Oleh: Deuis Raniarti
Dalam rangkaian perjalanan Momotoran Gunung Padang hari Minggu lalu, kami menyempatkan pula mampir ke beberapa tempat yang sebelumnya cukup jarang dikunjungi oleh Komunitas Aleut, salah satunya adalah Perkebunan dan Pabrik Teh Gunung Rosa.
Jarak sekitar 6 kilometer dari Gunung Padang ke Pabrik Teh Gunung Rosa kami tempuh santai dalam waktu 40 menit. Beruntung jalan yang kami lalui kondisinya bagus, sepertinya memang baru diperbaiki karena menjadi akses menuju Situs Gunung Padang yang beberapa tahun ini selalu ramai oleh pengunjung. Jalan yang bagus itu berubah menjadi jalan bebatuan begitu memasuki kawasan perkebunan dan semakin dekat dengan pabrik teh.

Perkebunan Teh Gunung Rosa terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tulisan Goenoeng Rosa 1902 terpampang dengan jelas di bagian depan pabrik. Sesampainya di lokasi, kami bertemu dengan pak Jaenudin, beliau adalah satpam di Pabrik Teh Gunung Rosa yang telah bertugas selama dua puluh satu tahun. Menurut tuturan beliau, luas Perkebunan Teh Gunung Rosa sekitar 1740 hektar, namun yang produktif hanya sekitar 940 hektar, sisanya menjadi hutan lindung. Teh yang diproduksi di Pabrik Teh Gunung Rosa adalah teh hitam, pengolahannya masih menggunakan mesin manual. Teh yang sudah jadi dikirim ke Slawi dan Sentul untuk diproses jadi minuman kemasan.
Di antara hamparan kebun teh yang luas terdapat juga lahan-lahan kecil yang ditanami sayur oleh warga, hasil dari kebunnya bisa jadi tambahan penghasilan untuk para karyawan pabrik. Jumlah karyawan di Perkebunan Teh Gunung Rosa kurang lebih ada lima ratus orang. Terdiri dari pekerja pabrik, pemetik teh, dan lainnya. Para pekerja di sini kebanyakan berasal dari Desa Karyamukti, Desa Wangunjaya, dan sekitarnya. Untuk tempat tinggal para pekerja, pihak perusahaan menyediakan bedeng-bedeng di sekitar pabrik. Satu bedeng disekat menjadi tiga bagian yang bisa diisi oleh tiga keluarga. Selain bedeng, di sini pun ada sekolah, warung-warung penyedia bahan makanan, dan juga pusat kesehatan.

Sekolah yang ada di Perkebunan Teh Gunung Rosa adalah TK Citarosa, SD Rosa Jaya, SMP Rosa Jaya, dan juga sekolah agama. Guru-guru pengajar berasal dari sekitaran Desa Karyamukti, yang paling jauh berasal dari Kecamatan Cibeber. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan harian tersedia warung yang cukup lengkap, yang menarik adalah akan selalu ada pasar bulanan setiap tanggal 10 setiap bulannya yang lokasinya tak jauh dari pabrik. Untuk fasilitas kesehatan, di kawasan Pabrik Teh Gunung Rosa terdapat Puskesmas Pembantu atau sering disebut Pustu. Tenaga kesehatan yang bertugas di Pustu ini berasal dari Kecamatan Campaka.
Perkebunan Gunung Rosa dulu dimiliki oleh keluarga pengusaha perkebunan teh yang terkenal dari daerah Jasinga-Bogor, yaitu keluarga Van Motman. Keluarga ini memiliki 14 kompleks perkebunan yang tersebar terutama di sekitar Bogor-Sukabumi-Cianjur sampai Purwakarta. Beberapa tahun lalu, pernah pula ada satu keluarga dari Cikalongwetan yang berkunjung ke Komunitas Aleut untuk mencari beberapa informasi tentang tali keluarga yang sudah lama mereka cari. Entahlah apakah sekarang keluarga ini sudah menemukan apa yang mereka cari atau belum, yang jelas kami berikan fotokopian satu buku tentang keluarga van Motman dalam bahasa Belanda.

Dari penelusuran singkat kami dapatkan keterangan bahwa Perkebunan Teh dan Kina Gunung Rosa dibuka dan dikelola oleh keturunan kedua dari keluarga Jacob Gerrit Theodoor van Motman (1773-1821), yaitu dari garis Jacob Gerrit Theodoor van Motman (1816-1890). Pengelolaan terakhir jatuh kepada anak perempuan yang menikah dengan keluarga Suyck. Dari situs Oorlogs Graven Stichting kami dapatkan nama Aldonse Louise Catharina Suyck-van Motman yang meninggal di kamp internir di Bandung dan makamnya terdapat di Ereveld Pandu. Ya itu sekilas saja tentang Gunung Rosa dan keluarga van Motman. Informasi lainnya kami sisihkan untuk tulisan lainnya saja.

Mengunjungi perkebunan-perkebunan teh di pelosok Jawa Barat selama beberapa tahun ini sudah menjadi agenda rutin Komunitas Aleut. Sudah banyak perkebunan yang telah kami kunjungi. Di setiap perkebunan kami pasti selalu menyempatkan mengobrol dengan warga sekitar. Selalu ada cerita unik dan fakta menarik yang kami temukan. Mendengar cerita dari Pak Jaenudin membuatku merasa senang, karena di tempat yang cukup jauh dari kota ini fasilitas publik yang ada sudah cukup lengkap. Mereka tidak merasa terpencil tinggal di sini.
* * *