Memento Mori; Perkebunan Cisarua Selatan & Keluarga Keuchenius

Oleh: Aditya Wijaya

Permakaman Cisarua Selatan. Foto: Aditya Wijaya

Uih deui weh ka jalan ageung, teras ka kenca, engke aya bengkel, tah ti jalan sapaliheunana lebetna,” itu informasi dari seorang penjaga toko di Cisarua ketika kami salah ambil jalan.

Pagi itu saya bersama Komunitas Aleut mencari dua lokasi permakaman eks pemilik Perkebunan Cisarua di Cisarua, Kabupaten Bogor. Perkebunan Cisarua terbagi dalam dua bagian, Cisarua Utara dan Cisarua Selatan. Di masa lalu, wilayah perkebunan ini merupakan bagian Keresidenan Batavia dan Afdeling Buitenzorg.

Pemilik Kebun Cisarua Utara adalah J.M. Bik dengan administratur F.E. Keuchenius, sementara Kebun Cisarua Selatan dimiliki oleh B.Th. Bik yang merangkap sebagai administratur. Pada 1 Januari 1894 tercatat jumlah penduduk di Perkebunan Cisarua Utara sebanyak 3823 jiwa dan 3202 jiwa di Cisarua Selatan.

Untuk menuju lokasi makam pertama  di Cisarua Selatan kami harus jalan kaki ke arah hutan di kaki Gn. Pangrango. Lokasinya tak jauh dari pintu masuk wisata kebun binatang. Area permakaman lumayan luas dan di dalamnya terdapat kurang lebih 15 Makam Belanda. Sementara di bagian luar area utama ada dua kompleks makam lain yang dengan nama-nama lokal.

Ada yang cukup menarik perhatian di lokasi makam ini, yaitu keberadaan pohon kopi yang tingginya mungkin lebih dari empat meter. Entah sudah berapa lama pohon kopi itu tumbuh. Di sana-sini terlihat jejak kotoran musang dan biji-biji kopi yang sudah mengering.

Keberadaan pohon kopi tua ini mendapatkan penjelasan dari buku “Handboek Voor Cultuur – En Handels Ondernemingen in Nederl. Indie” yang menyebutkan bahwa Perkebunan Cisarua pada tahun 1890-1893 menghasilkan kopi dan coklat. Tak terbayangkan dahulu kawasan hutan di kaki Gunung Pangrango ini dahulu ternyata merupakan wilayah perkebunan kopi dan coklat, apalagi melihat kondisi sekarang yang sama sekali tidak banyak menyisakan jejak masa lalunya. Pohon kopi pun hanya itu saja yang terlihat oleh kami.

Buku Handboek Voor Cultuur – En Handels Ondernemingen in Nederl. Indie.
Pohon Kopi. Foto: Aditya Wijaya

Kondisi makam-makam di sini sepertinya sudah lama tidak dibersihkan, rumputan dan alang-alang tumbuh subur dan meninggi, sebagian sampai menutupi nisan-nisa besar yang terbaring. Sebagian nisan sudah agak sulit dibaca karena ada bercak-bercak berwarna hitam yang menutupi, entah dari mana asal bercak ini, seperti bekas getah. Agak sulit juga membersihkannya agar dapat membaca tulisan yang terpahat di situ. Dengan susah payah kami mencari cara agar dapat membersihkan dan membaca tulisan-tulisan pada nisan, bahkan seorang rekan sampai berjalan kembali ke jalan raya membeli air kemasan untuk digunakan membersihkan permukaan nisan.

Beberapa makam masih terlindungi oleh cungkup kayu dengan atap genting. Sepertinya dahulu sebagian makam ini memiliki cungkup masing-masing, bahkan ada yang berbahan tembok dan masih dapat terlihat dari jejak-jejak yang ada.

Makam F. E. Keuchenius dan E. C. C. Bik. Foto: Aditya Wijaya

Dalam buku “Genealogische en heraldische gedenkwaardigheden betreffende Europeanen op Java” disebutkan ada tiga batu nisan di sini, letaknya berada di belakang rumah di bawah lereng Pangrango.

