Oleh: Erna Sunariyah (@ernasunariyah)
Saya termasuk orang yang suka dengan bangunan heritage. Apapun jenis maupun nilai yang dimiliki oleh bangunan tersebut. Saat tour mengenang K.A.R Bosccha tanggal 25 November 2017 lalu bersama mooi Bandung, saya berkesempatan untuk mengunjungi rumah Bosscha, salah seorang preanger planters yang paling berpengaruh di tanah priangan.

Rumah ini terletak di tengah perkebunan teh Malabar, kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Kenapa disebut rumah Bosscha? Karena rumah ini merupakan kediaman dari Karel Albert Rudolf Bosscha selama ia memimpin perkebunan teh Malabar selama 30 tahun lebih.
Dari kejauhan terlihat bangunan paling mencolok diantara bangunan lain sekitarnya. Sebuah rumah bergaya arsitektur Eropa dengan cerobong menjulang dan pilar persegi serta kolom jendela melengkung. Bagian atap berbentuk segitiga mengadaptasi atap rumah tradisional. Batuan alam warna hitam pada dinding luar diberikan agar tidak terlihat kotor saat terkena debu atau cipratan tanah saat hujan. Dinding rumah yang terpasang kaca di hampir semua bagiannya, membuat cahaya bebas masuk ke dalam rumah.
Pepohonan dan lapangan rumput disekitarnya pun memberi kesan asri dan menyiratkan bahwa pemiliknya dulu memang menyukai ketenangan.
Sebelum masuk, mata saya tertuju pada sebuah pintu kayu yang diatasnya terpahat tahun didirikannya rumah tersebut. Tertulis ‘Rumah ini dibangun tahun 1896 oleh K.A.R Bosscha’. Walaupun beberapa sumber menyebutkan bahwa rumah ini dibangun tahun 1908, namun bagi saya yang mana yang benar tidak masalah. Yang jelas, rumah ini sangat tua dan cantik.

Sempat kebingungan mencari pintu masuk ke dalam rumah lewat mana, karena pintu yang pertama saya temukan tadi terkunci, saya pun berjalan ke arah kiri teras. Dan benar saja. Ternyata, pintu utamanya berada di seberang dari pintu pertama tadi. Dan berada persis di depan halaman berumput hijau yang cukup luas. Sebuah pintu geser dibuka oleh pengelola rumah Bosscha ini dan mempersilahkan saya masuk ke dalam.
Melangkah kedalamnya, kesan rumah jadul dan mewah di jamannya sangat terasa. Langit-langit rumah dibuat lebih rendah dan hampir seluruh lantainya dilapisi kayu.
Sebelah kiri dari pintu masuk terdapat sebuah meja panjang yang diperuntukkan untuk meja informasi. Yang menarik disini adalah adanya sebuah lukisan seorang wanita cantik memakai baju berwarna biru senada dengan bando yang ia pakai sebagai hiasan rambutnya. Entah wanita dalam lukisan itu siapa, saya tidak sempat bertanya tentang hal ini.

Masih di ruangan yang sama terdapat sebuah meja dan kursi berada di depan tungku perapian dengan ornamen batu bata di sekelilingnya. Saya jadi membayangkan, dulu tungku perapian ini pastilah sangat dimanfaatkan dengan maksimal oleh si pemilik, mengingat cuaca Pangalengan yang sangat dingin.

Beralih ke ruangan di samping kirinya, terdapat sebuah ruangan yang cukup luas. Ternyata ini adalah ruang keluarga. Sebuah kursi panjang berwarna oranye ditempatkan persis dekat jendela besar lengkap dengan meja dan ornamen klasik lainnya melengkapi seluruh ruangan. Satu hal yang menarik dari ruangan ini adalah adanya sebuah piano tua yang konon piano ini sering dimainkan si pemilik dulunya. Terpahat tulisan 1837 pada piano tersebut. Benar-benar antik! Saya coba tekan tuts nya ternyata masih berfungsi. Hanya saja menurut pengelola ada satu tuts yang tidak berfungsi.


