Oleh: Qiny Shonia (@inshonia)
Aleut aka. Ngaleut (Sunda) dalam Bahasa Indonesia berarti berjalan beriringan.
Mungkin ini yang mendasari komunitas ini berdiri. Seperti Minggu ini, teman-teman dari Komunitas Aleut ini ngaleut dari pagi hingga sebelum dhuhur menyusuri jalanan di Kota Bandung. Karena tema Minggu ini KAA, maka kami ngaleut dari titik 0 Kota Bandung, melalui Jl. Asia Afrika, mengunjungi Museum KAA, hingga sampai di Penjara Banceuy.
Awalnya saya tertarik dengan Semarang Walking Tour teman saya ikuti. Walking tour yang konsepnya pay as you wish tapi berfaedah karena menyusuri tempat-tempat bersejarah dan menggali budaya khas Semarang. Lalu saya mencari info barangkali ada Bandung Walking Tour juga. Sempat juga chit-chat dengan Eya yang sama-sama anak rantau di Bandung. We thought it would be fun than just staying ‘ngadeprok’ at home. Lalu, ada seorang teman yang bilang kalau Bandung ada Komunitas yang mirip seperti walking tour sampai akhirnya saya cari di instagram dan berkenalanlah dengan Komunitas ini.

Seperti gayung bersambut, Komunitas Aleut akan Ngaleut KAA di Minggu ini. Tanpa pikir panjang, saya ajak Eya untuk join. Mumpung ada waktu dan kesempatan, berangkatlah kami ke Titik 0 Kota Bandung yang tepat di depan Kantor Dinas Bina Marga Prov. Jabar. Meski sempat drama ditolak mamang gojek dan angkot yang doyan ngetem, akhirnya kami sampai juga.
Untuk gabung jadi anggota, kami hanya membayar Rp. 15.000,- sebagai iuran tahunan. Para anggota senior nya pun sangat welcome dan humble semua. Awalnya sedikit awkward, but it was going well. Ohiya, ada pin sebagai tanda keanggotaan. Saya bilang ini pin sakti, karena ternyata bisa dipake buat meminjam buku di basecamp Komunitas Aleut, di Kedai Preanger (Priangan). Hihi happy me!

Setelah menunggu di bawah gerimis beberapa saat dan semakin banyak para Aleutian yang hadir, kami briefing di depan kantor PR. Masing-masing memperkenalkan diri, ternyata banyak sekali Aleutian yang jadi anak rantau. Lalu, ada sedikit sharing oleh senior Komunitas Aleut, Mang Irfan yang bercerita tentang sejarah Jl. Asia Afrika sebagai pembuka.
Ternyata jalan ini adalah salah satu track jalan raya pos Anyer-Panarukan dengan kerja rodi yang digagas Daendels. Ada cerita tentang begitu berbedanya saat KAA pertama kali digelar dibanding sekarang. Dulu, masyarakat bisa merasakan hiruk-pikuk euforia KAA dari jarak dekat. Sedangkan sekarang, jalanan disterilkan, dan sniper bertebaran di mana-mana.

Kemudian, kami beranjak ke museum KAA saat baru saja buka. And… You kno’what? Free entry alias gratis! Tapi saya kurang tahu untuk wisatawan asing. Tiket Museum Geologi yang saya kunjungi dulu itu kalau nggak salah sekitar Rp. 2.000,-. Dan ternyata, bedanya harga tiket ini karena berada di bawah kementrian yang berbeda, jadi regulasinya berbeda pula.
Singkatnya, Konferensi Asia Afrika di 1955 lalu di Gedung Merdeka Bandung dilatarbelakangi perlunya kerjasama antara negara-negara Asia Afrika dibalik adanya perang dingin blok Barat dan Blok Timur. Diprakarsai oleh 5 negara termasuk Indonesia. Saat itu, ada 29 negara yang hadir. Hingga tercetuslah Dasasila Bandung.
Tbh, saya baru ngeh kalau di dalam nggak boleh foto-foto. Saya pikir boleh foto karena tidak terlihat simbol atau himbauan dilarang foto. Jadi saya baru baca flyer nya setelah sampai kosan hehehe. Flyer yang disediakan ada yang berbahasa Indonesia dan Inggris. Ternyata ada perpustakaan juga plus free wifi tapi saya nggak sempat nemu sih.



Karena mungkin Hari Minggu, tidak ada guide yang memandu. Jadi kami dipandu oleh guide Aleut yang kayaknya udah khatam banget nih soal sejarah dan budaya Priangan, Mang Irfan. Ada pula yang berpencar sesuai interest masing- masing. Bagi yang penasaran, saya kasih sneak peek sedikit deh beberapa foto yang sempat saya ambil.

Bola dunia yang tepat berada dekat pintu masuk.

It caught my eyes suddenly. Saya nggak tahu ini potret siapa, karena kacamata saya ketinggalan jadi nggak kelihatan keterangannya hehe.

Tanda tangan para delegasi KAA. Somewhat looks artsy and poetic.

Saya tidak sempat baca semuanya (anaknya males nih) hanya sekilas hasil KAA di bidang Ekonomi. Salah satunya akan adanya perjanjian billateral dan kerjasama ekonomi seperti penanaman modal asing.

Love the way they hang it asymmetrically. Salah satu media cetak dari banyaknya media cetak masa lalu yang dipajang.

Demi apa gemas banget ingin baca dan buka buku-buku ini. Sayangnya cuma bisa memandangi dari dekat.

Kamera yang dipakai saat pelaksanaan KAA dulu. Another prittyyy vintage thingy.

Beberapa media internasional yang membahas mengenai KAA. Sedih ya. Iya sedih, nggak paham :’)
Ini hanya sebagian dari Museum KAA. It was another well spent Sunday Morning. Jalan-jalan ke Museum bisa jadi option seru kalau-kalau ingin menghabiskan waktu dengan cara yang berbeda. Semoga ini bukan ngaleut pertama dan terakhir saya. Terima kasih teman-teman Komunitas Aleut. See you soon!
Tautan asli dimuat di Medium.com