Ditulis oleh: Inas Qori Aina
Sabtu pagi yang cukup cerah untuk mengawali Ngaleut kali ini. Tidak seperti Ngaleut biasanya yang dimulai dari mulai pukul tujuh, pada Ngaleut Bojongsoang, saya dan beberapa kawan Aleut berangkat dari sekretariat Komunitas Aleut pukul sepuluh kurang sebelas menit. Kami berangkat agak siang karena rute serta tempat yang akan kami singgahi tidak banyak dan relatif berdekatan. Pasukan Ngaleut Bojongsoang kali ini hanya ada saya, Rani, Annisa, Reza, Adit, juga MangLex yang menjadi “ensiklopedia berjalan” kami selama Ngaleut berlangsung. Ada pula satu kawan baru kami yaitu Asep yang langsung bertemu di titik Ngaleut pertama.
Oh iya, fyi, Ngaleut Bojongsoang ini merupakan rangkaian Ngaleut setelah Momotoran Lembang yang diadakan beberapa waktu sebelumnya. Pada Momotoran Lembang, kami ziarah ke Makom Oto Iskandardinata di Pasir Pahlawan, Lembang. Ya, jadilah Ngaleut Bojongsoang dalam rangka mengenal lebih dekat Oto Iskandardinata beserta keluarganya. Kenapa Bojongsoang? Karena Bojongsoang merupakan kampung halaman dari Oto Iskandar di Nata dan keluarganya.
Seperti biasa sebelum perjalanan dimulai, beberapa kawan mengisi bensin terlebih dahulu di pom bensin yang ada di Cijagra. Selanjutnya, kami menempuh perjalanan melewati Jalan Batununggal – Jalan Sukapura – dan keluar di Jalan Raya Bojongsoang. Lokasi pertama yang kami datangi adalah Masjid H. Rahmat Adam Al-Ianah. Sebelumnya, saya yang dibonceng oleh Adit sempat salah mendatangi masjid lain. Ya memang tidak jauh dari Masjid H. Rahmat Adam Al-Ianah ada masjid lain. Jadilah kami memutar balik untuk menuju masjid yang dimaksud.
Titik Pertama: Masjid H. Rahmat Adam Al-Ianah
Sehari sebelum Ngaleut Bojongsoang ini rekan-rekan Aleut berdiskusi mengenai lokasi-lokasi Ngaleut yang akan kami datangi. “…keur pembangunan masjid plus aya booth menta sumbangan di jalan.” Ya kira-kira begitulah penggalan chat dari Manggiw, salah satu kawan Aleut yang juga warlok Bojongsoang. Manggiw memberikan secuil informasi mengenai keberadaan Masjid H. Rahmat Adam Al-Ianah. Benar saja, tampak dari jauh, di tengah jalan terdapat seorang laki-laki yang berdiri meminta sumbangan diiringi suara sholawat dari speaker yang cukup nyaring. Kami memarkirkan motor di depan masjid. Di sekitar masjid dapat dilihat beberapa spanduk yang bertuliskan bahwa masjid ini sedang dalam tahap renovasi.

Masjid H. Rahmat Adam Al-Ianah ini terletak di sisi Jalan Raya Bojongsoang. Nama masjid ini diambil dari nama ayah Oto Iskandardinata yakni, H. Rahmat Adam. H. Rahmat Adam dulunya adalah Lurah pertama di Bojongsoang. Ia juga memiliki julukan lain karena jabatannya, yaitu Lurah Sawah Bojongsoang. Semasa hidupnya, H. Rahmat Adam memiliki tanah yang sangat luas di Kabupaten Bandung. Masjid ini pula katanya dibangun di atas bekas lahan rumah keluarga H. Rahmat Adam.

Ketika masuk ke dalam masjid, saya hanya dapat mengamati sekeliling bangunan dari bagian belakang masjid karena di bagian dalam masjid tampak beberapa tukang yang sedang bekerja. Sementara kawan yang lain mengobrol dengan beberapa bapak tua yang tampaknya merupakan panitia renovasi masjid ini. Saya tidak banyak mendengarkan obrolan yang berlangsung karena suasana pada saat itu cukup bising. Saat saya mengamati sekitar bangunan masjid, mata saya tertuju pada sebuah sumur tua yang terletak di bagian kanan masjid. Ternyata, sumur tersebut merupakan sumur rumah keluarga H. Rahmat Adam yang masih tersisa. Sumur tersebut menjadi sumur satu-satunya di masjid ini dan digunakan untuk kebutuhan masjid sehari-hari. Katanya, air dari sumur ini tidak pernah habis.