Ruangan lain yang membuat saya penasaran adalah kamar tidur dari Bosscha! Saya pun langsung mencari dimana ruangan tersebut berada. Tak jauh dari ruang makan ada sebuah pintu yang menghubungkan kamar tidur dengan ruang diluarnya. Begitu saya masuk, kesan vintage sangat terasa. Terdapat sebuah ruangan dengan dinding dilapisi kayu. Ada dua tempat tidur twin bed dan kursi dekat jendela. Kamar mandinya pun cukup luas.
Masih di area yang sama ada satu kamar tidur lagi yang lebih luas dengan jendela yang lebih besar.


Keluar dari area paling privasi si pemilik, saya pun menuju ruang makan yang tertata dengan apik. Meja dan kursi antik lengkap dengan peralatan makan tersusun rapi diatasnya. Meja makan yang ditempatkan persis dekat jendela besar membuat kesan nyaman bagi siapapun yang duduk disana sambil menikmati sarapan atau makan siang.

Beranjak dari ruang makan, tempat lainnya yang tak kalah membuat saya penasaran adalah ruang bawah tanah yang dulunya difungsikan sebagai ruang biliar. Ruang bawah tanah ini berada di area dapur. Namun, sayangnya ruangan yang sekarang difungsikan menjadi gudang walaupun meja biliarnya masih ada ini kondisinya selalu terkunci. Pengunjung tidak diperbolehkan masuk. Namun, dasar saya orangnya penasaran, begitu keluar dari pintu belakang saya mencari jendela ruang bawah tanah tadi. Kali aja saya beruntung bisa ngintip dalamnya seperti apa. Hahaha.. Dan, ketemu! Tak jauh dari pintu utama ada 2 buah jendela tidak begitu besar dalam kondisi terbuka. Saya pun langsung mendekati jendela tersebut dan mengintip ke dalam.
Suasana didalam entah kenapa, agak spooky menurut saya. 😅 dindingnya terlihat mengelupas di beberapa bagian. Meja biliar tua lengkap dengan bola nya masih tersimpan di tengah-tengah ruangan. Setelah mengambil beberapa foto, saya pun tak berlama-lama ngintip ruangan tersebut. Daripada muncul makhluk tak kasat mata kan ya, mending segera lari.. hihi


Kunjungan saya pun berakhir disini. Setelah puas explore semua sudut rumah, saya pun berjalan-jalan di wisma yang berada samping rumah. Ternyata wisma ini disewakan untuk umum. Bahkan katanya dua kamar yang ada di dalam rumah pun bisa kita sewa.
Barangkali ada yang ingin merasakan jadi meneer semalam dan merasakan suasana tempo doeloe mungkin cocok menginap disini. Kalau saya sih mending pulang aja kayaknya. Hahaha.
Itulah cerita saya saat berkunjung ke rumah Bosscha. Rumah yang sangat cantik menurut saya. Bangunan yang memiliki nilai historis cukup penting, karena disinilah salah satu tempat Bosscha memikirkan banyak hal. Memikirkan kelangsungan perkebunan teh Malabarnya, memikirkan apa yang bisa ia berikan untuk karyawan perkebunan khususnya dan untuk tanah priangan pada umumnya yang tidak sedikit memberikan sumbangan terhadap perkembangan kota Bandung.
Semoga bermanfaat ya! 😉
Tautan asli dimuat di erunasite.wordpress.com
Ping balik: Melihat Langsung Proses Pembuatan Teh di Pabrik Teh Malabar | Dunia Aleut!
boleh minta alamat lengkapnya? kareana saya dari bali, mau berkunjung kesana….
maaf kak baru bales, alamatnya berada di perkebunan teh Malabar Pangalengan Kabupaten Bandung, masuk area PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII). Di sana juga tersedia penginapan yang bisa disewa
Ping balik: Saksi Bisu Sang Raja Teh, Rumah Bosscha – arsminimalis