Tulisan ini merupakan hasil latihan Kelas Menulis sebagai bagian dari Aleut Development Program 2020. Tulisan sudah merupakan hasil ringkasan dan tidak memuat data-data penyerta yang diminta dalam tugas.
Ditulis oleh: Rieky Nurhartanto
Latar Belakang
Iwa Kusuma Sumantri lahir pada hari Rabu, 30 Mei 1899 di Ciamis. Beliau merupakan putra sulung dari Keluarga Raden Wiramantri. Walaupun berasal dari keluarga menak, dalam pergaulannya Iwa sangat ramah dan luwes, tidak pernah membeda-bedakan pergaulan mana dari kalangan atas maupun kalangan bawah.
Pada tahun 1910, Iwa Kusuma Sumantri bersekolah di Erste Klasse School. Sekolah kelas 1 di Ciamis, tapi sekolah tersebut hanya untuk kaum pribumi menak saja. Selain bersekolah, Iwa juga privat bahasa Belanda bersama Ny Stanler. Selanjutnya Iwa melanjutkan Pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche School), yaitu sekolah dasar berpengantar bahasa Belanda dan hanya untuk kalangan menak pribumi saja.
Selesai Sekolah Dasar tersebut, Iwa melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Calon Amtenar, yaitu OSVIA (Opledingschool Voor Inlandsche Amtenaren), tahun 1915 di Bandung. Tapi di sini sebetulnya Iwa sangat tidak betah, karena selain pergaulannya, perpeloncoannya tidak sehat. Setelah lulus, akan bekerja di bawah pemerintah kolonial, dan ini tidak sesuai dengan hati nurani Iwa. Karena tidak ingin mengecewakan orang tuanya, Iwa mencoba bertahan di sekolah tersebut, namun hanya bertahan selama 1 tahun saja.
Kiprah di Bidang Hukum
Setelah keluar dari Sekolah Calon Amtenar tersebut, tahun 1916 Iwa masuk ke Sekolah Hukum yang sesuai dengan bakat minat Iwa di Batavia. Semasa sekolah Iwa juga aktif di organisasi pemuda ‘’Tri Koro Darmo’’, yang nantinya menjadi Jong Java. Seiring waktu, Iwa mendapat gemblengan politik, jiwa kebangsaan dan rasa kasih sayang terhadap rakyat kecil tumbuh juga di organisasi tersebut dan ia behasil menjadi ketua organisasi.
Tahun 1921 Iwa menyelesaikan sekolah hukum tersebut, lalu bekerja di Kantor Pengadilan Negeri Bandung. Setelah enam bulan bekerja di Bandung, Iwa dipindahkan ke Surabaya, lalu ke Jakarta. Selama bekerja di Jakarta ini Iwa banyak menangani kasus-kasus besar, namun di satu sisi banyak menemui ketidakadilan, seperti dalam kasus kasus Haji Hasan yang tidak mau menjual padinya kepada pemerintah kolonial Belanda, akibatnya Haji Hasan dibuang dan dipenjarakan. Melihat ketidakadilan ini Iwa berhenti dari pekerjaannya dan berkeinginan melanjutkan pendidikannya ke luar negeri.
Namun karena beasiswanya dari pemerintah kolonial Belanda tidak kunjung datang, Iwa memutuskan melanjutkan pendidikannya dengan biaya sendiri. Dari hasil bekerjanya di Bandung, Surabaya, dan Jakarta, serta bantuan uang dari orang tuanya dan pamannya di Medan, yaitu Dr. Abdul Manap, Iwa berangkat ke Belanda melanjutkan pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Leiden pada tahun 1922.
Berkat ketekunannya Iwa dapat menyelesaikan pendidikannya hanya dalam 3 tahun dan di tahun 1925 meraih gelar Meester in de Rechten (Mr). Di sini Iwa aktif dalam organisasi Indische Vereeniging yang nantinya berubah nama menjadi PI (Perhimpunan Indonesia). Tujuan organisasi ini yaitu merdeka dan mematahkan kekuasaan kolonial.
