Sekitar Bandung Lautan Api: “MMR Kartakusuma” Bagian 1

Oleh: Komunitas Aleut

Sebelumnya, sudah pernah disebut tentang peran seorang eks perwira lulusan KMA Bandung, Kartakusuma, dalam penyusunan organisasi militer di Jawa Barat. Tulisan berikut ini khusus tentang tokoh Kartakusuma yang namanya sering disebut, namun informasi apa-siapanya tidak banyak diketahui. Di sini kami sampaikan sedikti riwayat Kartakusuma sejak sekolah sampai kemudian bertugas di Sumatra menja

di Kepala Staf Umum Komandemen Sumatra. Sebagai bahan utama, kami ambil dari buku “ Letjen TNI MMR Kartakusuma; Sosok Prajurit dan Pemikir” yang ditulis oleh Hikmat Israr (Budaya Media, Bandung, 2012), ditambah dengan dua buku dari AH Nasution, yaitu “Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 1; Kenangan Masa Muda” (P.T. Gunung Agung, Jakarta, 1982) dan “Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 2; Diplomasi atau Bertempur” (Angkasa, Bandung, 1977). Semua foto yang tidak diberi keterangan berasal dari buku “Kartakusuma” yang sudah disebutkan di atas.

CIAMIS

Nama lengkapnya adalah Mas Muhammad Rachmat Kartakusuma, dilahirkan di Ciamis pada 21 Juni 1920, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Mas Kadarisman Kartakusuma dan Nyi Mas Siti Maryam. Sebelumnya Siti Maryam pernah menikah dengan seorang Belanda dan memiliki dua orang anak. Salah satu adik Rachmat Kartakusuma adalah Rustandi Kartakusuma yang namanya cukup dikenal baik dalam jagat kesusastraan Indonesia.

Bila diurut ke atas dari garis ayahnya, sebenarnya Kartakusuma masih berkerabat dengan keluarga Keraton Yogyakarta, karena itu ada “Mas” di depan namanya. Leluhurnya adalah pelarian yang menghindari Belanda dalam Perang Diponegoro. Ayahnya adalah Asisten Wedana di Ciamis, sehingga dengan status itu kakak beradik Kartakusuma dapat mengenyam pendidikan di masa Belanda. Kelak, kakak dari ayah Belandanya yang menjadi jaksa di Bandung juga akan memberikan banyak bantuan.

KONINKLIJKE MILITAIRE ACADEMIE BANDOENG

Setelah menyelesaikan pendidikan di Christelijke Hollandsch Inlandsche School (CHIS) di Bandung, Kartakusuma melanjutkan ke Hogere Burger School (HBS) dan lulus pada tahun 1939. Beberapa rekannya di HBS, yaitu Kusno Utomo, Askari, dan AE Kawilarang, bersama-sama melanjutkan lagi pendidikanya ke Koninklijke Militeire Academy (KMA) yang baru dibuka di Cikutra.

Dari 200 orang yang mendaftar, hanya ada 21 orang pribumi. Sebelas orang di antaranya, termasuk Kartakusuma, masuk awal tahun 1941 sebagai angkatan pertama. Sisanya 10 orang sebagai angkatan kedua yang masuk pada pertengahan 1941. Sebelum resmi masuk pendidikan KMA, mereka mengikuti pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieres (CORO) selama satu tahun, setelah itu diseleksi lagi untuk masuk KMA.

Beberapa rekan Kartakusuma dalam angkatan pertama itu yang namanya kemudian menjadi bagian penting sejarah awal RI, yaitu TB Simatupang, AH Nasution, dan AE Kawilarang. Sedangkan dari angkatan kedua ada AY Mokoginta, Satari, dan Suprapto (yang menjadi korban G30S tahun 1965).

Kawan-kawan Kartakusuma suka berkumpul di rumahnya di Jalan Pajagalan 49. Yang menarik pada saat itu, AH Nasution ternyata terlihat lebih banyak mengobrol dengan ayahnya, Kadarisman, bahkan seringkali hanya berduaan saja. Terlihat Nasution sudah banyak tertarik pada hal-hal yang berhubungan dengan situasi politik masa itu.

Para kadet, siswa Koninklijke Militaire Academie (KMA) Bandoeng, angkatan pertama, 1941. Foto koleksi Tropen Museum Belanda
Pembukaan Koninklijke Militaire Academie (KMA) Bandoeng, 1940. Foto koleksi Tropen Museum Belanda.

Ketika bulan Desember 1941 Jepang menyerang Pearl Harbour, sudah terasa situasi tidak lagi stabil. Untuk sementara KMA dipindahkan ke Garut, menempati Hotel Papandajan, namun tidak berlangsung lama karena situasi semakin genting. Proses pendidikan pun terpaksa diakhiri dan para kadet ditugaskan ke lapangan. Kartakusuma ditugaskan bergabung dengan Batalyon 12 KNIL sebagai Komandan Pleton, namun ini tidak berlangsung lama karena akhirnya Belanda menyerah kepada Jepang.

Tentara KNIL dan semua orang sipil Belanda menjadi tahanan Jepang. Kartakusuma dkk ditahan di salah satu tangsi milter di Cimahi. Baru enam bulan kemudian Kartakusuma dibebaskan dan diminta menjadi tenaga pelatih kaum pribumi dalam pendidikan Seinendan di Cimahi. Selain itu, Kartakusuma juga diangkat menjadi pegawai tingkat menengah di Balai Besar Kereta Api dan dijalaninya sepanjang tahun 1943-1945.

Pada akhir tahun 1944 Kartakusuma mengikuti pelatihan pemuda, Renseika, yang diselenggarakan oleh Gunseikanbu atau Kantor Pusat Pemerintahan Militer dan berhasil menyelesaikannya dengan baik. Setelah itu Kartakusuma menjadi pelatih Barisan Pemuda Priangan cabang Bandung.

