NIEUW HOUTRUST NAMA SPORT HOME MILIK UNI

Oleh: Haryadi Suadi

TRIBUN (panggung) dari kayu yang dibangun UNI di Alun-alun Bandung tahun 1918. Dok. Haryadi Suadi.

UNI harus merupakan kampung halaman untuk setiap pemuda dan pemudi, dari mana pun mereka berasal. Lebih baik kita kalah dengan hormat, daripada kita menang dengan cara yang memalukan.

Kalau kita Inggriskan nama UNI, nama kita menjadi You and I bukanlah I and You (Paatje F. A. Kessler, Ketua UNI 1915).

SELAMA sekira 15 tahun sejak berdirinya pada 28 Februari 1903, UNI telah banyak menemui kesulitan. Terutama dalam soal lapangan tempat berlatih dan menyelenggarakan pertandingan. Tahun 1914 mungkin merupakan puncak dari kesulitan UNI. Pasalnya di masa itu mereka telah terusir dari lapangan Java Straat (Jalan Jawa) yang strategis dan terletak di tengah kota. Di lapang itulah nama UNI mulai populer pang karena mampu mengundang berbagai kesebelasan dari Batavia dan Surabaya. Karena tidak ada pilihan lain dan tidak punya uang untuk menyewa lapangan, mereka terpaksa pindah ke daerah pinggiran. Mereka dengan berat hati menerima tawaran dari Tuan Susman yang mengizinkan UNI dengan gratis berlatih di lapang Tegallega. Lapang tempat pacuan kuda itu merupakan tempat yang agak jauh dari pusat kota. Akibatnya nama UNI agak tersisihkan dan jumlah anggotanya turun drastis menjadi 40 orang.

Untunglah ada dewa penolong, yakni Tuan B. Coops, mantan Asisten Residen yang kemudian diangkat menjadi Wali Kota Bandung. Pada tahun 1914 atas kebaikan Coops, UNI diizinkan kembali menggunakan Alun-alun. Namun dengan syarat, wali kota mengontrakkan Alun-alun kepada pihak UNI selama 7 tahun (1914-1921). Syarat lain yang lebih menggembirakan, yakni UNI boleh memasang pagar darurat yang bisa dicopot setelah pertandingan selesai dan membangun panggung. Sebuah panggung dari kayu yang sederhana, tetapi bentuk arsitektur unik telah dibangun. Suasana Alun-alun Bandung pun jadi bertambah semarak dan meriah. Di saat itulah nama UNI bangkit kembali. Para anggota yang semula meninggalkannya dalam waktu cepat telah bergabung kembali sehingga di tahun 1917 anggota UNI bertambah menjadi 225 orang.

Karena kondisinya kian mapan, seorang pengurusnya, Tuan Wim Spier telah menyusun undang-undang dan anggaran rumah tangganya. Kemudian pada tanggal 19 Februari 1918 UNI telah diakui pemerintah sebagai sebuah badan hukum yang sah.

Sementara itu, pertandingan demi pertandingan sudah berjalan kembali dengan lancar. Pertandingan yang paling bergengsi adalah ketika UNI pada tahun 1920 mendatangkan kesebelasan dari luar negeri, yaitu Singapura. Pertandingan ini punya arti penting karena Bandung untuk pertama kali menyelenggarakan pertandingan yang bertaraf internasional.

KESSLER DAN “SPORT HOME”

Berbicara soal UNI, nama Teddy Kessler tentunya tidak boleh dilupakan. Kessler yang lebih populer dipanggil Paatje (ayahanda), sangat berjasa dalam membina UNI. Selain dikenal sebagai pemain bola yang tahu taktik permainan dan ketua UNI yang aktif, dia telah menanamkan dasar-dasar pemikiran yang penting dalam dunia olah raga khususnya persepakbolaan dalam tubuh UNI. Dia juga mencita-citakan berdirinya sebuah sport home. Untuk melaksanakan cita-citanya itu, Kessler bertekad untuk membeli sebidang tanah. Tanah tersebut akan dijadikan lapangan dan di atasnya didirikan sebuah stadion yang lengkap.

