Ditulis oleh: Reza Khoerul Iman

“Tepat pada 29 Desember 2021 lalu, Gedong Cai Tjibadak diramaikan oleh banyak orang. Wartawan berdatangan, berbagai komunitas menghadiri tempat tersebut, MCK dan lingkungan sekitar direvitalisasi, bahkan Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Bandung, Yana Mulyana, pun turut turun ke hadapan Gedong Cai Tjibadak”.
Entah sejak kapan saya menaruh perhatian khusus kepada gedong cai di Kota Bandung. Saya kira usianya yang telah genap menjadi satu abad bukan salah satu alasan saya mengenal gedong cai. Mungkin lebih karena aktivitas saya yang harus ke sana ke mari mencari berita yang akhirnya mempertemukan saya dan gedong cai.
Sewaktu mengikuti kegiatan Ngaleut Cidadap dan mampir ke gedong cai bersama rekan-rekan Komunitas Aleut, pada Kamis, 30 Desember 2021, ternyata juga dilakukan bukan karena usia gedong cai yang telah genap menjadi satu abad.
Ngaleut Cidadap ini berawal dari pembahasan kami di sekre Aleut. Waktu itu Saya menanyakan tentang lokasi mata air Cikendi ke Bang Ridwan dan meminta beberapa sumber bacaan terkait mata air tersebut. Ternyata pembahasan tersebut malah mengarahkan dua orang pemuda, yaitu Adit dan Reza, ditemani tiga orang pemudi, yaitu Inas, Anis, dan Rani, pergi ngaleut ke beberapa lokasi mata air di kawasan utara Kota Bandung.
Gedong Cai Cidadap
Kami memang memberi judul kegiatan ini dengan “Ngaleut Cidadap”, walaupun kenyataannya kami tidak sepenuhnya ngaleut dalam artian yang sebenarnya. Sebab pada ngaleut ini, kami menempuh lokasi satu dan lainnya dengan memakai motor.
Berbeda dengan angkatan terdahulu yang antara judul cerita dan kenyataan itu sinkron. Cerita yang saya maksud ini termaktub dalam risalah https://komunitasaleut.com/2010/07/27/perjuangan-aleut-menemukan-sumber-air/.
Kembali ke pembahasan, tempat yang pertama kali kami kunjungi adalah tempat yang paling ujung, yaitu Gedong Cai Cidadap. Sebenarnya entah apa nama pasti dari gedong cai tersebut dan kami tidak bisa masuk pula ke tempat tersebut karena memang bukan untuk umum. Namun kata Bang Ridwan sebut saja Gedong Cai Cidadap, “Itu nama yang saya bikin aja,” gurau Bang Ridwan.

Di sana kami sebenarnya gak mendapat informasi apapun selain melihat sebuah bangunan tua yang terletak di sisi jalan Setiabudhi. Kalau dari arah Bandung letaknya di sebelah kiri. Bangunannya seperti yang tampak pada foto. Halamannya cukup bersih, sepertinya ada orang yang rutin membersihkan halaman tersebut. Selain itu terdapat pula bangunan yang bentuknya seperti ruangan. Seluruh bangunan ini dikelilingi oleh kebun.

Alhasil kami cuman memfoto bangunan tersebut sambil berharap ada orang yang bisa ditanya atau menegur kami karena memfoto bangunan tersebut. Namun nihil, tak ada orang.
Gedong Cai Tjibadak – 1921
Mungkin teman-teman sudah gak asing lagi dengan tempat berikut ini. Ya, orang-orang yang bergelut di bidang wisata dan kesejarahan di Bandung banyak yang sudah mengenal Gedong Cai Tjibadak. Apalagi belakangan gedong cai ini ramai dibahas oleh publik karena adanya persoalan di sana, sampai-sampai gedong cai ini dibuatkan film berjudul “Preserving the Seke.”
Lebih ramai lagi orang dan rombongan yang datang untuk melihat Gedong Cai Tjibadak ketika usianya genap menjadi satu abad. Ada acara digelar di sana. MCK dan lingkungan sekitar direvitalisasi, Plt. Walikota Bandung, Yana Mulyana, turut turun ke sana. Mereka berharap acara tersebut dapat menjadi momentum pelestarian kawasan hijau.
Sebelum acara tersebut, sebenarnya saya sudah sempat mengunjungi Gedong Cai Tjibadak. Keadaannya 180 derajat berbeda ketika acara berlangsung. Sebelumnya saya harus ekstra hati-hati ketika datang ke gedong cai tersebut, sebab anak tangganya sudah berlumut dan itu cukup berbahaya. Kemudian selain itu, MCK sedang dalam proses perbaikan, bahan bangunan masih berserakan di sana di sini, dan pembangunan lainnya yang belum selesai. Mungkin semuanya dalam rangka persiapan acara peringatan 100 tahun.

Namun dalam kunjungan ngaleut kami hari ini, gedong cai sudah terlihat rapi dan bersih. Agak disayangkan tidak ada penjaga sama sekali di sana dan akses untuk masuk ke gedong cai tertutup karena digembok. Kisah tentang gedong cai ini sudah pernah dituliskan juga dalam sebuah risalah pendek di https://mooibandoeng.com/2013/07/01/ledeng/. Konon tulisan ini hasil repost dari tulisan asli beberapa tahun sebelumnya yang diunggah di FB atau multiply.com

Setelah berlelah-lelah menaiki tangga yang bukan seribu, kami beristirahat di salah satu warung yang berjualan jajanan kampung. Di sana kami berbincang juga dengan penjaga warung yang disangka David Naif oleh salah seorang rekan kami. Tentunya bukan.
Mengetahui kami telah mengunjungi Gedong Cai Tjibadak, penjaga warung tersebut bercerita jika kemarin banyak yang berdatangan ke sana. Ia juga kecipratan sembako mie dari salah satu tenant dari acara tersebut.
Yang menarik, ketika membicarakan manfaat Gedong Cai Tjibadak selama ini, ternyata warga Cidadap Girang tidak dapat merasakan manfaatnya secara langsung, sebab mereka berada di dataran tinggi. Sementara lokasi gedong cai ada di bawah.
Ia juga tidak mengetahui informasi lebih banyak tentang gedong cai tersebut, selain itu milih PDAM Tirtawening yang airnya sering digunakan oleh warga sekitar baik untuk mencuci, atau untuk berbagai keperluan sehari-hari dengan mengambil air dari pancoran di sana.
Perjalanan rekan Aleut belum selesai sampai di sini. Masih ada dua tempat lagi yang dikunjungi, bahkan tempatnya seumuran dengan Gedong Cai Tjibadak namun ternyata luput dari perhatian orang.

* * *