de Koning der Thee (Sang Raja Teh)

Oleh: Alek alias @A13Xtriple

Tanah Priangan yang subur melahirkan banyak Preangerplanters yang kaya raya: Suiker Lords, Thee Jonkers, Koffie Baronnen, Kina Boeren, dan Tabaks Boeren. Boeren dalam bahasa Belanda berarti petani, namun boeren di sini tentunya bukan petani biasa melainkan petani kaya raya. Begitu pun dengan planters yang berarti pemilik perkebunan, mereka bergelimang harta.

Ada 8 keluarga planters yang termashur di Priangan: Van Der Hucht, De Kerkhovens, De Holles, Van Motmans, De Bosscha’s, Families Mundt, Denninghofs Stelling, Van Heeckeren van Walien. Dari 8 keluarga tadi, tiga diantaranya tercatat sebagai yang pertama mendirikan sekolah bagi anak-anak keluarga pekerja dan masyarakat di sekitar perkebunanya. Mereka adalah Keluarga Holle, Kerkhoven, dan Bosscha. Bosscha menguasai perkebunan teh “Malabar” di Pangalengan, Holle dan Kerkhoven memiliki beberapa perkebunan, di antaranya di Garut dan Sukabumi.

Upaya budidaya teh di Priangan mengalami kemajuan setelah didatangkan bibit teh unggulan dari  daerah Assam di India pada tahun 1878. Bibit-bibit teh tersebut tumbuh dan dikembangkan di perkebunan Parakan Salak dan Sinagar di daerah Sukabumi oleh Adriaan Walraven Holle, Albert Holle, dan Eduard Julius Kerkhoven. Lalu di perkebunan Gambung dan Arjasari oleh Ir. Rudolf Eduard Kerkhoven.

Di awal abad XX kualitas teh dari P. Jawa adalah yang terbaik mutunya di seluruh dunia, ini berkat jasa para Preangerplanters yang mengembangkannya. Teh menjadi komoditas eksport unggulan yang mendatangkan banyak keutungan besar dan tentu saja uang. Dengan uang, para pemilik perkebunan mampu melakukan apa saja, di antaranya ada yang lebih memilih untuk mendermakan sebagian hartanya bagi kemakmuran rakyat banyak. Seperti K.F. Holle pemilik perkebunan teh Waspada di Garut, yang mendirikan Kweekschool (Sakola Radja), yang bangunannya sekarang digunakan sebagai Mapolwiltabes Bandung. Holle juga menerbitkan buku-buku pelajaran berbahasa Sunda. Tak heran karena aktivitasnya tersebut K.F. Holle diangkat sebagai Penasihat Urusan Dalam Negeri Hindia Belanda. Bila di daerah sekitar Garut kita mengenal K.F. Holle, untuk daerah di sekitaran Bandung, tentu kita sudah tidak asing dengan nama Bosscha.

Image

Karel Albert Rudolf Bosscha (Gravenhage, 15-5-1865 – Pangalengan, 26-11-1928) adalah putra dari  pasangan Johannes Bosscha Jr., seorang ahli fisika, dengan Paulina Emilia Kerkhoven (anak dari Anna Jacob Kerkhoven terlahir dari keluarga Van der Hucht). Dari garis ibu, Ru Bosscha, demikian ia biasa dipanggil, adalah saudara sepupu dari Ir. Rudolf Eduard Kerkhoven (Ru Kerkhoven) pemilik perkebunan teh Assam Gambung dan Arjasari. Paman Ru Bosscha adalah Eduard Kerkhoven pemilik perkebunan teh Sinagar, selama 6 bulan setelah tiba di Hinda 1887, Ru Bosscha bekerja di perkebunan tersebut. Karena kurang menyenangi pekerjaan tersebut, Ru Bosscha bergabung degan kakaknya yang geolog, Jan Bosscha, di Borneo dalam kegiatan eksplorasi emas di daerah Sambas hingga tahun 1892. Pada tahun 1892, Ru Bosscha kembali ke perkebunan Sinagar dan bekerja hingga tahun 1895 sebagai Administrator.

