Dari Situs Penjara Banceuy

Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar)

Dari Situs Penjara Banceuy

Saya melihat Sukarno sedang termenung ditemani buku dan pena. Kegelisahan begitu jelas terlihat dari raut wajahnya. Walaupun hanya dalam bentuk patung, keberadaannya terasa esensial. Di tempat inilah Sukarno mendapatkan gagasan dan juga mengumpulkan berbagai rumusan untuk menulis pledoi yang terkenal: Indonesia Menggugat.

Inilah pertama kali saya menginjakkan kaki di Penjara Banceuy, Bandung. Sebuah penjara yang penuh sejarah, terutama yang berkaitan dengan Sukarno.

Angga menuntun saya ke setiap penjuru, “Nah lihat dan bayangkan, di kamar nomor 5 dengan ukuran 1,5 x 2,5 meter ini Sukarno pernah tinggal,” ujarnya sambil menunjuk ke arah bangunan serupa kamar.

“Haaaah!!!!” saya tertegun. “Gilaaaa… Sempit banget.”

“Sukarno diasingkan dari hiruk-pikuk dunia luar. Selama hampir 8 bulan ia dipenjara dan ditempatkan di ruangan seperti ini,” Angga menjelaskan dengan menggebu-gebu.

“Di dalam ruangan ini Sukarno hanya berteman buku yang kerapkali dikirim oleh istrinya saat itu, Inggit Garnasih,” Angga menambahkan.

Seperti belum puas, Angga menceritakan dengan cukup detail mengenai penjara Banceuy ini.

Aktivitas politik Sukarno telah membuatnya harus mendekam di penjara kota selama hampir 8 bulan. Kebebasannya dipersempit, bahkan dihilangkan. Hebatnya, dalam situasi serba terbatas di ruang pengap ini, Sukarno, dengan bantuan Inggit, berhasil menulis pembelaannya yang lantas dibacakan di Gedung Indonesia Menggugat.

Saya dibuat tercengang oleh tempat ini, juga oleh penceritaan Angga. Ia hafal betul mengenai penceritaan yang berkaitan dengan sejarah Penjara Banceuy. Beralasan memang, Angga adalah salah satu anggota komunitas sejarah yang ada di Bandung. Maka tak heran ia begitu detail menjelaskan dari satu cerita ke cerita lainnya.

Tangan ini kembali ditarik, kali ini Angga membawa saya ke sudut penjara di mana terdapat beberapa informasi yang tertulis di dinding mengenai awal mula kedatangan Sukarno ke Bandung, sampai akhirnya dia dipenjarakan dan belajar dunia kepolitikannya.

“Nih, ambil dan baca dulu aja,” Angga mengeluarkan buku dengan judul Kuantar Ke Gerbang karya Ramadhan KH dari tasnya.

“Buku tentang Sukarno?” tanya saya.

“Iya, lebih tepatnya tentang Sukarno dan Inggit. Baca saja. Kembalikan kalau kamu sudah tamat bacanya.”

Tanpa pikir panjang saya mengambilnya. Setelah dirasa puas menjelajah setiap penjuru, kami berpamitan kepada Pak Ahmad selaku penjaga situs Penjara Banceuy.

***

Baru sekitar 6 bulan saya tinggal di Bandung. Tak pernah terpikir dalam benak saya untuk tinggal di kota berjuluk Paris van Java. Namun beasiswa dari ITB (Institut Teknologi Bandung) yang membuat saya akhirnya harus menetap dan mengakrabkan diri dengan kota ini.

Perkenalan dengan Angga membuat hari-hari saya di Bandung menjadi berbeda. Padahal sebelum mengenal Angga, bisa dibilang saya adalah orang yang enggak terlalu suka main dan berkumpul dengan banyak orang. Pergi kuliah lalu pulang ke kosan, begitu terus menerus. Hanya sesekali saja saya ke luar kosan, itupun jika ada tugas yang mengharuskan saya mengerjakannya di luar.

Angga datang di saat yang tepat. Meski belum lama, dia banyak mengenalkan saya dengan dunia baru. Dia yang perlahan membuat saya berani untuk ke luar dari kamar kosan. Menghirup dan menyesap pengalaman-pengalaman baru. Dia pula yang secara tak langsung mengajarkan saya bahwa perempuan pun harus punya pendapat, yang dilanjutkan berpegang teguh pada pendapatnya.

Setelah berkenalan dengannya, saya seperti ada ketertarikan. Kode-kode kecil saya tebar untuk mendaptkan perhatiannya. Tak dinyana, dia merespon dengan mulai sering mengajak saya ke berbagai kegiatannya. Salah satunya masuk komunitas yang dia ikuti, komunitas sejarah Kota Bandung.

***

Saya membuka handphone dikarenakan ada notifikasi pada aplikasi whatsapp.

“Rin, malam ini ada acara enggak? Jalan yuk!”

Saya tersenyum. Angga.

“Enggak ada sih, ayoo aja. Sekalian saya mau ngembaliin bukumu,” saya membalasnya.

Jika salah satu alasan Sukarno yang bilang“Ke Bandunglah aku kembali, kepada cintaku yang sesungguhnya” adalah sosok Inggit Garnasih, maka alasan dari kalimat serupa bagi saya adalah sosok Angga. Karena dia, sekarang saya tak lagi penyendiri. Karena dia pula, kini saya tak hanya berdiam diri di kosan.

Kini, saya memiliki aktivitas lain dan ditunjuk menjadi kontributor di website komunitas sejarah. Dan itu semua berawal dari situs Penjara Banceuy.

***

Tulisan ini merupakan bagian dari Kelas Literasi Komunitas Aleut. Pertama kali tayang di https://blogakay.wordpress.com/2017/08/23/dari-situs-penjara-banceuy/

Iklan

Satu pemikiran pada “Dari Situs Penjara Banceuy

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s