Oleh: Komunitas Aleut
Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan Sekitar Bandung Lautan Api: “Pembentukan Organisasi Militer RI”
Tulisan Bagian 1 bisa dibaca di sini.
PEMBENTUKAN KOMANDEMEN
Tanggal 17 Oktober 1945, Letjen Urip Sumoharjo mendirikan Markas Besar Tentara TKR di Yogyakarta. Didi Kartasasmita tetap di Jakarta untuk menyusun TKR Jawa Barat. Saat itu sudah ada 10 divisi di Jawa dan 6 divisi di Sumatra, dan sekitar 100 resimen infantri. Untuk pengorganisasian, dibentuk 3 Komandemen di Jawa dan 1 Komandemen di Sumatra. Fungsinya adaalah sebagai organisasi penghubung antara divisi-divisi dan Markas Besar Tentara.
Komandemen I Jawa Barat dipimpin oleh Mayjen Didi Kartasasmita, Komandemen II Jawa Tengah dipimpin oleh Mayjen Suratman, dan Komandemen III Jawa Timur dipimpin oleh Mayjen Mohamad. Dari 3 Komandemen di Jawa itu hanya Jawa Barat yang berhasil dibentuk, sedangkan dua Komandemen lainnya mengalami masalah perbedaan pendapat karena para komandan divisi setempat yang umumnya eks PETA tidak menyetujuinya.
Pembentukan organisasi militer di Jawa Barat tergolong unik karena dimulai dari bawah, dengan membentuk satuan-satuan kecil setingkat pleton atau kompi, baru kemudian dipikirkan siapa yang akan diangkat menjadi komandan batalyonnya. Sementara pembentukan TKR langsung dimulai dari atas dengan Markas Komandemen, lalu ke kesatuan-kesatuan di bawahnya, divisi-resimen.
Baik Urip Sumoharjo maupun Didi Kartasasmita, keduanya memiliki latar pendidikan militer Belanda, sehingga dalam penyusunan organisasi TKR mereka mencontoh dari KNIL. Di Jawa Barat, penyusunan organisasi ini dibantu oleh Kartakusuma yang dianggap menguasai susunan organisasi KNIL. Dalam rangka penyusunan ini, selanjutnya Kartakusuma menjadi Kepala Staf dalam beberapa kesatuan TKR.
KOMANDEMEN I DI TASIKMALAYA
Tanggal 18 Oktober 1945, Didi Kartasasmita mulai berkeliling Jawa Barat menghubungi para pemimpin BKR dan memberitahukan keputusan pemerintah membentuk TKR. Seluruh pemimpin BKR diminta berkumpul di Tasikmalaya pada 20 Oktober 1945. Yang hadir di antaranya, Daan Yahya dan Singgih dari Tangerang, Aruji Kartawinata dari Bandung, Asikin Yudakusumah dari Cirebon, KH Sam’un dari Serang, dan Husein Sastranegara dari Bogor.
Hasil pembentukan Komandemen I di Tasikmalaya adalah sebagai berikut: Mayjen Didi Kartasasmita sebagai Panglima Komandemen I Jawa Barat dan Kolonel AH Nasution sebagai Kepala Stafnya. Staf Komandemen adalah Letkol Kartakusumah, Mayor Akil, Mayor Kadir, Mayor Suryo, Kapten Satari, dan sejumlah perwira lainnya. Tasikmalaya awalnya ditetapkan sebagai Markas Komandemen, tapi tak berapa lama kemudian dipindahkan ke Purwakarta agar lebih dekat dengan Jakarta karena Didi Kartasasmita juga diangkat menjadi Penasihat Militer Pemerintah Pusat.
Tugas pokok Komandemen I adalah mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia dari serangan militer Belanda, khususnya di Jawa Barat. Panglima Komandemen I memiliki wewenang penuh baik administratif maupun operasional taktis. Dalam rangka mengorganisasikan TKR, Panglima Komandemen I mengadakan kunjungan-kunjungan ke daerah. Sementara itu, Kolonel Nasution mengunjungi hampir semua divisi dan resimen di Jawa Barat.
Di Jawa Barat, resimen sudah terbentuk lebih dahulu dan mempunyai nomor urut dari 1 sampai 13. Sebelum menjadi Panglima Komandemen I, Didi adalah Panglima Divisi, dan sudah pernah memberikan instruksi kepada bupati dan residen di Jawa Barat untuk membentuk resimen-resimen. Di Jawa Barat ada 3 divisi, masing-masing Divisi I (Banten-Bogor) dipimpin Kolonel KH Sam’un, Divisi II (Cirebon-Jakarta) dipimpin Kolonel Asikin, dan Divisi III (Priangan) dipimpin Kolonel Aruji Kartawinata. Di Jawa Tengah ada 4 divisi, dan di Jawa Timur ada 3 divisi. Total ada 10 divisi di Jawa.
