saya minum sarsaparila yang rasanya mirip-mirip balsam.
Papan nama Pisang Simanalagi
Pisang Simanalagi, pisang goreng mahal
Sarsaparilla, minuman rasa balsam
Tak jauh dari situ, hanya lewat satu perempatan, kami singgah di (8) Toko Sidodadi. Tempatnya masih otentik, dengan papan nama yang sudah kotor. Toko ini dulunya menjual roti-roti buatan sendiri. Roti-rotinya masih ada hingga kini, namun sekarang toko ini juga menjual makanan dan minuman kemasan yang modern. Jika kita lihat bungkus rotinya, ada yang menarik. Perhatikan seksama tulisan ini: Jadilah Peserta KB Lestari. Ini kan program era Soeharto, benar-benar otentik ya?.
Tampak depan Toko Sidodadi
Roti moka, mudah digigit dan ada potongan cokelat di dalamnya
“Jadilah peserta KB Lestari”
Selepas berfoto di situ, kami berjalan menyusuri Jl Kalipah Apo, lalu berbelok dan keluar di (9) Kawasan Cibadak. Kawasan ini masih area pecinan, dengan ruko-ruko yang khas. Jika kita berjalan di trotoar dan melihat sekeliling, kita akan menemukan cermin-cermin yang ditaruh di atas pintu, itu lambang keberuntungan bangsa Cina. Di sini, Salman bercerita mengenai makanan warisan Cina di Indonesia, diantaranya bakso, bakpao, bakcang dan lainnya. Reza melanjutkan, awalan ‘bak’ berarti babi, namun karena penduduk Indonesia mayoritas menganut Islam, daging babi diganti jadi daging sapi. Pada malam harinya kawasan ini akan ramai dengan pedagang kaki lima. Mereka menjual aneka masakan seperti nasi goreng, kwetiau dan lainnya.
Kawasan Cibadak
Usai perjalanan yang menggendutkan perut dan menguruskan dompet ini, kami melakukan sharing pengalaman. Berbagai pendapat keluar dari mulut masing-masing, tapi intinya adalah kami semua senang. Kami semua senang kuliner Bandung. Ya, Itulah Bandung, Kota kuliner bagi siapa saja. Mulai dari makanan kelas atas warisan Eropa, hingga makanan rakyat warisan etnis Tionghoa. []

Terimakasih untuk Aleut atas ngaleut kuliner ini.

Original Post (http://riorahadiant.blogspot.com)

Iklan

7 pemikiran pada “Yuk Cicip Makanan Legendaris di Bandung

  1. Ping balik: Ontbijt Walanda di Bandoeng | Take And Share

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s