  1. Bruno Theodorus Bik. Lahir di Pati 14 Oktober 1840. Meninggal di Cisarua Selatan 31 Maret 1921. Dia menikah dengan Catharina Maria Elisabeth Du Puy, 14 Februari 1871. Makam C. M. E. Du Puy menyatu dengan Bruno Th Bik. Catharina Maria Elisabeth Du Puy, lahir di Tulungagung 6 April 1847 dan meningggal di Cisarua 1 Desember 1942.
  2. Francois Eugene Keuchenius. Lahir di Tegal 29 Mei 1861. Meninggal di Djatinegara 22 November 1921. Dia menikah dengan E. C. C. Bik di Buitenzorg 20 Oktober 1891. Makam F. E. Keuchenius menyatu dengan E. C. C. Bik. Elisabeth Charlotte Catharina Bik, lahir di Djatinegara 1 Desember 1871 dan meninggal di Cisarua 17, Juni/Agustus 1939. Di makam ini ada lambang keluarga Keuchenius yaitu kolom di atasnya perisai dan helm, di bawah perisai ada pita dengan tulisan “Non Immemor Beneficii”. Saat ini lambangnya sudah tidak terlihat atau hilang.
  3. John Bruno Bik lahir di Meester Cornelis 23 September 1873. Meninggal di Cisarua Selatan 19 Mei 1926.

Jejak rumah yang disebutkan dalam buku itu sudah tidak dapat kami temui, hanya ada beberapa petak tanah kosong di depan kompleks makam yang melihat bentuknya mungkin dulu pernah terisi oleh bangunan. Atau kalau sekadar menduga, mungkin rumah paling depan yang berada di sisi jalan raya adalah rumah yang dimaksud.

Nisan Eduard Charles Keuchenius dan Magdalena Catharina Keuchenius, kondisinya paling buruk. Foto: Aditya Wijaya

Selain tiga nisan yang disebutkan di atas masih ada beberapa nisan lagi yang berada di permakaman Cisarua Selatan ini.

  1. John Pieter Keuchenius (Djoni Rosidi). Lahir di Buitenzorg 24 Juni 1933. Meninggal di Buitenzorg 30 Agustus 2004.
  2. Henri Theophile Charles Kal. Lahir 10 Desember 1903. Meninggal 12 Mei 1976. Madeline Elisabeth Kal Keuchenius. Lahir 28 Februari 1906. Meninggal 16 Februari 1990.
  3. Adriaan Francois Keuchenius. Lahir 13 Mei 1895. Meninggal 22 Agustus 1944.
  4. Carel Reinier van Joost. Lahir 6 Agustus 1865. Meninggal September 1909.
  5. Charlotte Aimee Keuchenius. Meninggal 15 November 1837. Eugenie Keuchenius Butin Bik. Lahir 7 April 1837. Meninggal 25 Februari 1892. A. A. M. N. Keuchenius. Oud Resident van Soerakarta. Lahir 25 September 1825. Meninggal 11 Juni 1894.
  6. Jannus Theodorus Bik. Lahir di Buitenzorg 7 Agustus 1857. Meninggal di Bandoeng 29 Mei 1922. Henriette Charlote Bik. Lahir di Meester Cornelis 28 Maret 1862. Meninggal di Bandoeng 29 Juni 1941.
  7. Jan Andries Bruno Bik. Lahir 21 Oktober 1892. Meninggal 2 September 1950.
  8. Marguerite Constance Mersen Senn van Basel-Bik. Lahir di Batavia 9 Oktober 1895. Meninggal di Cisarua Selatan 17 Juni 1981.
  9. Theodore Eugene Breton Keuchenius. Lahir di Cisarua 17 Agustus 1892. Meninggal di Bandung 16 Juli 1957.
  10. Alexander Amadeus Keuchenius. Lahir di Meester Cornelis 21 September 1901. Meninggal di Cisarua Selatan 4 Juli 1966.
  11. Bruno Theodorus Eugene Keuchenius. Lahir di Buitenzorg 15 Mei 1903. Meninggal di Cisarua Selatan 13 Agustus 1984.
  12. Eduard Charles Keuchenius. Lahir 20 November 1866. Meninggal 8 Maret 1934. Magdalena Catharina Keuchenius-Bik. Lahir 4 Maret 1878 di Batavia. Meninggal 14 Oktober 1970 di Bandung.
Makam Carel Reinier Joost, setelah dibersihkan menggunakan air

Salah satu nisan yang menarik perhatian saya adalah nisan dengan nama Charlotte Aimee Keuchenius yang meninggal pada tahun 1837. Angka 1837 menunjukan bahwa nisan ini adalah nisan tertua di permakaman ini. Selain itu ada juga A.A.M.N. Keuchenius yang dalam keterangan nisan menjabat sebagai Residen Surakarta.

