Pengenalan Kawasan Perkebunan di Pangalengan

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh: Reza Khoerul Iman.

Momotoran merupakan salah satu kegiatan regular Komnuitas Aleut untuk mengobservasi sejarah suatu tempat. Pada tanggal 24 Oktober 2020, tim peserta pelatihan Aleut Program Development (APD) angkatan 2020 mendapat kesempatan pertama kalinya untuk momotoran ke kawasan Pangalengan. Tujuannya adalah untuk mengobservasi jejak-jejak perkebunan tempo dulu dan beberapa tokohnya.

Untuk Tim APD 2020, ini adalah pengalaman baru momotoran dengan total memakan waktu sekitar 13 jam. Namun, bagi sebagian angkatan lama, ini mungkin kegiatan momotoran yang sudah kesekian puluh kalinya mengunjungi kawasan Pangalengan. Meskipun telah sering kali momotoran, tetapi mereka selalu mendapat hal yang baru lagi dari setiap perjalanannya, karena itu tidak ada kata bosan dalam melakukannya.

Banyak hal yang didapat oleh Tim APD 2020 dari hasil momotoran ini. Bukan hanya sebatas kisah tentang K.A.R Bosscha serta perkebunannya, namun juga pelatihan untuk peka terhadap lingkungan sekitar. Skill berkomunikasi dan kemampuan berinisiatif setiap individu juga dilatih secara tidak langsung. Melalui program momotoran ini juga dilatih kemampuan secara kelompok, seperti kemampuan berkoordinasi dan mengorganisir suatu kelompok.  Terasa program momotoran di Komunitas Aleut ini sangat banyak sekali manfaatnya, baik untuk diri sendiri maupun untuk khalayak umum. Tapi ya, semua akan kembali kepada tujuan masing-masing, apakah orang tersebut ikut hanya untuk sekadar liburan mengisi kekosongan waktu, ataukah malah hanya sekadar untuk menemukan sang pujaan hati?

Di rumah Bosscha. Foto: Reza Khoerul Iman.

Pada pertemuan hari Kamis sebelumnya, terlihat semua kebutuhan dan keinginan masing-masing peserta telah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Pembagian tugas dalam momotoranpun sudah dipersiapkan, sampai setiap orang sudah ditentukan partnerperjalanannya untuk memenuhi kelancaran komunikasi dan keaktifan semua individu. Awalnya Pak Alex berpasangan dengan Madiha, begitu juga Pak Hepi berpasangan dengan Agnia, namun ketika bergabung dengan saya dan Annisa yang menunggu di Alun-alun Banjaran, terjadi perubahan komposisi. Ternyata ini bertujuan untuk melatih komunikasi sesama anggota baru.

Perjalanan belum jauh, namun tiba-tiba kita berhenti di tepian jalan untuk mengamati sekitar. Kami diperkenalkan kepada wilayah sekitar dan yang akan dilalui sepanjang perjalanan, juga kepada Gunung Tilu dan Gunung Malabar yang keduanya terlihat cukup baik dari tempat ini. Pak Ridwan atau yang kita panggil dengan Abang menjelaskan ke arah mana kita berjalan. Jika kita berjalan ke selatan maka akan kemana kita, begitupun jika kita ke utara, timur, dan barat. Terlihat jelas antuasiasme tim APD 2020 pada pemberhentian pertama ini, seakan mereka semua ingin menjelajahi apa yang Abang jelaskan.

Mengenal Perkebunan Kina Tjinjiruan

Setelah melewati jalanan yang banyak oleh kelokan tajam, serta di sisi kanan dan kiri dipenuhi oleh pepohonan yang rindang, dan juga perkebunan teh yang hijau hingga pohon kopi yang masih belum berbuah, kami tiba di lokasi Tugu peringatan 100 tahun Penanaman Kina di Tjinjiruan. Banyak wawasan baru yang dapat diambil dari perberhentian ini. Pak Alex sebagai narasumber dengan semangatnya menceritakan sejarah kina, hingga para tokoh-tokohnya seperti Junghuhn, Hasskarl, Jongkindt, dan Cup. Tim APD 2020 menyimak kisah tentang Junghuhn seakan mereka menyaksikan sendiri sepak terjang Junghuhn di tanah Parahiyangan ini.

