Oleh: Adira Oktaroza (@AdiraOktaroza)
Muncul rasa yang berbeda di tiap langkahku ketika masuk ke kawasan perkampungan ini. Laki-laki berpakaian serba putih dan wanita bercadar memenuhi jalanan yang berdebu berbondong-bondong menuju ke suatu tempat. Suasananya mengingatkanku pada tempat ziarah para wali.
Terletak di selatan Kota Bandung tepatnya di pinggir aliran Sungai Citarum, Kampung Mahmud adalah salah satu kampung adat yang memiliki peran yang penting di dalam sejarah, khususnya di dalam sejarah penyebaran Agama Islam di daerah Bandung dan sekitarnya.
Berawal dari ilham yang didapat oleh seorang Abdul Manaf yang merupakan keturunan dari Wali Cirebon, Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Ilham itu didapat ketika Abdul Manaf akan kembali ke kampung halamannya setelah beberapa waktu menetap di Mekah pada abad ke-15. Ketika itu ia berdoa di tempat yang disebut Gubah Mahmud, berdekatan dengan Masjidil Haram. Ia membawa segenggam tanah dari Mekah lalu sesampainya di tanah air, ia mencari rawa untuk dijadikan sebuah perkampungan. Pencariannya berakhir ketika ia menemukan sebuah rawa dipinggir Sungai Citarum. Lalu lahan itu ditimbun tanah agar layak untuk dijadikan perkampungan, tidak lupa ia menyertakan tanah yang ia bawa dari Mekah. Perkampungan itu lalu dijadikannya sebagai tempat perlindungan dari penjajah dan juga sebagai tempat pembelajaran Agama Islam.
Di tengah keramaian ku coba mengikuti kemana mereka melangkah. Akhirnya langkahku terhenti di sebuah gerbang, ratusan orang berdiri menghadap ke satu arah dan mulai melantunkan doa-doa. Bergetar hatiku ketika mendengarnya.
Abdul Manaf menetap di kampung itu hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di sana. Makam Abdul Manaf selalu ramai dikunjungi peziarah di saat Bulan Maulud, Syawal, dan Jumat Kliwon. Entah apa niatnya tapi beberapa dari mereka yakin bahwa pada saat tersebut leluhur datang dan mengamini segala harapan yang disampaikan. Mereka yang berziarah tak hanya dari sekitaran Bandung, mereka berdatangan dari segala kota, bahkan tidak jarang ada peziarah dari luar negeri.
Ketika musim hujan biasanya di daerah Bale Endah sering terendam banjir namun Kampung Mahmud yang letaknya lebih hilir sama sekali tidak pernah dibanjiri air sepanjang sejarahnya meskipun kampung ini terletak diantara aliran Sungai Citarum Lama dan Citarum Baru. Entah apa yang menyebabkannya tapi warga mempercainya sebagai karomah yang diberikan pada Abdul Manaf oleh Allah SWT.
Posisi Kampung Mahmud dilihat dari Google Earth
Mereka yang tinggal Kampung Mahmud sebenarnya memiliki beberapa pantangan namun pantangan-pantangan tersebut sudah banyak dilanggar. Pantangan tersebut antara lain adalah dilarang membuat sumur, menyalakan penerang, membunyikan alat musik, membangun bangunan permanen dan memelihara binatang. Bukan tanpa alasan pantangan tersebut di buat, pelarangan membuat sumur dan bangunan permanen dikarenakan oleh tanah sekitar yang dahulunya bekas rawa tidak stabil dan pantangan mengenai tidak boleh memelihara binatang dan menyalakan penerangan dikarenakan dahulu Kampung Mahmud selain pusat pembelajaran Agama Islam dijadikan pula sebagai tempat perlindungan dari penjajah.
Original Post http://parttimesleeper.wordpress.com/2013/08/31/catatan-perjalanan-kampung-mahmud/ diunggah 31 Agustus 2013