Oleh para tokoh UNI, Kessler disebut sebagai seorang organisator yang menjelma menjadi seorang pimpinan yang berkaliber besar. Dialah yang telah turun tangan ketika UNI terpaksa berpindah-pindah dari satu lapangan ke lapangan lain. Sejak habisnya masa mengontrak Alun-alun di tahun 1921, cita-cita membeli sebidang tanah itu harus segera dilaksanakan.

Untunglah jasa bendaharawan Thom Franciscus yang menjaga keuangan dengan keras “seperti seekor singa”, UNI punya simpanan uang yang cukup besar. Di tahun 1924 didapatlah sebidang tanah yang luasnya memadai dan letaknya tidak jauh dari pusat kota. Tanah yang terletak di daerah Karapitan tersebut milik Bupati Bandung R.A.A. Wiranatakusumah yang dijual dengan harga miring. Mula-mula tanah itu dibeli oleh gemeente (kota madya), kemudian dijual lagi ke pihak UNI. Tanggal 25 April 1925, secara resmi UNI memiliki sebuah lapangan setelah berjuang selama 22 tahun.

Dalam keadaan kas kosong lantaran telah dibelikan tanah, para pimpinan UNI segera mencari akal untuk melaksanakan cita-cita Kessler. Berkat kesadaran para simpatisannya, dengan cepat berdatanganlah para donatur, sponsor, anggota kehormatan, dan para sukarelawan yang siap membantu. Tegel, kawat kasa, dan berbagai material bangunan lainnya disumbang dari Gerritsen, Wim Bannink, dan Leo Hillebrandt yang juga bersedia menjadi sukarelawan dalam pem- bangunannya. Sementara itu, Leuwener menjual bahan bangunan kepada UNI dengan diskon istimewa. Juga para anggotanya yang hidupnya pas-pasan tidak ketinggalan turut merelakan sebagian dari uang gajinya.

Dan sesuai dengan cita-cita Kessler, di atas lapangan dengan cepat telah berdiri sebuah bangunan dengan ruang-ruang untuk keperluan rapat, ping pong, kamar ganti pakaian, dan kantin. Sementara itu, di sekeliling lapangan telah dipancangkan 8 buah tiang tinggi yang masing-masing terdapat 4 buah lampu 1.000 watt. Dengan listrik berkekuatan 32.000 watt, di malam hari pun lapangan itu dapat digunakan untuk pertandingam. Dan akhirnya, Kessler dengan bangga telah memberi nama sport home itu Nieuw Houtrust.

Dalam upacara peresmian pembukaannya, UNI sengaja mendatangkan kesebelasan yang paling top di masa itu, yakni “Hercules” dari Batavia yang dipimpin oleh Max de Vries Poltynski. Tendangan pertamanya dikakukan Letnan Jendral Gerth van Wijk. Pertandingan antara UNI dan Hercules, 2 kesebelasan yang namanya sudah tidak asing lagi, tentu saja membuat bangga masyarakat Bandung di masa itu.

Apalagi permainan berakhir dengan angka 1-0 untuk kemenangan tuan rumah. Tendangan George de Jager yang telah berhasil membobol benteng “Hercules”, konon menjadi legenda. Tendangannya yang keras dan rendah itu telah meninggalkan bekas di papan putih yang terletak di belakang tiang gol. Bekas tendangannya itu, kemudian diabadikan dengan dicat hitam. Sementara itu, dinding putih dengan noda hitam itu telah dijadikan “monumen” untuk mengenang zaman keemasan UNI.

Pada masa inilah UNI telah menciptakan Tri Darma-nya, yakni 1. UNI Geest (Jiwa UNI yang selalu berkumandang), 2. UNI Wil (Cita-cita UNI yang akan terus tercapai), 3. UNI Daad (perbuatan atau tingkah laku UNI yang terpuji untuk selamanya).

