Historis pendidikan di Indonesia sampai zaman kolonial

Di sini ku berdiskusi dengan alam yang lirih

kenapa indahnya pelangi tak berujung sampai di bumi

aku orang malam yang membicarakan terang

aku orang tenang yang menentang kemenangan oleh pedang

Oleh: Risman Budiman

Terlintas di pikiran untuk menulis bagian bait OST filmnya Soe hok gie di awal tulisan sederhana ini, karna setiap kita membahas tentang sejarah, di ibaratkan hanya berdiskusi dengan alam. Banyak pertanyaan yang terjawab dengan tidak pasti, alasan, tokoh, watak, tujuan, tempat, waktu, (fakta sebenarnya?) kita hanya orang malam yang membicarakan terang. Terkait dengan tema aleut kali ini pendidikan banyak pertanyaan kenapa pada awalnya harus kaum minoritas bangsawan yang bisa memperoleh pendidikan, apa sebenarnya tujuan politik etis, siapa sebenarnya yang paling berperan R.A Kartini atau Kanjeng Dewi Sartika, sebenarnya pertanyaan intrapersonal saya sendiri.

Kaki melangkah ringan ke arah kerumunan pegiat aleut dibawah patung 3 pekerja PDAM di Jl.Dago yang berpotongan dengan jl.Sultan agung yang seakan menyambut pegiat aleut di awal perjalanan menelusuri sekolah dan konsep pendidikan tempo dulu.

Yang membedakan pendidikan tempo dulu dengan masa sekarang adalah “kebudayaan” karna kebudayaan hasil karsa karya pola pikir diri dan pembentukan sosial. Setiap dekade mempunyai perbedaan kebudayaan walaupun berakar dari kebudayaan sebelumnya begitu juga pendidikan.

  • Sejak zaman purba ada proses belajar mempertahankan hidup dan menjalankan kepercayaan animisme dan dinamisme yang meniru tetua sebelumnya: bagaimana cara berburu, bagaimana cara memuja roh, ada masa ini belum terdapat perbedaan kelas sosial.
  • Bergeser ke sistem pendidikan kerajaan Hindu-Budha hasil kulturasi kebudayaan India dan masyarakat lokal ketika transaksi perdagangan dari mulai bahasa, tulisan, agama berpengaruh pada sistem pendidikan yang bersifat aristokratis artinya masih terbatas hanya untuk minoritas yaitu anak-anak kasta brahmana( pendeta) dan ksatria (tentara perang), belum menjangkau masyarakat mayoritas yaitu anak-anak waisya (pedagang,penguasa) dan syudra (buruh,petani).
  • Kemudian masuk ke pendidikan zaman kerajaan islam,mulai tidak menganut stratifikasi sosial berdasarkan kasta dan keturunan,sesuai ajaran islam.walaupun sebenarnya masih tetap terdapat kelompok raja dan para bangsawan/para pegawai di satu pihak dan kelompok rakyat jelata di lain pihak namun feodalisme di kalangan masyarakat pada umumnya mulai di tinggalkan.
  • Pada awal abad ke -16 bangsa Portugis datang ke Indonesia di susul oleh bangsa Spanyol disertai para missionaris yang bertugas menyebarkan agama katholik, tahun 1536 mereka mendirikan sekolah (seminarie) di ternate dan solor, kurikulum pendidikannya penyebaran agama katholik, ditambah pelajaran membaca,menulis dan berhitung.
  • 1596 bangsa belanda datang dengan niat awal hanya berdagang,1602 mereka mendirikan VOC merupakan badan perdagangan milik orang-orang belanda yang beragama protestan.kekuasaan VOC di serahkan ke pemerintah Belanda karna itu sejak 1800-1942 negeri kita menjadi jajahan pemerintah kolonial Belanda.

Salah satu karakteristik sosial budaya pada zaman ini terdapat stratifikasi sosial berdasarkan ras atau suku bangsa dari mulai bansa belanda –> golongan orang timur asing –> golongan priyayi/bangsawan pribumi –> golongan rakyat jelata pribumi.

Seiring dengan perjuangan bangsa yang tak pernah padam, pada awal abad ke-20 muncul tekanan serta kecaman kaum humanis dan kaum sosial demokrat Belanda atas kekeliruan politik penjajahan pemerintah kolonial Belanda, keaadaain ini memaksa pemerintah melaksanakan politik etis yang diantaranya membangun sekolah untuk kaum pribumi yang sebenar[nya] tetap untuk kepentingan pihak kolonial juga.

1808 Gubernur jendral Daendels memerintahkan para Bupati di pulau jawa menyebarkan pendidikan bagi kalangan rakyat, tapi kebijakan ini tidak terwujud.

1811-1816 Pemerintahan di bawah kekuasaan Raffles pendidikan bagi rakyat masih di abaikan.

1816 Komisaris jenderal C.G.C Reindwardt membuat Undang-undang pengajaran,tetapi masih untuk orang-orang Belanda  dan golongan pribumi penganut Protestan.

1848 Gubernur jenderal Van de Bosch di beri kuasa untuk menggunakan anggaran belanja negara f 25000 tiap tahunnya untuk mendirikan sekolah-sekolah di pulau Jawa dengan tujuan menghasilkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan.

1849-1852 Didirikan 20 sekolah bumiputra di peruntukan bagi anak-anak pribumi golongan priyayi tidak untuk rakyat jelata.

