#PojokKAA2015: Ekonomi Asia-Afrika di Gedung Pensiunan
Oleh: R. Indra Pratama (@omindrapratama)
Sebagai rangkaian perhelatan Peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika tahun ini, akan diadakan pula Asian-African Business Summit, dalam rangka upaya mempererat dan menjajaki kemungkinan hubungan dagang negara-negara peserta konferensi, yang sebelumnya, pada peringatan tahun 2005, telah memiliki wadah bernama New Asian-African Strategic Partnership. Sedianya Asian-African Business Summit akan digelar di Jakarta Convention Center, Jakarta, tanggal 18 sampai 23 April 2015. Pertemuan tersebut akan dibagi beberapa sesi, dengan menghadirkan beberapa pemimpin negara, juga para anggota komite ekonomi dan menteri-menteri bidang terkait.
Yang menarik adalah, apabila pada Konferensi Asia-Afrika tahun 1955, isu yang menjadi urgensi utama adalah soal politik dan dekolonialisasi, maka tahun ini Asian-African Business Summit yang menjadi agenda paling penting. Perlambatan pada raksasa-raksasa ekonomi dunia seperti Uni Eropa, Jepang dan China, penurunan harga minyak dunia, dan kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat tentunya adalah kondisi yang harus dicermati negara-negara berkembang di Asia dan Afrika. Peluang kerjasama bisnis, baik berupa Government to Government, Government to Company, atau Company to Company, yang bisa dibuka akan menjadi oase di tengah kelesuan global.
Meskipun bukan merupakan titik berat, Konferensi Asia-Afrika 1955 juga menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi untuk membahas masalah-masalah ekonomi. Pertemuan ini dilakukan bukan di Gedung Merdeka, melainkan diselenggarakan di Gedung Dwi Warna. Gedung yang terletak di Jalan Diponegoro (dahulu Wilhelmina Boulevard) ini menjadi tempat diskusi ekonomi antar negara peserta Konferensi Asia-Afrika 1955. Prof. Ir. Rooseno, yang saat itu menjabat sebagai menteri ekonomi, didaulat menjadi Head of Comitee of Economy. Rooseno bertugas mengepalai rangkaian diskusi.
Isu utama diskusi ekonomi 1955 adalah bagaimana mempromosikan kedaulatan ekonomi negara-negara peserta. Peta ekonomi global saat itu adalah cermin dari peta politik global, yaitu mulai memanasnya persaingan Amerika dan Uni Soviet pasca Perang Dunia ke-II, serta mundurnya ekonomi Eropa akibat proses dekolonisasi yang berangsur-angsur. Banyak negara dunia ketiga, menjadi sasaran kampanye politik-ekonomi kedua negara superpower tersebut, berupa bantuan-bantuan ekonomi. Di saat seperti itu, kedaulatan ekonomi dirasa penting untuk dipromosikan, agar negara-negara yang berkembang dan baru (atau baru akan) merdeka ini bisa terhindar dari kerja sama dan bantuan yang memberatkan dan tidak fair.
Gedung Dwi Warna
Gedung Dwi Warna sendiri dibangun tahun 1940 sebagai kantor Indische Pension Fondsen, dana pensiun pegawai negeri Hindia Belanda. Lembaga ini sekarang bertransformasi menjadi PT. Taspen (Persero), sebagai pengelola dana pensiun pegawai negeri. Tahun 1942 menjadi salah satu markas dari Kempeitai, petugas keamanan sipil Jepang. Lalu pada masa revolusi dipergunakan sebagai kantor Regeerings-commisaris voor bestuurs-aangelegenhedens (Recomba), komisariat pemerintah Belanda untuk masalah pemerintahan. Pada masa Negara Pasundan (1947), gedung ini berfungsi sebagai Gedung Dewan Perwakilan Rakyat.

Plakat Pembangunan Gedung Indische Pension Fondsen
(dok.Toni Wahid / arsitekturbandung.wordpress.com)
Saat inspeksi akhir persiapan konferensi, tanggal 17 April 1955, Presiden Soekarno mengganti nama gedung ini menjadi Gedung Dwi Warna, pada saat yang sama ia juga mengganti nama Gedung Concordia menjadi Gedung Merdeka. Gedung Dwi Warna ditunjuk menjadi sekretariat panitia konferensi, sekaligus venue untuk pertemuan komisi bidang ekonomi. Setelah konferensi, gedung ini dijadikan sebagai Kantor Pusat Pembayaran Pensiunan (KP3), lalu berturut-turut menjadi Kantor Pusat Administrasi Belanja Pegawai dan Pensiun (KPABPP), Subdirektorat Pengumpulan Data (SDPD), Pusat Pengolahan Data Informasi Anggaran (PPDIA). Tahun 2001 hingga kini dipergunakan kementerian keuangan untuk Kantor Wilayah XII Direktorat Jenderal Perbendaharaan Jawa Barat.
Sumber Bacaan :
Abdulgani, Roeslan. 2011. The Bandung Connection, Konferensi Asia-Afrika di Bandung Tahun 1955. Jakarta: Gunung Agung.
Anwar, Rosihan. 2009. Sejarah Kecil, Petite Histoire Indonesia Jilid 2. Jakarta: Kompas.
National Archives of Republic Indonesia. 2014. Guide : Asian-African Conference Archives. Diakses via http://www.anri.go.id/assets/download/Guide%20Arsip%20Tematis%20KAA%20(English).pdf
Sastroamidjojo, Ali. 1994. Tonggak-tonggak di Perjalananku. Jakarta: PT Kinta.
Suganda, Her. 2011. Wisata Paris van Java: Sejarah, peradaban, Seni, Kuliner, dan Belanja. Jakarta : Kompas