Momotoran di Komunitas Aleut ini tampak jelas banyak manfaatnya, bukan hanya memuaskan kebutuhan batin yang memerlukan hiburan, bahkan asupan wawasan yang tiada henti-hentinya di setiap titik perjalanan. Maka akan bermanfaat sekali bagi diri sendiri dan untuk orang lain jika kita dapat memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan momotoran ini.

Mang Alex berbagi cerita di Kebun Tjinyiruan. Foto: reza Khoerul Iman.

Gunung Windu-Wayang-Bedil

Setelah meninggalkan tugu perkebunan kina di Tjinjiruan, Tim APD 2020 bergegas melanjutkan perjalanan. Kami berhenti di dekat rumah yang dijadikan tempat syuting film Pengabdi Setan, bukan untuk mengunjunginya akan tetapi untuk memperhatikan penjelasan tentang  tiga gunung yang berdekatan yaitu, Gunung Bedil-Wayang-Windu. Selain itu juga kita dapat melihat sekumpulan asap besar yang dihasilkan dari gas bumi untuk dijadikan tenaga listrik, terdapat di PLTP Wayang-Windu yang dikelola oleh PT Star Energy.

Ziarah ke Makam K.A.R Bosscha

Walaupun sudah melewati perjalanan yang cukup jauh, tidak tampak sama sekali guratan keluh kesah dan energi negatif dari Tim APD 2020, justru semua saling berbagi energi positif. Padahal banyak di antara peserta yang baru kali ini momotoran dengan jarak sejauh ini. Bahkan ada beberapa yang baru kali ini ke Pangalengan.

Akhirnya sampailah Tim APD 2020 di kawasan perkebunan Malabar, yaitu di Makam K.A.R Bosscha. Di sini Tim APD 2020 bergegas berpencar mencari info dan dokumentasi yang bisa mereka dapat, sebab waktu yang diberikan tidaklah lama. Ada yang membaca tulisan sekilas tentang K.A.R Bosscha, ada yang sibuk memotret untuk diabadikan, ada yang mencari tempat duduk untuk menghayati suasana sekitar, hingga ada yang sempat selfie juga.

Mungkin ada orang yang berpikiran, mengapa harus ke makam Bosscha yang biasa-biasa saja, dan bukannya pergi ke tempat yang lebih instagramable seperti Bukit Nini? Tentu kembali kepada tujuan masing-masing. Momotoran Tim APD 2020 memang bukan untuk sekadar rekreasi, tetapi juga untuk berliterasi. Oleh sebab itu ketika berziarah ke makam Bosscha malah banyak informasi sejarah yang disampaikan. Juga untuk bermuhasabah diri setelah mengenang jasa-jasa Bosscha kepada tanah Parahiyangan ini. Kontribusi apakah, walaupun sedikit, yang sudah kita lakukan untuk pengembangan dan kemajuan tanah Parahiyangan ini?

Lingkungan di sekitar makam Bosscha. Foto: Reza Khoerul Iman.

Berbagi Kesan di Sekolah Bosscha

Tidak lama Tim APD 2020 di makam K.A.R Bosscha, karena melanjutkan perjalanan menuju sekolah yang dibangun oleh osscha. Melewati jalan setapak yang licin dan berbatu, tidak membuat gentar melewatinya, walaupun ada motor yang sedikit tergelincir walaupun tidak terjatuh. Maklum, motor kota.

