Oleh: Deris Reinaldi
Ketan bakar adalah makanan khas Bandung dengan bentuk segi panjang yang dibakar, tengahnya diiris lalu dimasukkan sambel oncom. Ketan bakar menjadi makanan favorit warga Bandung. Selain harganya murah yaitu Rp 3000,00 ketan bakar juga mengenyangkan perut. Tetapi keseringan makan ketan bakar juga bisa menimbulkan panas perut.
Ketan bakar dijajakkan oleh para pedagang dengan cara ditanggung. Di tengah kota, biasanya penjual ketan bakar bisa dijumpai di sekitar Alun-alun meskipun ssi penjual harus petak umpet dengan Satpol PP.
Tetapi tersiar kabar kalau si emang tukang ketan bakar akan berhenti berjualan selama dua hari karena sekitar Alun-alun akan disterilkan untuk acara konferensi Asia-Afrika. Awalnya saya kira kabar itu hanyalah kabar burung semata. Setelah dikonfirmasi ternyata kabar itu benar adanya: si emang akan berhenti berjualan untuk sementara waktu dikarenakan akan ada acara KAA. Waduh, kemanakah saya harus mencari ketan bakar kalau di Alun-alun tidak berjualan?
Si emang bercerita kalau hal ini bertujuan untuk menghargai perhelatan akbar itu nanti. Tapi pernyataan tersebut memunculkan pertanyaan berikutnya: bagaimana si emang menafkahi keluarganya, mengingat dia tidak akan berjualan selama dua hari.
Saya pun mencoba memberanikan diri untuk bertanya. Menurutnya, tentulah rugi karena sebagai sumber utama pencaharian dan pendapatan dia tiap hari bukan tiap bulan. Ditambah lagi, sekarang kebutuhan pokok melonjak naik. Apakah dia terpaksa melakukan itu? Menurut si emang, hal ini tidak terpaksa. Ia lakukan ini untuk menuruti himbauan yang disampaikan pemerintah sebagai warga negara yang baik. Hal ini merupakan pengorbanan yang sangat kecil dibanding dengan para pahlawan dahulu yang mengangkat senjata bahkan merelakan nyawanya hilang demi untuk negara.
Lalu bagaimana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ini? Dia berkata, “Biarlah Tuhan akan mengatur rejeki umat-Nya. Maka janganlah gelisah, apalagi ini bisa dikatakan berjuang untuk negara.
Tercenganlah saya ketika mendengarnya ini, Jadi dengan tidak berjualan dua hari, bagi pedagang ketan bakar ini adalah sebagai bentuk penghargaan dan bakti terhadap negeri ini. Walaupun terbilang rakyat kecil, tetapi mampu berpikir kritis tentang bangsanya. Untuk berbakti kepada negara, tidak perlu seperti orang dahulu yang harus angkat senjata.
Sepertinya saya akan merindukan ketan bakar saat pelaksanaan KAA nanti karena bagi saya ketan bakar adalah segelintir dari jajanan murah di pusat kota yang mampu pengganjal perut namun harganya pas di dompet.