Karena fasilitasnya yang serbamewah dan hebat, lapangan UNI sering dipakai untuk menggelar berbagai pertandingan resmi. Di lapang itulah kerap diadakan pertandingan bertaraf nasional maupun internasional. Hampir semua kesebelasan di Jawa pernah beraksi di atas lapang ini. Kesebelasan luar negeri yang sempat berhadapan dengan UNI di lapang tersebut antara lain Malaysia, Cina, Inggris, Filipina, dan Australia. Hadirnya clubhuis “Nieuw Houtrust”, bukan saja telah berhasil menjalin pertalian lahir batin di antara pecinta sepak bola, tetapi merupakan suatu lambang perpaduan dari kerja sama dengan bantuan yang tulus.

UNI KELUAR DARI NIVB

Hadirnya sport home UNI yang bernama “Nieuw Houtrust” pada tahun 1925 telah menaikkan citra Kota Bandung. Paling tidak Bandung di masa itu dikenal sebagai kota dengan semboyan “tiada hari tanpa sepak bola”. Pokoknya Bandung menjadi pusat perhatian hampir semua perkumpulan besar sepak bola di seluruh Jawa. Kesebelasan dari luar kota seperti BVC Batavia, SVBB, Hercules, Sparta, De Crocodillen, Quick, dan lain-lain, sudah tidak aneh lagi hadir di Kota Parijs van Java ini. Baik atas kemauan sendiri maupun diundang oleh tuan rumah, mereka kerap kali beraksi di lapang UNI. Begitu juga dengan grup-grup yang berasal dari mancanagara, seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Australia.

Gengsi UNI sebagai sebuah klub sepak bola juga semakin menanjak. Hal itu dapat dibuktikan dalam beberapa pertandingan kejuaraan di tahun 1929. UNI berhasil memenangkan semua pertandingan. Dalam ultahnya yang ke-30, bertepatan pada 28 Februari 1933, nama UNI kian harum. Pada saat yang bersamaan UNI menyelenggarakan pertandingan bertaraf internasional dengan sukses sekaligus melibatkan kesebelasan Malaysia dan Singapura.

Namun, patut disayangkan. Suksesnya UNI tidak membuat semua orang merasa senang. Konon, ada pihak-pihak tertentu baik perorangan maupun perkumpulan yang merasa tersaingi dan akhirnya timbul iri hati. Akibatnya, timbullah konflik antara UNI dengan beberapa organisasi sepak bola lainnya. Perseteruan ini telah membuat keruhnya dunia sepak bola di Kota Bandung di masa itu. UNI telah dischors oleh BVB (persatuan sepak bola se-Bandung, seperti Persib sekarang) dengan alasan yang dicari-cari, yakni dituduh menyeleweng dari peraturan bond (organisasi). Karena merasa diperlakukan tidak adil, UNI mengadu kepada pihak NIVB (Nederlandsch Indische Voetbal Bond atau Persatuan Sepak Bola Seluruh Hindia Belanda). Namun, NIVB tidak bisa berbuat apa-apa. UNI akhirnya mengambil keputusan sendiri, yakni menarik diri sebagai anggota NIVB pada tahun 1933.

Kemudian didirikanlah BVU (Bandoengse Voetbal Unie). Sport Club Jong Ambon dan Jong Minahasa yang bersimpati kepada UNI, akhirnya turut bergabung dengan BVU. Kessler sebagai pimpinan UNI telah berusaha menunjukkan bahwa antargrup-grup sepak bola dalam lingkungan UNI masih tetap kompak. Untuk itu, pihaknya telah menggelar pertandingan antarkota dengan mengundang klub dari Batavia dan Sukabumi sambil mengumumkan putusnya hubungan dengan NIVB

Konflik ini baru berakhir pada tahun 1935 dengan ditandai oleh bubarnya BVB dan berdirinya NIVU (Nederlansch Indische Voetbal Unie). NIVU yang diurus oleh Kessler dan Leo Lopulisa merupakan organisasi tertinggi semacam NIVB. Di masa jayanya inilah, UNI telah kehilangan Teddy Kessler yang meninggal dunia pada tahun 1941.***