Tahun 1895, Ru Bosscha merintis berdirinya Preanger Telefoon Maatschappij, yang diambil alih pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1908. Kesuksesan Ru Bosscha datang ketika dia memiliki Perkebunan Teh Malabar sejak tahun 1896, atas dukungan keuangan dari R.E. Kerkhoven dan S.J.W. van Buuren. Berdasarkan pengamatannya, iklim daerah Pangalengan tempat perkebunan tehnya berada sangat mirip dengan daerah kaki pegunungan Himalaya di India. Ru Bosscha berkeyakinan bahwa daerah tersebut sangat cocok ditanami teh. Keyakinannya tersebut terbayar setelah dalam 10 tahun dari awal masa reklamasi, perkebunan N.V. Assam Tea Company ‘Malabar’ berhasil membayar deviden 80%. Perkebunan tersebut terus berkembang hingga luasnya lebih dari 1000Ha. Perkebunan Teh Malabar menjadi contoh bagi seluruh perkebunan teh di Hindia Belanda, karena tak pernah gagal dalam penerapan teknologi dalam bidang eksplorasi, eksploitasi, dan penanaman. Degan penggunaan teknologi tepat guna, Thee Onderneming “Malabar” menghasilkan laba terbesar di seluruh Hindia Belanda saat itu. Tak heran Ru Bosscha di juluki “de Koning der Thee atau Sang Raja Teh.

Dari kesuksesan finansialnya itu, Ru Bosscha, memberikan banyak sumbangsih bagi perkembangan masyarkat Bandung. Ru Bosscha adalah salah satu Preangerplanter yang pertama mendirikan sekolah untuk anak-anak keluarga pekerja perkebunan dan masyarakat sekitarnya. Ru Bosscha, mendirikan dan mendesain sendiri dam dan pembangkit listrik tenaga air dari sungai Tjilaki untuk tenaga listrik bagi perkebunannya sekaligus juga supply bagi listrik kota Bandung.

Keberhasilan Ru Bosscha dalam mengembangkan teh di perkebunannya mengantarkan dirinya terpilih menjadi Ketua “Perhimpunan Pengusah Perkebunan Teh” dari tahun 1910-1923. Dia juga mendirikan dan memimpin “Balai Penyelidikan Tanaman Teh” di Pangalengan dari  tahun 1917-1920 kemudian dari tahun 1922-1923. Keberhasilannya sebagai pengusaha perkebunan teh mengantarkan dirinya ikut mendirikan dan juga duduk sebagai komisaris di banyak perkebunan teh di Priangan diantaranya: Wanasoeka, Taloen, Sitiardja, Raja Mandala, Arjuna, Papandajan, Sindangwangi, dan Bukit Lawang.

Image

Sebagi pengusaha yang sukses, dia juga ikut mempromosikan dan mendirikan banyak perusahaan seperti : de Nederlandsch-Indische Escompto Mij., de Bandoengse Electriciteits Mij (Perusahaan Listrik Bandung), Technisch Bureau Soenda (Biro Teknik Sunda), de D.E.N.I.S.-hypotheekbank, de N.V. Eerste Ned.-Ind. Ziekten en Ongevallen Verzekering Mij., E.NI.ZOM (perusahaan asuransi jiwa dan kesehatan) di Batavia, de theezaadtuin ‘Selecta’ (kebun bibit teh), het Houtindustrie-Syndicaat (Sindikasi Industri Perkayuan), de Automobiel Import Mij. (perusahaan importir mobil), de Kistenfabriek, dan banyak perusahan lainnya.

