Oleh: Komunitas Aleut
Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan Sekitar Bandung Lautan Api: “Palagan Bandung”
Tulisan Bagian 1 bisa dibaca di sini.
PENGOSONGAN BANDUNG UTARA
Tanggal 27 November, Jendral MacDonald meminta Gubernur Sutardjo untuk datang ke markas tentara Inggris di Bandung Utara. Gubernur harus datangd dengan bendera putih di atas mobilnya dan diantar oleh tentara Inggris. Dalam pertemuan ini MacDonald menyerahkan ultimatum yang ditujukan kepada penduduk Bandung:
- Orang-orang Indonesia tidak boleh berada di sebelah utara jalan kereta api.
- Penduduk harus segera menyerahkan semua senjata api atau senjata tajam kepada Sekutu.
- Tempat-tempat RAPWI (Recovery of Allied Prisoners and Internees) dan tempat-tempat yang dijaga oleh tentara Jepang tidak boleh didekati oleh rakyat dalam jarak 200 meter.
- Tidak boleh memasang rintangan-rintangan. Bila ada rintangan-rintangan yang dijaga, maka penjaga-penjaganya akan ditembak.
- Ultimatum berlaku dalam tempo 2 x 24 jam, sampai 29 November 1945 pukul 24.00
Djen Amar dalam bukunya, “Bandung Lautan Api” (Dhiwantara, 1963), menyebutkan bahwa sebagian penduduk di Bandung Utara segera berkemas untuk pindah ke daerah selatan Kota Bandung, namun laskar-laskar banyak yang menolak dan mendirikan kantong-kantong gerilya, seperti di Sukajadi, sekitar RS Borromeus, dan di Cihaurgeulis (Haurpancuh, Sadangsaip, Sekeloa, Sadangserang). Para laskar bertahan di kampung-kampung ini walaupun musuh terus menggempur. Lokasi kampung-kampung ini pun menjadi jalur gerilya laskar-laskar untuk memasuki wilayah Bandung Utara.
Mohamad Rivai dalam bukunya menyebutkan bahwa kepada mereka yang berangkat mengungsi, ternyata tentara Belanda dengan alasan mencari senjata api, melakukan penggeledahan, dan merampas perhiasan yang dibawa oleh penduduk. Malam harinya gelombang pengungsian pun semakin banyak. Rumah dan gedung yang ditinggalkan diambil alih oleh tentara Sekutu. Laskar-laskar yang melihat ini melakukan serangan dan pembakaran-pembakaran, dan dibalas oleh tembakan-tembakan gencar oleh pihak musuh.
Tanggal 29 November, beberapa kantor yang mendapat serangan, seperti Kantor Pusat PTT, Djawatan Kereta Api, Djawatan Pertambangan, dan Kantor Telepon dipertahankan mati-matian. Balai Besar DKA terpaksa dihancurkan dengan dinamit agar tidak jatuh secara utuh ke tangan musuh. Beberapa pemuda dari Kantor V&W (Gedung Sate) dengan senjata seadanya bertahan dari gempuran musuh. Akibatnya tujuh pemuda gugur dan dikubur oleh pihak musuh di halaman belakang itu. Kerangka tiga orang dari mereka baru ditemukan pada bulan Agustus 1952 dan dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra.
Pada hari ini juga tentara Sekutu mendrop Batalyon Mahratta ke Andir. Mereka diangkut menggunakan 4 pesawat Dakota dalam 12 kali angkut. Di jalur darat, sebuah konvoi panjang membawa satu batalyon serdadu Inggris, lengkap dengan persenjataan beratnya, menuju Bandung.
