Ngaleut Momotoran ke Sumedang

Oleh Asep Ardian

Dari Cadas Pangeran, ke Cut Nyak Dhien, sampai ke tempat peristirahatan terakhir raja-raja Sumedang.

Sebelum melakukan perjalanan ini, saya mengenal Sumedang hanya dari kesenian Kuda Renggongnya, yang ketika saya kecil sesekali mengikuti iring-iringan Kuda Renggong jika di daerah saya ada orang kaya yang disunat. Setelah beranjak dewasa, pandangan tentang Sumedang sedikit bertambah setelah mendengar beberapa kisah tentang Kerajaan Sunda yang berhubungan dengan latar sejarah Sumedang.

Saat ikut momotoran dengan Komunitas Aleut ini, mantap sudah, saya dapat mendengar dan melihat jauh lebih banyak lagi.

Perjalanan kami mulai jam 07.30 dari Bandung dengan rombongan berjumlah lima motor. Sabtu pagi itu cuaca Bandung begitu cerah, dari daerah Ancol, kami menyusuri jalanan Soekarno Hatta yang lengang, melintasi jalanan Cibiru, lalu lewat UNPAD, Cileunyi, dan menyusuri jalanan berkelok Bandung-Palimanan yang sejuk. Lalu sampailah kami di tempat tujuan kami yang pertama, sebuah monumen di Cadas Pangeran.

Baca lebih lanjut
Iklan

Candu Tarawangsa

Oleh: Aozora Dee (@aozora_dee)

Pukul 4 sore aku baru pulang ke kosan setelah mengurus ini itu. Segera saja kusimpan tas di tempat penyimpanan dan langsung menuju kamar mandi. Aku harus mandi biar badan lebih segar setelah banyak kegiatan di akhir pekan ini.

Aku lepas bajuku satu persatu. Aroma kemenyan serta wewangian lain masih menempel di baju yang aku pakai kemarin malam saat ikut acara tarawangsa. Kalau kata Upi mah bau kemenyan itu kayak aroma terapi. Aromanya menenangkan. Baca lebih lanjut

Putaran Roda di Atas Jalan Berliku di Kabupaten Sumedang

Oleh : Arifin Surya Dwipa Irsyam (@poisionipin)

Jalan berliku dalam kehidupan… – Surya Tenggelam, Chrisye–

Hari minggu pekan lalu, saya kembali ikut ngaleut momotoran setelah berbulan-bulan vakum dari kegiatan outdoor tersebut. Malam sebelum keberangkatan, saya memutuskan untuk bermalam di Kedai Preanger bersama beberapa orang teman. Sebut saja mereka Siti, Irfan, dan Elmi. Saya tidur nyenyak sekali di kedai, tanpa gangguan fisik. Ah.. barangkali rumor keberadaan tumila (Cimex hemipterus (Fabricius 1803)) di lantai atas hanya rumor belaka. Oke.. baiklah lebih baik kita kembali ke topik utama saja.

Keberangkatan dari Kedai Preanger baru berlangsung pukul 08.00 WIB karena menunggu beberapa teman yang belum datang. Entah mengapa, saya dan Ervan dipilih menjadi pasangan motor oleh Abang hari itu. Barangkali karena kami sama-sama Baca lebih lanjut

Merintis Trayek Bandung-Waduk Jatigede

IMG-20180213-WA0045

Ngaleut Jatigede | Foto Komunitas Aleut

Oleh : Novan Herfiyana (@novanherfiyana)

“Sudah kejauhan. Ini sudah mau ke arah Kuningan,” ujar seorang petugas berseragam dishub (dinas perhubungan) di sebuah persimpangan di wilayah kecamatan Jatinunggal, kabupaten Sumedang, kepada rombongan Komunitas Aleut yang pada Minggu, 11 Februari 2018, melakukan kegiatan ke Waduk Jatigede. “Balik ke sana, ke Situraja, dari sini kira-kira ada 14 kilometer,” petugas itu pun menambahkan informasinya. Di jalur ini, memang, saya masih melihat mobil elf trayek Bantarujeg-Bandung via Wado yang lewat. Bantarujeg merupakan sebuah kecamatan di kabupaten Majalengka yang dekat dengan kabupaten Kuningan.

Sambil mendengarkan obrolan teman-teman lain dengan petugas dan beberapa orang yang berada di sebuah pos, saya berbisik kepada Nia, co-navigator saya, “He he. Empat belas kilometer. Saya memperkirakan 30 kilometer.” Ya, saya yang dikenal oleh sebagian rekan sebagai “tukang ngukur jalan” memang mencatat 25-30 km untuk balik lagi ke kecamatan Situraja, kabupaten Sumedang.

Baca lebih lanjut