Selanjutnya Jepang menyerah dan atas nama bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia.

PERJALANAN UNTUK MENDUKUNG REPUBLIK

Tanggal 23 Agustus 1945 Presiden menyerukan “. .. Saya mengharap kepada kamu sekalian, hai pradjurit-pradjurit bekas PETA, Heiho dan pelaut beserta pemuda-pemuda lain, untuk sementara waktu masuklah dan bekerdjalah dalam Badan Keamanan Rakjat. Pertjajalah nanti akan datang saatnja kamu dipanggil untuk mendjadi pradjurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia … “ Kartakusuma memelopori pembentukan BKR Kereta Api dan kemudian menjadi pemimpinnya yang melakukan perebutan Balai Besar Kereta Api dari kekuatan Jepang.

Dalam tulisan sebelumnya sudah diceritakan tentang alumnus KMA Breda, Didi Kartasasmita, yang berinisiatif mengumpulkan tanda tangan dari para eks opsir KNIL sebagai pernyataan bahwa mereka berdiri di belakang Republik. Dalam pengumpulan tanda tangan itu, Kartakusuma menyediakan diri untuk menemani Didi Kartasasmita berkeliling mengumpulkan tanda tangan tersebut. Berangkatlah mereka berdua dengan lima orang pengawal.

Mula-mula mereka berkeling Bandung menemui beberapa orang, lalu ke Tasikmalaya, dan Ciamis. Di Ciamis Kartakusuma sempat berjumpa dengan keluarganya. Kemudian ke Banjar dan Kartasasmita menyempatkan berziarah ke makam orang tuanya. Dari Banjar kembali ke Ciamis, lalu ke utara mengambil jalan Kawali, Cikijing, Kuningan, ke Cirebon menemui Kapten KNIL Wardiman yang tinggal di Desa Songgom. Dari Cirebon, ke selatan lagi melalui Ketanggungan sampai Sumpiuh, lalu ke Banjarnegara untuk menemui Kapten KNIL Sumarno yang kebetulan sedang berada di luar kota.

Dari Wonosobo ke Magelang untuk menemui Kapten KNIL Suratman, lalu ke Yogya menemui Mayor KNIL Urip Sumoharjo dan Letnan KNIL Purbo Sumitro. Didi juga mengajukan permohonan kepada Urip agar bila nanti pemerintah membentuk tentara, beliau mau menjadi formatur. Purbo yang ketika itu menjadi sekretaris Paku Alaman,  menandatangani maklumat, namun kemudian hari ia menyeberang dan pergi ke Belanda bersama isterinya.

Dari Yogya lanjut ke Ambarawa melalui Salatiga untuk menemui Kapten KNIL Bagus Holan Sumodilogo. Lalu ke Semarang menemui opsir KNIL yang menjadi dokter, Darma Setiawan. Sampai di sini telah terkumpul 13 tanda tangan dan diputuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Surabaya karena akan memakan terlalu banyak waktu, sementara maklumat harus segera diumumkan ke publik.

Dari Semarang mereka kembali ke Yogya dan menginap di rumah Urip, lalu keesokan harinya kembali ke Bandung dan Jakarta. Saat tiba di Ujungberung terlihat banyak penduduk yang cemas dan memberitahukan bahwa saat itu di jalanan banyak tank dan tentara Jepang berjaga dengan bayonet terhunus. Di sini rombongan membubarkan diri dan mencari jalan aman sendiri untuk kembali ke tempat masing-masing.

Setelah diserahkan ke Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin dan selanjutnya Presiden Sukarno, tak berapa lama, maklumat ini disiarkan berulang-ulang melalui RRI dan berlangsung sampai 10 hari. Bunyi maklumat itu sbb: “ Kami bekas Cadetten dan bekas Adspirant-Reserve-Officieren Tentara Hindia Belanda menerangkan, bahwa kami menjetoedjoei pendirian para opsir kami sebagai tertoea dari kami dan berdiri sepenoehnja di belakang mereka.” Bandoeng, 0 Oktober 1945.

Lembar maklumat yang ditandatangani oleh AH Nasution, RS Sastraprawira, RA Bajuri,dan Kartakusuma. Gambar repro dari buku “MMR Kartakusuma”
Kumpulan tanda tangan eks opsir KNIL yang dikumpulkan oleh Didi Kartasasmita bersama Kartakusuma. Gambar repro dari buku “MMR Kartakusuma”

Pada 5 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan maklumat tentang dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai tentara resmi negara Republik Indonesia. Pada 15 Oktober 1945 dilangsungkan rapat kabinet pertama yang dimpin oleh Wakil Presiden Moh. Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56. Selain para menteri, hadir pula di antaranya perwakilan eks opsir KNIL, Urip, Sudibio, Samijo, dan Didi Kartasasmita. Dalam rapat tersebut diputuskan Urip menjadi formatur sekaligur Kepala Markas Besar Umum. Diputuskan pula Markas Besar Tertinggi berada di Yogyakarta, sementara Didi Kartasasmita mendapat tugas formatur pembentukan TKR di Jawa Barat.

Bersambung ke Bagian 2 dan Bagian 3.

Iklan

2 pemikiran pada “Sekitar Bandung Lautan Api: “MMR Kartakusuma” Bagian 1

  1. Ping balik: Sekitar Bandung Lautan Api: “MMR Kartakusuma” Bagian 2 | Dunia Aleut!

  2. Ping balik: Sekitar Bandung Lautan Api: “MMR Kartakusuma” Bagian 3 | Dunia Aleut!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s