1852 Didirikan kweekschool ( sekolah guru ) untuk mengatasi hambatan kekurangan guru, pertama di Surakarta dan menyusul di kota-kota lainnya, sekolah ini pun hanyalah untuk anak-anak golongan priyayi.

1863 dan 1864 Keluar kebijakan bahwa penduduk pribumi boleh di terima bekerja untuk pegawai rendahan dengan syarat dapat lulus ujian.

1864 Berkaitan dengan kebijakan tersebut demi kepentingan di batavia didirikanlah semacam sekolah menengah yang di sempurnakan menjadi HBS ( Hogere Burger School ).

1893 Keluar kebijakan diferensiasi sekolah untuk Bumiputera yaitu Sekolah Kelas I untuk golongan Priyayi sedangkan kelas II untuk golongan rakyat Jelata.

1907 Gubernur Jenderal Van Heutsz mengeluarkan kebijakan

  • Mendirikan sekolah desa biaya operasional di tanggung sepenuhnya oleh pemerintah desa.
  • Memberi corak sifat ke-Belanda-an pada sekolah kelas I maka 1914 sekolah kelas I di ubah menjadi HIS ( holands inlandse School ) 6 tahun dengan pengantar bahasa belanda. sedangkan Sekolah kelas II di sebut Vervoleg School ( sekolah sambungan) . akibat hal ini maka anak pribumi mengalami perpecahan golongan yang satu merasa lebih tinggi dari yang lainnya.

1930 Perluasan pendidikan Bumiputera mengalami hambatan karena kekurangan dana.

sampai akhir tahun 1940 jumlah penduduk Indonesia sekitar 68.632.000 sedangkan yang bersekolah hanya 3,32% nya.

Tidak Jauh dengan keadaan sekarang, pendidikan pada masa kolonial bertujuan untuk mengisi kekosongan pegawai rendahan di kantor-kantor Belanda. Pada saat ini bisa di katakan sistem pendidikan yang ada hampir mirip tujuannya dengan sistem pada masa kolonial, yaitu menciptakan manusia yang siap kerja yang entah itu menjadi buruh, pegawai negeri, karyawan rendahan dan sebagainya.

Pendidikan yang diberikanpun tipenya sama, kalau dahulu untuk menjadi pegawai rendahan hanya butuh bisa baca tulis dan berhitung, saat ini ilmu yang diberikan dalam pendidikan seakan-akan hanyalah ilmu untuk pengisi kurikulum dan mengejar nilai akademis atau gelar lalu mencari kerja dan dapat uang.

Harusnya sistem pendidikan yang dapat menstimulasi siswa untuk bisa bepikir sebagai mental penjajah ( bukan arti sebenarnya )

WebRepOverall rating 

Iklan

4 pemikiran pada “Historis pendidikan di Indonesia sampai zaman kolonial

  1. saya sepakat dengan kalimat terakhir dalam artikel ini “Harusnya sistem pendidikan yang dapat menstimulasi siswa untuk bisa bepikir sebagai mental penjajah (bukan arti sebenarnya)”,kenapa harus demikian?mari kita artikan secara positif, bahwa setiap tangan di atas itu lebih mulia dari pada tangan di bawah (HR.Bukhari),artinya orang yang memberi lebih mulia di sisi Allah SWT dibanding dengan orang yang tangannya berada di bawah atau peminta-minta, selanjutnya agar kita dapat memberi maka kita dtuntut untuk melakukan gerakan(kegiatan yang dapat menghasilkan uang yang bukan untuk dipakai oleh kita saja tetapi untuk berbagi dengan sesama), nah keberbagian tersebut mari kita intepretasikan sebagai usaha menuju jiwa seorang ‘entrepreneur’ bukan seagai ’employed’.Sangat jelas contoh entrepreneur sejati dalam Islam yaitu Rasulullah SAW sendiri yang memiliki jiwa berwirausaha.
    Pada tahun 2009-an “pengangguran bergelar” menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bahwa proyeksi angka pengangguran pada 2009 ini naik menjadi 9% dari angka pengangguran 2008 sebesar 8,5%. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penganggur pada Februari 2008 telah tercatat sebesar 9,43 juta orang. dan dapat diyakinkan baha dalam tahun 2011-2012 saat ini “pengangguran bergelar” bukan berkurang malah bertambah, hal ini diakibatkan karena kurikulum yang dugunakan di seluruh sekolah di negeri ini adalah kurikulum yang disiapkan hanya untuk mengerti teori, kedua hanya disiapkan menjadi seorang pekerja pemerintahan, karena Images masyarakat masih berasumsi bahwa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah sebuah kebanggaa dan ironisnya hal ini masih kental di dalam budaya masyarakat modern saat ini. Padahal menjadi seorang entrepreneur adalah sebuah pekerjaan mulia,karena kita bukan saja mencari nafkah untuk menghidui anak+istri(keluarga) tetapi juga turut menafkahi berpuluh-puluh,beratus-ratus bahkan beribu-ribu kepala keluarga yang menjadi karyawan kita.akhirnya mari kita berdoa yang senantiasa di dawamkan(kontinue) setiap hari, bahwa Yadun Ulya Khairan Min yadun Sufla(tangan atas lebih mulia dari tangan di bawah).wallahu a’lam bi ash-shawab.wassalam.terima kasih

  2. Ping balik: Menuai Cerita Sambil Berwisata | Dunia Aleut!

  3. Ping balik: Urban Legend, Kisah yang Tak Terlupakan | Dunia Aleut!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s