PERTEMPURAN LENGKONG
Tanggal 6 Desember 1945 pagi, sebuah pesawat bomber meluncurkan peluru-peluru kertas yang ternyata adalah pamflet yang berisi pengumuman kepada bangsa Indo yang tinggal di Tuindorp (Lengkong Tengah) bahwa tentara Sekutu akan datang segera membebaskan mereka. Siang harinya, pesawat pembom tidak lagi mengeluarkan peluru kertas, melainkan peluru betul disertai bom, ke sekitar Lengkong. Banyak rumah hancur, begitu juga dengan tiang-tiang telepon. Jalanan bolong-bolong di sana sini.
Di darat, pasukan Gurkha melakukan penyerbuan ke daerah Lengkong. Markas Angkatan Pemuda Indonesia (API) di Lengkong Besar dekat Cikawao, ditembaki. Tak jauh dari situ, di markas Barisan Merah Putih (BMP) di Jalan Ciateul yang sedang banyak anggota laskar menginap setelah hari sebelumnya melakukan latihan di Ciateul dan Buahbatu, segera siaga. Bom dan tembakan dari udara masih berlangsung, termasuk menggempur ke sekitar Pungkur. Di Jalan Terusan Pasundan, saat itu sedang berlangsung pertemuan pemimpin-pemimpin TKR dan MDPP, seperti Arudji Kartawinata, Sutoko, Male Wiranatakusumah, dll, dan dihadiri pula oleh wartawan-wartawan seperti Palindih, Asmara Hadi, Kelana Asmara, dan Nawawi Alif. Yang disebut terakhir ini adalah pemilik rumah dan radio Banteng Hitam yang ditempatkan di lantai atas rumahnya. Mereka semua berloncatan akibat serangan ini.
Husinsyah dengan 200 anggota pasukan Hizbullahnya datang membantu pertahanan API. Pertempuran yang berlangsung sejak pagi ini membuat laskar juga kehausan dan kelaparan. Djen Amar menceritakan bagaimana ransum makanan untuk para pejuang ini terhambat karena gencarnya tembakan dan mortir ke garis belakang, di simpang antara Jalan Lengkong Besar dan Jalan Pungkur, sehingga harus digunakan tali-tali untuk menarik ransum makanan agar sampai ke garis depan. Seorang anggota pasukan yang mengalami tekanan mental sampai menganggap semua yang dilihatnya adalah musuh dan dengan kalapnya menyabetkan parangnya ke siapa saja, gugurlah beberapa pejuang akibat kekalapan ini, termasuk Abu Sofjan, pemuda DKA yang datang dengan pasukannya untuk memberikan bantuan. Apa boleh buat, pejuang yang kalap ini terpaksa ditembak demi keselamatan pejuang-pejuang lain.
Pasukan Gurkha kemudian datang dengan beberapa tank, hadangan di pertigaan Lengkong Besar-Cikawao dengan mudah ditembus dan terus masuk hingga Jembatan Baru. Di sini pun dilakukan penghadangan sengit, namun tidak mampu bertahan lama, tank berhasil menerobos sampai ke Ciateul. Tentara Sekutu lainnya memasuki Tuindorp dan membebaskan interniran yang ada di sana. Menjelang sore, pertempuran mereda. Anggota pasukan kembali ke arena pertempuran untuk mencari korban-korban yang gugur, kali ini ditambah dengan anggota dari LASWI dan Palang Merah.
Menurut Mohamad Rivai, korban yang gugur dalam pertempuran ini adalah 84 orang, yang terbanyak dari pasukan Hizbullah. Dari orang Tionghoa ada 15 orang korban. Yang terluka parah 181 orang dan luka ringan 44 orang. Mereka semua diangkut ke rumah sakit Situsaeur (Immanuel), namun karena keterbatasan kendaraan dan berbagai hal teknis, tidak semua korban dapat diangkut hari itu juga, sebagian terpaksa baru keesokan harinya.


Bersambung ke Bagian 3.
Ping balik: Sekitar Bandung Lautan Api: “Palagan Bandung” Bagian 1 | Dunia Aleut!
Ping balik: Sekitar Bandung Lautan Api: “Palagan Bandung” Bagian 3 | Dunia Aleut!