Oleh: Arya Vidya Utama (@aryawasho)
Bandung tentu saja menjadi kota yang paling penting bagi hidup saya. Dari lahir sampai sekarang sudah di pertengahan kepala dua, hampir 90% hidup saya dihabiskan di Kota Kembang. Semua jenjang studi juga saya jalani di kota ini, mulai dari TK hingga sekarang duduk di bangku strata dua. Pahit-manis dan berbagai macam pernik kehidupan saya rasakan di Bandung.
Jika mau bernostalgia, Bandung yang sekarang tentu saja sudah jauh berbeda dengan Bandung yang saya kenal di tahun 90-an. Dulu udara Bandung relatif lebih sejuk dibandingkan sekarang, hal ini bisa dilihat dari kabut yang hampir setiap pagi bisa terlihat. Sekarang ini sih kabut baru terlihat setelah turun hujan di dini hari. Itu baru cuaca, belum tentang pergeseran fungsi beberapa wilayah di Bandung.
Ambil saja Dago sebagai contohnya. Setidaknya sampai 15 tahun silam daerah Dago lebih banyak berfungsi sebagai rumah tinggal atau kantor. Sekarang? Dago sudah berubah jadi kawasan perekonomian. Contoh lainnya adalah Jalan Progo. Tak usah mundur hingga belasan tahun. Saya masih ingat persis di tahun 2006 kondisi di jalan ini sangat sepi dan cukup mengerikan di malam hari. Bukan karena angker, tapi lebih karena rawan jambret atau criminal saking sepinya. Sekarang? Progo hampir setiap hari macet dan ramai sampai malam hari karena banyaknya kafe yang berdiri di sepanjang jalan.
***
Dua paragraf di atas memperlihatkan bagaimana perubahan yang terjadi di Kota Bandung, tepatnya di bagian utara. Namun entah mengapa di luar kondisi alam, perubahan ini lebih sering terjadi di bagian utara dibandingkan di bagian selatan. Belakangan ini saya agak sering iseng main ke bagian selatan. Dari hasil pengamatan, saya tak banyak menemukan perubahan di daerah selatan yang sesignifikan di daerah utara.
Bagaimana cara membagi dua Bandung ini? Saya menggunakan Groote Postweg (Jalan Raya Pos) untuk membagi bagian utara dan selatan Kota Bandung. Jalan ini menurut saya lebih tepat untuk membelah Bandung menjadi dua bagian dibandingkan rel kereta api yang dijadikan Tentara Sekutu untuk membelah Bandung di masa Bandung Lautan Api.
Bagian utara di masa kolonial merupakan wilayah tinggal bangsa Eropa yang tinggal di Bandung. Makanya kita bisa lihat bagaimana banyaknya bangunan peninggalan zaman kolonial yang begitu megah berdiri di bagian ini: bangunan luas dengan arsitektur modern. Hal sebaliknya terjadi di bagian selatan yang dulunya merupakan tempat tinggal warga pribumi. Di beberapa wilayah terutama yang masih dekat ke Jalan Raya Pos memang masih sering kita lihat satu dua bangunan yang megah, tapi secara garis besar jumlahnya tak banyak. Kebanyakan rumah peninggalan era kolonial di daerah ini berukuran lebih kecil.
***
Perubahan yang terjadi di daerah utara selain karena semakin banyaknya pembangunan pusat keramaian seperti mall dan hotel di daerah ini. Tak dipungkiri terdapat beberapa juga pusat keramaian di daerah selatan, namun keramaiannya tak seramai di daerah utara. Tengok saja setiap akhir pekan atau hari libur, daerah utara akan dipadati banyak orang baik itu dari luar kota maupun warga Bandung sendiri.
Pemerintah Kota Bandung sudah melakukan langkah baik untuk memecah keramaian ini dengan memperbaiki dan membangun banyak taman di Kota Bandung. Tak hanya taman, beberapa ruas jalan seperti Jl. Asia-Afrika, Jl. Braga, dan Jl. Dalem Kaum juga ikut dibenahi. Hal ini cukup efektif, karena sekarang para turis dan warga Bandung punya banyak tempat alternatif untuk menghabiskan waktu dengan keluarga. Tak lagi terpusat di wilayah Dago, Sukajadi, Merdeka, dan wilayah lainnya. Diyakini bahwa langkah ini berhasil meningkatkan index of happiness warga Bandung.
Sayangnya, perbaikan yang sudah dilakukan ini belum terasa ke daerah selatan. Contoh saja Tegallega, salah satu taman peninggalan kolonial terbesar di bagian selatan. Keadaannya masih semerawut dan dipenuhi sampah. Pedagang kaki lima berjualan di trotoar sehingga pejalan kaki sulit untuk berjalan di sini. Banyaknya pengunjung di taman ini tidak sebanding dengan jumlah tempat sampah yang tersedia, sehingga sampah berserakan begitu saja. Belum lagi kondisi lalu lintas di sekitar Tegallega yang semerawut karena banyak angkot ngetem seenaknya.
***
Kabar baiknya, warga yang tinggal di bagian selatan Bandung juga bakal merasakan pembangunan dan perbaikan. Sebentar lagi warga Ujungberung dan sekitarnya akan melihat Alun-alun Ujungberung dengan wajah baru. Warga Kiaracondong juga akan punya taman baru yang terlihat begitu bagus di gambar desainnya. Belum lagi Gedebage, yang saat ini sudah punya stadion sepakbola kelas dunia, juga akan dijadikan Silicon Valley-nya Kota Bandung dengan nama Bandung Teknopolis.
Bandung di bagian selatan mungkin belum merasakan betul hasil dari perbaikan dan pembangunan seperti yang sekarang marak di bagian utara, namun semoga Ujungberung, Gedebage, dan Kiaracondong akan jadi awal dari pembangunan dan perbaikan di bagian selatan.
Tautan asli: https://aryawasho.wordpress.com/2015/06/04/bandung-tak-hanya-di-bagian-utara/