Oleh: Hani Septia Rahmi (@tiarahmi)
Judul Buku : Di Balik Layar, Warna-Warni Konferensi Asia Afrika 1955 di Mata Pelaku
Penulis : Sulhan Syafii, Ully Rangkuti
Sponsor : Pacific Paint
Penerbit : TNC Publishing
Tebal Halaman : vi +167
Dalam Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dibicarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama negara-negara yang terdapat di Benua Asia dan Afrika terutama masalah kerja sama ekonomi, kebudayaan, kolonialisme serta perdamaian dunia. Pencapaian terbesar dari konferensi ini adalah lahirnya Gerakan Non-Blok yaitu suatu gerakan dari negara-negara yang menganggap dirinya tidak beraliansi dengan atau terhadap blok kekuatan besar apapun.
Tak hanya mencatatkan diri sebagai gerakan pembaharuan dunia, Konferensi Asia-Afrika juga meninggalkan sepenggal kisah menarik orang-orang yang berpatisipasi dalam acara tersebut. Sulhan Syafii dan Ully Rangkuti mencoba mengumpulkan 20 kisah mereka yang terlibat dalam Konferensi Asia-Afrika 1955 dalam sebuah buku berjudul “Di Balik Layar, Warna-Warni Konferensi Asia-Afrika 1955 di Mata Pelaku”. Pada peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika, buku tersebut beserta buku lain yang berjudul “Wartawan di KAA 1955” dalam versi bahasa asing akan menjadi salah satu souvernir bagi delegasi Asia-Afrika. Begitulah yang diungkapkan Singgih Jatmiko dari Tatali Media dan Even, salah satu tim pengumpul data buku tersebut.
Salah satu pengalaman menarik dituturkan oleh Sobandi Sachri. Pada KAA 1955 beliau bertugas sebagai salah satu LO yang memandu tamu-tamu di Konferensi Asia-Afrika. Salah satu tamu Konferensi Asia-Afrika yang beliau damping adalah Norodom Sihanouk beserta keluarga. Keluarga pangeran Kamboja ini menginap di Hotel Savoy Homann, tak jauh dari Hotel Preanger, lokasi penginapan LO KAA.
Suatu ketika, Norodom Monineath, istri Sihnaouk, muncul dengan wajah kebingungan. Pada Sihanouk, Monica, panggilan akrab Monineath, berkeluh kesah dalam bahasa Perancis bahwa Norodom Buppha Devi, putri mereka, tidak berada di kamar tidurnya. Monica pun telah mencari di sekitaran hotel, namun Buppha tetap tidak ditemukan.
Hilangnya Norodom Buppha Devi, dilaporkan kepada polisi. Sejumlah polisi dikerahkan untuk mencari Buppha yang ketika tahun 1955 berumur 11 tahun. Akhirnya, seorang polisi berhasil menemukan Buppha sedang berjalan-jalan diantara kios Pasar Baru di Jalan Otto Iskanadardinata.
Gaya penulisan yang santai menyebabkan buku ini cocok untuk menjadi salah satu bahan bacaan sejarah populer Konferensi Asia-Afrika. Tak hanya berisikan penggalan kisah pengalaman orang-orang di balik layar pengelenggaraan Konferensi Asia-Afrika, buku ini juga menyajikan beberapa fakta sejarah. Fakta-fakta tersebut disajikan dalam bentuk kotak info pengetahuan yang umumnya ditemukan pada buku pelajaran sekolah. Sebagai contoh dalam tulisan ‘Landung Relawan Kumpul Mobil’ pada bagian akhir tulisan terdapat kotak info pengetahuan yang berisi:
“Akomodasi telah dipersiapkan untuk 1300 tamu di 14 hotel, 15 rumah pribadi dan 8 wisma milik pemerintah serta 8 rumah milik Palang Merah Indonesia.
Bagi mereka yang tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Bandung dan harus menginap di Jakarta. Telah disiapkan Hotel Des Indes dan Dharma Nirmala. Di setiap hotel ini panitia sudang membooking untuk kenyamanan tamu
Pusat kesehatan yang diketuai oleh M.H.A Patah sudah disiapkan. Tiga spesialis dan tiga perawat berjaga setiap hari. Pada saat malam hari juga ada staff yag besiaga
Untuk pengangkutan juga sudah disiapkan 2 ambulan dan 6 mobil. Pos Pertolongan Pertama juga sudah disiapkan di tiga hotel dan wisma beserta tiga perawat yag melayani di setiap pos tersebut
Untuk kasus emergency 10 petugas sudah disiapkan di rumah sakit Barromeus di Bandung”
Hadirnya buku “Di Balik Layar, Warna-Warni Konferensi Asia-Afrika 1955 di Mata Pelaku” dapat menjadi pelengkap bacaan bertemakan Konferensi Asia-Afrika 1955. Hal ini dikarenakan tulisan-tulisan dalam buku ini yang berasal pengalaman pribadi para pelaku sehingga tidak dapat memberi gambaran umum situasi ketika Konferensi Asia Afrika 1955 berlangsung.
Secara keseluruhan, “Di Balik Layar, Warna-Warni Konferensi Asia-Afrika 1955 di Mata Pelaku” merupakan kumpulan cerita beberapa partisipan lokal (Indonesia) menjelang dan eksekusi Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 yang dikemas untuk melengkapi informasi buku-buku lain seputaran KAA 1955. Terlepas dari kisah yang diangkat pengalaman pribadi partisipan lokal, buku saya rasa cukup membantu bagi orang-orang yang ingin mengetahui seluk beluk Konferensi Asia-Afrika dari sisi lain.