Oleh : Candra Asmara Safaka
yang hilang, menjadi katalis, di setiap kamis…(Hilang by Efek Rumah Kaca)
Bagi orang-orang yang berkeyakinan tertentu, hari Kamis merupakan hari saat Tuhan menghujani berkah bagi umatnya. Hari Kamis menjadi hari pilihan umat Islam, biasa bersanding dengan hari Senin. Penganut Islam mengenal puasa “Senin-Kamis”, sedangkan untuk penganut Nasrani mengenal Holy Thursday (Kamis Suci, menjelang paskah), dan bagi orang yang gemar berakronim ria hari Kamis dipecah menjadi satu frase “Kami Sukses”, tentu dengan alasan tertentu. Dengan alasan apapun hari Kamis akan terasa menjadi penting dan bermakna bagi orang-orang yang peduli dan memiliki keinginan.
Saat ini tapi entah sampai kapan, setiap pukul 4 sore di depan Istana Negara kerap dijumpai beberapa orang berbusana hitam-hitam yang berkumpul, bukan untuk merencanakan pergerakan menghancurkan tempat bilyar dan diskotik-diskotik, melainkan untuk “diam”. Mereka adalah keluarga yang ditinggalkan oleh orang-orang tercintanya yang HILANG. Semanggi 1998, Kerusuhan Mei, Peristiwa 1965, dan beberapa kasus kehilangan secara paksa lainnya adalah episode terburuk yang mereka alami di negara yang katanya sudah “merdeka” ini. Suciwati (janda almarhum Munir) pun kerap hadir lengkap dengan payung berwarna hitamnya setiap Kamis sore di depan Istana Negara. Keberagaman tragedi yang menimpa mereka bermuara pada satu tujuan yang sama, yaitu pengusutan kasus pelanggaran hak asasi manusia.
Setelah aksi “diam”, para aktivis Kamisan melakukan berbagai kegiatan diantaranya sesi “refleksi”. Mereka sharing mengenai isu-isu hak asasi manusia. Selain itu, hampir setiap Kamisan mereka mengirimkan surat kepada presiden yang isinya mengenai tuntutan untuk menguak tragedi-tragedi hak asasi manusia di Indonesia. Dari puluhan surat yang dikirim, hanya berbalas sepucuk surat yang masih banyak menyisakan tanya yang sampai di tangan orang-orang sakit hati ini.
14 tahun sudah warna hitam di depan Istana Negara mewarnai gelapnya sejarah bangsa ini. Tak hentinya orang-orang yang menyimpan rindu dan marah ini berdiri di depan istana, menuntut satu jawaban yang sama: keadilan. Mereka tak bergeming seteguh besi. Meski keinginan yang tak digubris, meski rasa mustahil untuk pengusutan tuntas semakin menghantui, mereka tetap tak pernah bosan untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka. Keteguhan terlihat dari warna hitam yang mereka pilih sebagai warna pakaian yang wajib dipakai setiap Kamisan.
Aksi ini terinspirasi oleh gerakan perlawanan korban hak asasi manusia di belahan dunia lainnya. Seperti gerakan perempuan Korea selaku korban dari kasus Jugun Ianfu, dan gerakan perempuan Argentina yang anaknya hilang oleh pihak militer Argentina.
Cerita di atas adalah salah satu contoh kegiatan Kamisan berdasarkan keinginan untuk memperjuangkan hak asasi manusia.
Lalu ada apa di balik Kamisan yang lainnya? Nahh, Komunitas Aleut rutin melakukan Kamisan setiap minggunya. Sederhana saja, kegiatan ini untuk para pegiat yang berkeinginan untuk mengakrabkan diri dengan pegiat lain dan juga belajar. Baik itu belajar sejarah, musik, film, dan hal lainnya. Kegiatan ini juga tidak selalu serius dan harus pakai baju hitam-hitam (kecuali untuk M. Ryzki Wiryawan), hehe. Para pegiat datang saja setiap kamis sore ke Kedai Preanger yang terketak di Jalan Solontongan No. 20-D. D.
Kata “belajar” mungkin mengesankan Kamisan Aleut adalah acara yang serius, padahal kenyataannya tidak. Kamisan Aleut ini dikemas dalam bentuk yang sederhana, nyaman, dan penuh canda tawa. Selain menyehatkan jiwa, juga menambah asupan pengetahuan bagi kita.
Ayo teman-teman, ramaikan Kamisan…!
@cas
Kapan-kapan mo ikutan kamisan ah..
Di daerah Ciamis kaler Kawali dahulu biasa ada acara pengajian Rebo Wekasan, sepulang dari pengajian di masjid biasanya dibawakan air yang telah diberi doa. Terus di Bandung di salah satu tempat juga ada kebiasaan mengadakan pengajian Rebo Wekasan yaitu pengahian yang diselenggarakan setiap hari Rabu akhir bulan (kalender Masehi) tapi sudah tidak ada lagi air dengan doa.
pengen ikut kamisan.. sayang jauh.. 😦
sementara ikut memantau ceritanya saja dulu ya.. sukses terus komunitas aleut.. 🙂
salam
Ping balik: Sudut Literasi di Kedai Preanger | Arip Blog
Ping balik: Sudut Literasi di Kedai Preanger | Dunia Aleut!