A. A. M. N. Keuchenius. Foto: Google

Ini adalah profil singkat mengenai A. A. M. N. Keuchenius. Adriaan Anton Maximiliaan Nicolaas Keuchenius lahir di Batavia 25 September 1825 dan meninggal di Meester Cornelis 11 Juni 1894. A.A.M.N. Keuchenius menikah dengan Eugenie Butin Bik pada tanggal 21 Desember 1853 di Batavia. Ibu Keuchenius bernama Marie Christine de Man sementara Ayahnya bernama Guillaume Adrien (Willem Adriaan) Keuchenius. Dari lima lima bersaudara Keuchenius, ada salah satu kakaknya yang memiliki peran besar di Hindia Belanda. Cerita mengenai Kakaknya yaitu Levinus Wilhelmus Christiaan Keuchenius akan diceritakan di lain tulisan. Keuchenius memiliki sembilan orang anak.

Lambang keluarga Keuchenius. Foto: Buku

Cukup sulit menemukan tulisan mengenai asal mula nama keluarga Keuchenius. Dalam buku “Stam en Wapenboek Aanzienlijke Nederlandsche Familien, Genealogische en Heraldische Aanteekeningen,” keluarga ini mulanya bernama von Keuchen. Keluarga ini berasal dari Wesel (saat ini bagian dari Jerman) sekitar abad ke-16, di mana tiga bersaudara Keuchen lari ke Belanda karena penganiayaan agama, lalu mereka menetap di Belanda. Beberapa orang terkenal dapat ditemukan abad ke-17 dan 18, tetapi garis keturunan baru dimulai abad 18.

Kadipaten Bersatu Jülich-Cleves-Berg ditandai dengan warna merah. Foto: Wikipedia

Sementara dalam buku “Jaarboek van de Maatschappij der Nederlandse Letterkunde, 1895” genus Keuchenius pada abad ke-16 termasuk dalam tanah Gulik, Cleves dan Berg. Sebagian besar menetap di Wesel. Dua anggota keluarga ini berturut-turut melarikan diri ke Belanda agar bisa mengikuti keyakinan Reformed tanpa hambatan. Beberapa keturunan memiliki peran penting di Hindia Belanda.

A.A.M.N. Keuchenius pernah menjabat sebagai Residen Rembang 1844-1849, Tegal 1860-1864, Semarang 1864-1867, Surakarta 1871-1875, dan Madura 1875-1876. Keuchenius pernah juga menjabat sebagai Asisten Residen Batavia.

Kiprah Keuchenius di Hindia Belanda bisa kita lihat dari koran-koran lama ketika mengabarkan meninggalnya Keuchenius. Ini adalah kutipan dari koran lama Hindia Belanda:

Koran, De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 16 Juli 1894.

Surat kabar Hindia menyebutkan kematian tak terduga A.A.M.N. Keuchenius, bekas residen Soerakarta, di Batavia. Almarhum adalah saudara dari mantan menteri Keuchenius. Setelah mengundurkan diri dari jabatan residennya, dia tetap tinggal di Hindia untuk melayani misi dengan lebih baik.

Dia antara lain adalah salah satu pendiri seminari di Depok, dan dalam pertemuan pendidikan tinggi terakhir di Utrecht, Mr Van der Jagt mengenang peran almarhum dalam perjuangan untuk pemulihan Gereja-Gereja Reformasi di Hindia Belanda.

Nisan A. A. M. N. Keuchenius di Cisarua. Foto: Aditya WIjaya

Koran, Makassaarsch handelsblad, 21 Juni 1894.

Dengan menyesal, kata Bat. Nbl. tanggal 11 Juni lalu, oleh banyak orang di sini maupun di tempat lain, sudah saatnya mendengar dari Bapak A.A.M.N. Keuchenius, mantan kepala Pemerintahan Daerah.

Selama bertahun-tahun tinggal di Hindia, Tuan Keuchenius, dengan keyakinan ortodoks yang kuat, menunjukkan banyak kebaikan dan bantuan, dan banyak orang dibantu keluar dari masalah olehnya, banyak organisasi amal mendapatkan dukungan kuatnya.

Selama dua minggu terakhir, dia menderita bronkitis, dan baru-baru ini, pagi ini sepertinya terlalu serius oleh karena itu kematian menimpa kerabat sebagai pukulan yang tidak terduga. Almarhum mencapai usia 68 tahun.

Seminari di Depok, Keuchenius sebagai salah satu pendirinya. Foto: Album foto peserta Seminari Depok

Sementara itulah sisa jejak-jejak perkebunan di Cisarua Selatan yang dapat kami temukan. Tak banyak memang, tapi semoga apa yang tersisa tetap lestari. Tentang kompleks permakaman kedua, di Cisarua Utara, akan saya tuliskan juga di bagian lain.

Salam.

Aditya Wijaya

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s