Ditulis oleh: Inas Qori Aina
Momotoran Tendjonagara ini menjadi perjalanan kami berikutnya setelah beberapa minggu lalu perjalanan kami terhenti sampai di Pabuntelan. Berbekal informasi dari buku Pak E. Suhardi Ekadjati yang berjudul “Ceritera Dipati Ukur; Karya Sastra Sejarah Sunda” dan informasi tambahan dari sebuah channel Youtube yang membahas sejarah Cirebon Girang dan Pabuntelan, maka kami tentukan tujuan hari itu (Sabtu, 29 Januari 2022) adalah mengunjungi Padaleman dan Curug Roda. Masih dalam rangka tapak tilas jejak Dipati Ukur.
Siapa sangka, salah satu jejak peninggalan Dipati Ukur saat ini terletak di sebuah kawasan wisata Curug Roda di Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung. Untuk menuju kawasan wisata Curug Roda, jalan yang harus dilalui tidaklah mulus, cukup menguji kekuatan badan dan motor yang kami tunggangi. Jalan menanjak setengah cor beton serta tanah merah mix batuan harus kami lalui. Belum lagi, motor Reza yang sampai-sampai mengeluarkan asap yang cukup banyak saking curamnya jalan tersebut.
Di tengah perjalanan saya dan Adit berpapasan dengan seorang bapak penyadap pohon pinus di hutan Curug Roda. Ia meminta kami untuk memberitahukan rekannya bahwa karung yang digunakan untuk menutup drum yang berisi getah pinus tersebut tertinggal. Ga kebayang sulitnya bapak tersebut jika harus balik lagi ke atas hanya untuk mengambil karungnya yang tertinggal.

Setibanya di gerbang masuk Kawasan Curug Roda, kami lanjut berjalan kaki menuju tujuan kami yang pertama yaitu Padaleman. Kami sendiri pun tidak tahu persis di mana lokasi Padaleman. Peribahasa malu bertanya, sesat di jalan rasanya mejadi pegangan kami selama mencari letak Padaleman. Setelah bertanya ke beberapa orang yang ada di sekitar kawasan Curug Roda, akhirnya kami berhasil juga menemukan letak Padaleman.

Dari sekian banyak orang yang kami tanya di sepanjang perjalanan Momotoran Tendjonagara ini terdapat dua orang yang menurut saya memberikan banyak informasi. Pertama, Pak Ayi, seorang petani kopi yang kami temui di kebun yang berada di tengah hutan. Pak Ayi memberikan informasi mengenai keberadaan Padaleman. Karena Pak Ayi pula lah, kami bisa sampai ke Padaleman, sebelum akhirnya kami diantar oleh teman Pak Ayi yang kebetulan baru datang dari hutan. Pak Ayi juga memberikan informasi tambahan mengenai keradaaan makam lain yaitu Makam Mbah Beureum Dada dan Makam Dipati Ukur, yang letaknya di Pasir Ipis, yang menurut Pak Ayi letaknya tidak jauh dari tempat kami bertemu dengannya.
Kedua, yaitu Mang Dadang yang tidak sengaja kami ditemui saat ia bersama (mungkin) bapak dan anaknya akan menuju hutan di Pasir Ipis untuk mengambil madu odeng. Mang Dadang memberikan informasi, katanya kalau mau bisa saja menuju makam Dipati Ukur yang berada di Pasir Ipis. Tapi, jalan dan medan yang dilalui cukup berat. “Kudu bari ngarondang”, ucap Mang Dadang. Ya mungkin karena medan yang dilalui berupa tanjakan yang cukup curam serta dikelilingi oleh ilalang dan pohon-pohon besar.
Perjalanan kami hari itu berakhir di Curug Roda 1. Setibanya di Curug Roda 1, tampak ketiga pemuda yang baru tiba dari Curug Roda 2 dan 3. Ternyata, ada 3 curug yaitu Curug Roda 1, 2 dan 3. Sayangnya, kami hanya berhenti sampai di Curug Roda 1 saja.

Ya begitulah kira-kira catatan saya di Momotoran Tendjonagara kali ini. Perjalanan selanjutnya, mungkin saja kami akan mencari keberadaan makam Mbah Beureum Dada dan makam Dipati Ukur di Pasir Ipis, serta Curug Roda 2 dan 3. Tambahan informasi dan pengalaman lain dari perjalanan ini akan ditulis dan dilengkapi oleh rekan-rekan lainnya yang ikut dalam perjalanan ini.
* * *