Keberhasilan Ru Bosscha dalam mengembangkan perkebunanya tak lepas dari penerapaan ilmu pengetahuan dalam usahanya, seperti penggunaan tenaga air untuk pembangkit listrik bagi perkebunannya. Ru Bosscha juga merintis penggunaan ukuran/skala metrik (Metrisch Stelsel) di perkebunannya. Dia mengganti ukuran luas seperti “Bahu” (7096m2) menjadi Hektar. Jarak yang semula diukur menggunakan “Pal” (1 pal kurang lebih sama dengan 1.5 km) diganti menggunakan patokan Kilometer.

Dari keuntungan perkebunanya tersebut Ru Bosscha ikut menyumbang bagi pendirian lembaga-lembaga seperti mendirikan dan mensponsori bursa tahunan Jaarbeurs, menjadi donatur tetap untuk lembaga Bala Keselamatan (Leger de Heils), Lembaga Tuli Bisu (Doofstommen Instituut), mendirikan Lembaga Kanker(Kanker Instituut) dengan menyumbangkan 250gr Radium bromide. Dia juga membiayai perawatan pasien di panti perawatan lepra di Plantungan, Jawa Tengah. Bosscha menyumbang pula bagi pendirian komplek permukiman pensiunan KNIL di Bandung yang dikenal sebagai komplek Bronbeek. Dia ikut mendirikan dan duduk sebagai President Curator (Dewan Penyantun) Technische Hogeschool Bandung (sekarang ITB) hingga wafatnya di tahun 1928. Di perguraan tinggi teknik pertama di Hindia Belanda ini Ru Bosscha menyumbang Laboratorium Fisika. Plakat sumbangan tersebut masih terdapat di dinding gedung Laboratorium Fisika.

Image

Ketertarikan Ru Bosscha terhadap ilmu pengetahuan mungkin karena dalam darahnya mengalir darah ilmuwan dari garis keturunan ayah. Ayahnya, Johaness Bosscha Jr adalah seorang ahli fisika, sedang kakeknya Prof. Dr. J. Bosscha adalah yang merancang dan mengusulkan pendirian peneropongan bintang di Universitas Leidse di Belanda. Mengikuti jejak kakeknya Ru Bosscha dan sepupunya Ru Kerkhoven berinisiatif mendirikan peneropongan bintang (Sterrenwacht) modern pertama di Hindia Belanda. Pada Oktober 1922 pembangunan dimulai di atas tanah sumbangan dari keluarga peternak sapi di Lembang, Ursone Familie, dan diresmikan pada tanggal 1 Januari 1923. Pada tahun 1928 peneropongan ini resmi dinamakan Bosscha-Sterrenwacht sebagai penghargaan atas sumbangsihnya selama ini.

Atas perhatiannya yang besar bagi kemajuan masyarakat Bandung, Ru Bosscha mendapat beberapa penghargaan, di antaranya diangkat sebagai anggota Volksraad di Batavia, menjadi Ketua kehormataan seumur hidup lembaga Bandoeng Vooruit, dan penghargaan sebagai “Warga Utama Kota Bandung” (1921). Upacara penganugerahan gelar tersebut disertai upacara besar-besaran di Balai Kota oleh Gemeente Bandoeng. Ru Bosscha bahkan mungkin satu-satunya orang di Hindia Belanda yang pada masa hidupnya didirikan 6 buah monumen peringatan bagi jasa-jasanya. Sebuah jalan di bagian utara Bandung juga mengabadikan namanya, Jalan Bosscha.

Mungkin tanpa sifat kedermawanan Bosscha kita tidak akan memiliki peneropongan bintang, sekolah tinggi teknik terbaik, hingga ke perusahaan teh terbaik di Indonesia saat ini.

 Image

*disarikan dari: “Semerbak Bunga di Bandung Raya” (Haryoto Kunto)

Biografi singkat pada penjelasan koleksi Foto Tropen Museum

Satu pemikiran pada “de Koning der Thee (Sang Raja Teh)

Tinggalkan komentar