Di dalam PI ada tokoh-tokoh seperti Moh. Hatta, Achmad Soebardjo, Gatot Tanumiharja, Nasir Datuk Pamuntjak, Moh. Nasif, Darmawan Mangunkusumo, dan Sukirman. Nantinya organisasi ini berperan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Selama di Belanda, Iwa juga pernah ditugaskan oleh PI untuk pergi ke Moskow, Rusia, untuk mempelajari Program Front Persatuan. Iwa pergi ke Moskow bersama Sukirman.
Di Rusia, Iwa berkenalan dengan seorang gadis Rusia, lalu menikah dan mempunya seorang putri. Setelah studinya di Negeri Belanda dan mendengar ada pemberontakan di tanah air, Iwa memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Di Indonesia Iwa masuk ke PNI (Partai Nasional Indonesia) dan bekerja di Kantor Pengadilan di Jakarta.
Dari Jakarta Iwa memutuskan untuk pindah ke Medan dan membuka kantor pengacara sendiri. Di sini Iwa juga menikah dengan perempuan bernama Kuraesin Argawinata dan mempunyai 6 orang anak. Selain menjadi pengacara, Iwa juga memimpin surat kabar bernama Mata Hati Indonesia yang sering mengkritik pemerintah Hindia Belanda melalui tulisan-tulisannya.
Di Medan, Iwa juga menjadi penasihat di Persatuan Motoris Indonesia, serta Perkumpulan Sekerja (ORBLOM) dan menjadi penasihat organisasi INPO, sebuah organisasi kepanduan. Iwa juga membantu orang-orang Kristen Batak memperjuangkan orang-orang Batak asli agar dapat diangkat menjadi pendeta Kristen, karena sebelumnya hanya dimonopoli oleh orang Eropa.
Pengasingan
Karena kepedulian dan dedikasinya Iwa sulit dilupakan oleh masyarakat Medan. Tapi pemerintah kolonial Belanda melihat itu sebagai ancaman dan memenjarakan Iwa di Medan pada tahun 1929 selama satu tahun. Setelah itu Iwa pindah penjara ke Glodok dan penjara Struis-Wyck di Batavia.
Dari penjara di Jakarta, Iwa bersama keluarganya dibuang dan diasingkan ke Banda Neira selama 10 tahun 7 bulan. Selama itu Iwa memperdalam agama Islam dan belajar bahasa Arab dari sahabatnya, yaitu Syekh Abdulah bin Abdurahman, serta menulis buku yaitu “Nabi Muhammad dan 4 Khalifah”. Lalu pada tahun 1941, Iwa dipindahkan ke Makasar sebagai tahanan Politik.
Pada masa pendudukan Jepang di Makassar, terjadi pembersihan kaum intelektual Indonesia. Iwa memutuskan untuk kembali ke Pulau Jawa bersama keluarganya dengan menumpang perahu Bugis yang tidak terlalu besar. Iwa berlayar selama lima hari dengan istri yang sedang hamil. Sungguh perjuangan yang besar.
Sesampai di pelabuhan Surabaya, Iwa beserta keluarganya memutuskan pulang kampung ke Ciamis. Untuk menghidupi keluarganya, Iwa memutuskan pergi ke Jakarta menjadi advokat bersama Mr. A.A. Maramis yang merupakan pemimpin pergerakan nasional pula.
Setelah Kemerdekaan Indonesia, Iwa dua kali menjabat menjadi menteri di dua Kabinet berbeda, yaitu Menteri Sosial dan Perburuhan dan Menteri Pertahanan. Setelah itu Iwa pensiun dari dunia perpolitikan Indonesia dan selanjutnya menjabat menjadi Rektor pertama Uniersitas Padjajaan (1958-1961). Di kampus ini pula Iwa mendapatkan gelar profesornya.
Prof. Mr. Iwa Kusuma Sumantri wafat di paviliun Cendrawasih RSUP CIPTO Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1971.
Catatan Peresensi
- Banyak kisah motivasi dan inspiratif untuk kalangan anak muda Indoesia.
- Beberapa buku berkaitan tentang hukum dari Iwa Kusuma Sumantri sangat berguna, baik untuk yang mendalami ilmu hukum ataupun untuk umum.
- Buku perpolitikan dari Iwa Kusuma Sumantri juga sangat bagus untuk para politikus-politikus Indonesia sekarang.
* * *