Divisi III bermarkas di Tasikmalaya dengan wilayah operasional meliputi seluruh Karesidenan Priangan, Sukabumi, dan Cianjur. Pada bulan November 1945, Panglima Divisi III Aruji Kartawinata digantikan posisinya oleh Kol AH Nasution yang sebelumnya menjabat Kepala Staf Komandemen. Posisi yang ditinggalkan Nasution diisi oleh Kolonel Hidayat.
PEMILIHAN PANGLIMA TKR
Pada 12 November 1945 diadakan rapat pemimpin TKR yang pertama di Yogyakarta. Rapat ini tidak berjalan lancar, atau kata Didi Kartasasmita, rapat koboi-koboian. Agenda utama membahas penetapan suatu strategi TKR dalam menghadapi tentara Sekutu berbelok pada pemilihan Panglima TKR. Sejak ditunjuk untuk menjadi Panglima TKR, Supriyadi yang sudah dikenal sebagai tokoh pemberotakan terhadap PETA di Blitar, tidak pernah muncul. Diperkirakan beliau sudah terbunuh oleh Jepang setelah pemberontakannya itu gagal.
Dalam rapat di atas, akhirnya yang terpilih adalah Panglima Divisi V Banyumas, Kolonel Sudirman. Urip Sumoharja menempati posisi yang sama sebagai Kepala Staf Umum. Selain itu, rapat juga memilih Sultan Hamengku Buwono IX untuk menjadi Menteri Keamanan, namun Kabinet Syahrir yang terbentuk pada 14 November menunjuk Amir Syarifuddin sebagai Menteri Keamanan.
Tanggal 7 Januari 1946, terbit maklumat pemerintah yang mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat, dan nama Kementerian Keamanan menjadi Kementerian Pertahanan. Nama Tentara Keselamatan Rakyat tidak bertahan lama, pada 25 Januari 1946 pemerintah mengeluarkan maklumat lagi yang mengganti nama itu menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Maklumat itu juga menegaskan bahwa TRI adalah satu-satunya organisasi militer negara RI dan akan disusun sesuai dengan dasar sistem militer internasional.
Sebagai follow up dari maklumat ini, tanggal 23 Februari 1946 dibentuk Panitia Besar Reorganisasi Tentara yang dipimpin oleh Letjen Urip Sumoharjo. Panitia ini melakukan pembahasan organisasi pertahanan RI yang lebih efektif dan efisien, suatu organisasi militer yang lebih sempurna. Tanggal 21 Mei 1946 Pemerintah RI secara resmi mengangkat seorang Panglima Besar dan menetapkan susunan Markas Besar serta Kementerian Pertahanan yang baru. Sebagai Panglima Besar, Jenderal Sudirman, Kepala Staf Umum Letjen Urip Sumoharjo, dan Bagian Infantri dalam Kementerian Pertahanan, Mayjen Didi Kartasasmita.

PEMBENTUKAN TUJUH DIVISI DI JAWA
Pada Musyawarah Besar 23 Mei 1946 yang dihadiri perwakilan seluruh divisi dan resimen se-Jawa, diadakan restrukturisasi. Komandemen dihapuskan dan dibentuk 7 Divisi di Jawa. Divisi-divisi lama diturunkan levelnya menjadi Brigade yang membawahi sejumlah Batalyon. Resimen-resimen juga dihilangkan.
Divisi-divisi lama di Jawa Barat dilebur menjadi 1 divisi, di Jawa Tengah ada 4 divisi, dan di Jawa Timur 2 divisi. Hari itu juga dilakukan pemilihan Kepala Divisi (= Panglima). Panglima Divisi I AH Nasution, Divisi II Abdul Kadir, Divisi III Sudarsono, Divisi IV Sudiro, Divisi V Jatikusumo, Divisi VI Sungkono, dan Divisi VII Imam Sujai. Semua panglima ini mendapat pangkat Mayor Jenderal.
Ketujuh divisi di atas kemudian menggunakan nama masing-masing sebagai berikut: Divisi I Siliwangi, Divisi II Sunan Gunung Jati, Divisi III Diponegoro, Divisi IV Panembahan Senopati, Divisi V Ronggo Lawe, Divisi VI Norottama, dan Divisi VII Surapati.
Pada 5 Mei 1947 terbit Penetapan Presiden yang memutuskan dalam waktu singkat akan mempersatukan Tentara Republik Indonesia (TRI) dengan laskar-laskar ke dalam satu organisasi tentara. Selanjutnya, pada 3 Juni 1947, Pemerintah RI mensahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).***