Tidak banyak informasi yang kami peroleh mengenai sejarah Masjid H. Rahmat Adam Al-Ianah, kami pun memutuskan untuk melanjutkan Ngaleut ke lokasi selanjutnya, yaitu Makam Keluarga H. Rahmat Adam yang terletak tidak jauh dari masjid.
Lokasi kedua: Makam Keluarga H. Rahmat Adam
Kami berjalan sekitar sepuluh menit untuk menuju makam keluarga H. Rahmat Adam, melewati perkampungan kecil yang masih dikelilingi oleh pohon-pohon besar. Setelah hampir salah belok dan diarahkan oleh beberapa warga yang berpapasan, kami pun tiba di kompleks makam keluarga H. Rahmat Adam.
Makam keluarga ini dikelilingi oleh pepohonan rindang. Kata Manglex sih suasananya mirip kayak leuleuweungan di makam Bosscha di Pangalengan. Manglex yang beberapa tahun sebelumnya sudah pernah berkunjung ke makam H. Rahmat Adam, menunjukkan di mana letak nisan H. Rahmat Adam. Komplek makam keluarga ini dikelilingi oleh benteng setinggi dagu orang dewasa serta dilengkapi dengan gerbang yang digembok. Karena tak ada penjaga makam, akhirnya kami pun menanyakan ke warga yang tinggal di dekat makam rumah penjaga makam keluarga H. Rahmat Adam.
Setelah bertanya kepada seorang warga-yang juga merupakan penjaga makam di sekitar sana, kami berhasil bertemu dengan Mang Dedeng. Mang Dedeng adalah penjaga komplek makam keluarga H. Rahmat Adam. Di sekitar makam keluarga H. Rahmat Adam terdapat pula komplek makam keluarga lainnya serta TPU warga.


Mang Dedeng bercerita bahwa ia memiliki ikatan dengan keluarga H. Rahmat Adam. Oleh karena itu, ia sudah cukup lama diamanahi untuk menjaga makam keluarga H. Rahmat Adam. Ia pun menunjukkan nisan-nisan mana saja yang merupakan anak dari H. Rahmat Adam. Mang Dedeng bilang, bahwa warna nisan yang berbeda menjadi ciri dari keturunan siapa orang tersebut berasal. Tidak semua anak H. Rahmat Adam dimakamkan di makam keluarga ini. Makam dari R. Pandi Prawira di Nata serta R. Oto Iskandar di Nata terpisah. Sehingga kita hanya dapat menemukan 6 dari 8 makam anak dari H. Rahmat Adam.
Berikut ini anak-anak dari H. Rahmat Adam yaitu:
1. R. Ating Atma di Nata
2. R. Pandi Prawira di Nata
3. R. Oto Iskandar di Nata
4. R. Endang Wiria di Nata
5. R. Onong Soma di Nata
6. Nyi Raden Soekaesih
7. Nyi Raden Soekaemi (Eluis)
8. Nyi Raden Ratnaningsih
Selanjutnya, Mang Dedeng pun menunjukkan komplek makam R. Ating Atma di Nata yang terpisah dari komplek H. Rahmat Adam beserta saudaranya yang lain. Komplek makam R. Ating Atma di Nata berada di samping komplek makam H. Rahmat Adam. Di sini, R. Ating Atma di Nata dimakamkan berserta istri dan anak-anaknya. R. Ating Atma di Nata pernah memegang jabatan penting di Pemerintah Kota Bandung. Ia adalah Walikota Bandung pertama dari kalangan pribumi.

Waktu sudah semakin siang, kami berpamitan kepada Mang Dedeng. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Mang Dedeng yang telah mengizinkan kami untuk masuk ke makam keluarga H. Rahmat Adam. Kami melanjutkan perjalanan Ngaleut ke lokasi berikutnya.
*bersambung*