Perjalanan Bujangga Manik

Oleh:Ridwan Hutagalung

Bujangga Manik, Pangeran Sunda yang lebih suka hidup sebagai rahib ini, mengadakan dua kali perjalanan melintasi Pulau Jawa hingga bagian timur dan mencakup Pulau Bali dalam perjalanan keduanya*. Bujangga Manik menuliskan pengalaman perjalanannya ini di atas daun lontar dalam bentuk sajak delapan suku kata. Dalam catatannya ini, Bujangga Manik menyebutkan sekitar 450 nama tempat. Cukup menarik untuk membandingkan nama-nama tempat pada masa Bujangga Manik dengan keadaan sekarang seperti yang dilakukan oleh J. Noorduyn dalam tulisannya yang berjudul “Perjalanan Bujangga Manik Menyusuri Pulau Jawa; Data Topografis dari Sumber Kuna”.

Dalam rangka Geotrek Trowulan-Bromo, 16-18 Maret nanti, saya ingin cuplikkan saja bagian yang menyebutkan kedua wilayah ini dengan terjemahan seperti yang terdapat dalam buku “Tiga Pesona Sunda Kuna” (J. Noorduyn & A. Teeuw, Pustaka Jaya, 2009).


800 ngalalar aing ka Bubat, aku berjalan lewat Bubat,
cu(n)duk aing ka Mangu(n)tur, aku tiba di Manguntur,
ka buruan Majapahit ke Alun-alun Majapahit,
ngalalar ka Dar/ma Anyar, berjalan lewat Darma Anyar,
na Karang Kajramanaan, itulah Karang Kajramanaan,
805 ti kidulna Karang Jaka. Dari arah selatan Karang Jaka.
Sadatang ka Pali(n)tahan, Setiba di Palintahan,
samu(ng)kur ti Majapahit, setelah meninggalkan Majapahit,
nanjak ka gunung Pawitra, berjalan mendaki ke gunung Pawitra,
rabut gunung Gajah Mu(ng)kur. Tempat suci gunung Gajah Mungkur.
810 Ti ke(n)ca na alas Gresik, Dari arah kirinya wilayah Gresik,
ti kidul gunung Rajuna. di selatan gunung Rajuna.
Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, Semua itu telah kulalui,
ngalalar ka Patukangan, berjalan lewat Patukangan,
datang ka Rabut Wahangan, datang ke Rabut Wahangan,
815 leu(m)pang aing nyangwetankeun. aku berjalan ke arah timur.
Lambung gunung Mahameru, Lereng gunung Mahameru.
disorang kalereunana. kulalui sebelah utaranya.
Datang ka gunung B(e)rahma, Datang ke gunung Brahma,
Datang aing ka Kadiran, sampai ke Kadiran,
820 ka Tandes ka Ranobawa. ke Tandes juga ke Ranobawa.
Leu(m)pang aing ngaler ngetan. Aku berjalan ke arah timurlaut.
Sacu(n)duk aing ka Dingding, Setiba aku ke Dingding,
eta hulu dewaguru. Itulah pusat kepala biara.
Samu(ng)kur aing ti (i)nya, Setelah kutinggalkan tempat itu,
825 datang ka Panca Nagara. datang ke Panca Nagara.

Itulah catatan Bujangga Manik di seputar Majapahit dan Bromo. Dalam perjalanan pulangnya, Bujangga Manik melewati dan menyebutkan lagi beberapa nama tempat di atas.

Beberapa nama tempat di atas masih dapat dikenali sekarang, seperti Plintahan, Gajah Mungkur, Mahameru, B(e)rahma. Beberapa nama tempat lainnya sudah tidak dikenali lagi sekarang, seperti Darma Anar, Karang Kajramanaan, dan Karang Jaka.

Beberapa nama tempat lainnya dapat ditelusuri dengan membuat perbandingan dengan naskah-naskah lain seperti Nagarakretagama, Tantu Panggelaran, Babad Tanah Jawi, Serat Kanda, Aji Saka, dan lain-lainnya. Dari perbandingan ini dapat diketahui bahwa Manguntur adalah sama dengan wanguntur atau alun-alun kraton seperti disebutkan dalam Nagarakretagama atau bahwa gunung Pawitra adalah nama lama bagi Gunung Penanggungan.

Sambil lalu, saya merasakan keasyikan tersendiri mengikuti pelacakan J. Noorduyn terhadap teks Bujangga Manik ini, perbandingan-perbandingan lintas teks yang begitu banyak, dugaan-dugaan yang diajukan, semuanya seru, rasanya seperti sedang membaca kisah detektif yang rumit, hehe.

Hal yang sama juga saya rasakan saat membaca pelacakan Hadi Sidomulyo atas perjalanan Mpu Prapanca dan Hayam Wuruk seperti yang tertulis dalam Nagarakretagama. Bedanya mungkin, Sidomulyo betul-betul merekonstruksi seluruh perjalanan pujangga itu dari awal sampai akhir. Sidomulyo betul-betul membuat perjalanan ulang, menapaki jarak, dari satu tempat ke tempat lainnya sesuai catatan Prapanca. Catatan Sidomulyo ini dibukukan dalam “Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca” (WWS, 2007).

Pelacakan seru lainnya saya dapatkan dalam buku “Inskripsi Islam Tertua di Indonesia” karya Claude Guillot & Ludvik Kalus (KPG, 2008) yang memeriksa nisan-nisan Islam kuno di berbagai wilayah di Indonesia dan menemukan fakta-fakta yang (bagi saya) mencengangkan. Ternyata masih banyak kemungkinan yang berbeda atas fakta yang sama dan atas pengetahuan yang sudah kita anggap benar selama ini.

*Ada sedikit kerancuan soal kunjungan ke Bali ini dalam buku Tiga Pesona Sunda Kuna. Dalam bagian pendahuluan (halaman 17) disebutkan: “Dengan niat seperti itu dia mengadakan dua kali perjalanan dari Pakuan ke Jawa tengah dan timur, termasuk ke Bali dalam perjalanan pertama, lalu kembali lagi.” Sementara dalam bagian lampiran 3, yaitu sebuah tulisan karya J. Noorduyn berjudul “Perjalanan Bujangga Manik Menyusuri Pulau Jawa; Data Topografis dari Sumber Kuna” (halaman 495), dituliskan: “Sebagai rahib dia mengadakan dua kali perjalanan ke Jawa Tengah dan Timur lalu kembali, perjalanan kedua mencakup kunjungan ke Bali, dan setelah kembali tinggal di ….”

Iklan

Satu pemikiran pada “Perjalanan Bujangga Manik

  1. Ping balik: Arca-arca yang Hilang di Gunung Wayang | Dunia Aleut!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s