Sesampainya di sekolah, Tim APD 2020 disambut oleh hujan dan kabut yang tebal. Di sini kami membuka bekal makan siang yang sudah kami beli di warung sebelum memasuki kawasan Perkebunan Malabar. Sambil menyantap makanan yang terlihat begitu enak karena dibumbui oleh rasa lapar, setiap orang berbagi kesan selama dalam perjalanan tadi. Ternyata banyak kisah lucu yang terjadi selama di perjalanan, begitu juga masih banyak hal baru yang masih harus dipelajari bersama.

Sebelum ngampar makan siang di halaman Sekolah Bosscha. Foto: Reza Khoerul Iman.

Rumah K.A.R Bosscha

Perjalanan masih terus berlanjut. Kabut cukup tebal ketika kami tiba di rumah Bosscha. Sambil beristirahat, kawan-kawan membuat catatan-catatan pendek untuk bahan tulisan nanti. Setelah itu kami berkeliling membuat dokumentasi dan mengumpulkan berbagai informasi yang bisa didapatkan di lokasi. Saat kami di sana, ada sekelompok orang menyewa dua rumah kayu di belakang rumah Bosscha untuk keperluan foto prewedding. Menarik juga, mereka memilih rumah kuno di tengah perkebunan ini untuk kenangan pernikahan mereka nanti.

Warung di Situ Cileunca

Dari rumah Bosscha, Tim APD 2020 membelah hujan lebat dan kabut di Perkebunan Teh Pasirmalang. Jalur jalan ini katanya tidak terlalu sering dilewati oleh Aleut. Sekeluarnya dari kawasan Pasirmalang, kami mampir berteduh di sebuah warung kecil di pinggir Situ Cileunca untuk menghangatkan diri baik dengan secangkir kopi, atau mie baso, bahkan kenangan.

Mengutip perkataan Abang, warung ini merupakan satu-satunya warung di daerah tersebut beberapa tahun ke belakang, namun saat ini sudah banyak warung-warung lainnya bahkan ada warung yang lebih besar yang menutupi warung kecil tersebut. Warung kecil ini memiliki tempat makan yang menghadap ke Situ Cileunca, sehingga menjadi nilai plus dan menjadi daya tarik sendiri.

Berat kenangan di Situ Cileunca. Foto: Reza Khoerul Iman.

Membelah Gunung Tilu hingga Gambung

Setelah melepas lelah di warung kecil tadi, Tim APD 2020 memutuskan memilih jalan pulang melewati Gunung Tilu, karena dirasa masih belum puas dengan perjalanan yang telah dilalui. Namun ada sebuah insiden yang tak terduga, ban belakang motor Pak Hepi harus ditambal, maka perjalanan berhenti untuk menambal ban. Sambil menunggu, kami saling bercerita, bercanda, hingga saling berbagi makanan, mencairkan suasana yang dingin oleh hujan sore itu sekitar pukul lima sore.

Motor Pak Hepi beres ditambal dan Tim APD 2020 tancap gas melanjutkan perjalanan dalam cuaca yang sudah mulai menggelap. Jalur jalan membelah Gunung Tilu ini dihiasi oleh hutan lindung yang gelap, dan juga perkebunan teh yang sudah dimakan oleh kegelapan. Berbagai kebutuhan untuk membelah Gunung Tilu ini sudah dipersiapkan matang oleh Abang seperti menyiapkan perlengkapan keamanan untuk berjaga-jaga bila ada hal tak terduga terjadi.

Akhirnya kami berhasil keluar Gunung Tilu, dan sampai di Pasirjambu sekitar pukul tujuh malam. Kami beristirahat sebentar di Indomart Pasirjambu sambil bercerita tentang perjalanan ekstrim barusan. Baru setelah sampai di tempat ini kami mendapat cerita-cerita nyata yang menyeramkan yang memang pernah terjadi di kawasan itu.

Hmmm….

Sesaat sebelum memasuki kawasan hutan di Gunung Tilu. Foto: Reza Khoerul Iman.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s