Tulisan ini merupakan hasil latihan Kelas Menulis sebagai bagian dari Aleut Development Program 2020. Tulisan sudah merupakan hasil ringkasan dan tidak memuat data-data penyerta yang diminta dalam tugas.
Ditulis oleh: Inas Qori Aina
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Barangkali itulah kutipan yang ingin disampaikan oleh penulis buku “9 Pahlawan Nasional Asal Jawa Barat” bagi para pembaca agar senantiasa mengingat perjuangan para pahlawan bagi kemajuan bangsa.
Beberapa nama dalam buku ini rasanya tak asing ditemui di sudut kota sebagai nama jalan seperti Ir. Djuanda, Dewi Sartika, K.H. Zaenal Mustofa ataupun R. Oto Iskandar Di Nata. Namun lebih dari itu, nama-nama tersebut perlu kita ketahui kisahnya dan teladani dalam kehidupan sehari-hari. Tulisan ini khusus meresensi bagian biografi Ir. H. Djuanda.
Latar Belakang Ir. H. Djuanda Kartawidjaja
Djuanda dilahirkan di Tasikmalaya, 14 Januari 1911, dalam sebuah keluarga menak dan berpendidikan. Ayahnya Raden Kartawidjaja dan Ibunya Nyi Momot. Sifat Djuanda yang pendiam merupakan warisan dari ayahnya yang akhirnya terbawa sampai masa tuanya.
Pendidikannya dimulai dari Hollands Indlandsche School (HIS) di Kuningan. Namun karena mengikuti orang tuanya yang diangkat menjadi Mantri Guru di Cicalengka, Djuanda pun pindah ke Europese Lagene School (ELS) di Cicalengka (1923). Setelah menamatkan pendidikannya di ELS, Djuanda melanjutkan pendidikan di HBS Bandung dan lulus dengan predikat schitterend geslaagd (lulus dengan baik sekali) bergelar diploma HBS. Atas pencapaiannya tersebut, Djuanda memperoleh beasiswa dari Pemerintah Hindia Belanda untuk melanjutkan pendidikannya ke Technische Hoogeschool(THS; sekarang ITB) pada bulan Juli 1929. Gelar civiel ingenieur (Insinyur Sipil) didapatnya setelah ia dinyatakan lulus dari THS.
Kiprah Politik
Ketertarikan Djuanda terhadap politik tidak timbul begitu saja. Pada mulanya, ia hanya fokus pada pendidikan yang sedang diembannya. Lambat laun, ia pun mulai terlibat aktif dalam dunia pergerakan nasional. Pemikiran politik Djuanda diawali dengan sekali-kali menghadiri ceramah Ir. Soekarno. Saat berkuliah di THS pun Djuanda aktif dalam Indonesische Studenten Vereniging (ISV, Perkumpulan Mahasiswa Indonesia) bersama teman-temannya.
Setelah menamatkan pendidikannya, Ir. Djuanda mencoba peruntungan untuk mencari pekerjaan di instansi pemerintahan di Batavia. Kedatangannya ke Batavia nyatanya mengantarkan Djuanda untuk bertemu dengan Oto Iskandar Dinata yang waktu itu mejabat sebagai Ketua Paguyuban Pasundan. Dari pertemuannya itu, Ir. Djuanda kemudian hari menjabat sebagai Direktur Muhamadiyah dan Sekretaris I Paguyuban Pasundan. Setelah beberapa tahun aktif, ia pun menanggalkan jabatannya di Muhamadiyah dan Paguyuban Pasundan. Hal tersebut disebabkan Djuanda diangkat untuk menjadi pegawai di Provinciale Waterstaat (Jawatan Pengairan Provinsi), Department Verkeer en Waterstaat (Departemen Pekerjaan Umum) pada tahun 1939.
Dalam Pemerintahan RI
Awal mula karier Ir. Djuanda dalam kepemimpinan Pemerintahan RI selanjutnya adalah ketika diangkat menjadi Kepala Djawatan Kereta Api RI pada tahun 1946. Setelah itu, ia pernah menduduki berbagai jabatan penting di beberapa kabinet, di antaranya era Kabinet Syahrir II ia diangkat sebagai Menteri Muda Perhubungan untuk mendampingi Ir. Abdoelkarim sebagai Menteri Perhubungan pada saat itu.
Kemudian di era Kabinet Hatta, Ir. Djuanda tetap memimpin Kementerian Perhubungan dan merangkap Menteri Pekerjaan Umum. Pada saat pergantian Kabinet RIS, Ir. Djuanda diangkat menjadi Menteri Kemakmuran. Di Kabinet Natsir, Ir. Djuanda diangkat sebagai Menteri Perhubungan.
Di Kabinet Ali, Menteri Negara Urusan Perencanaan. Puncaknya, pada 1957 Presiden Soekarno menunjuk Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri (PM) merangkap sebagai Menteri Pertahanan.
Pahlawan Nasional
Perjalanan kariernya di Pemerintahan pun terhenti pada saat tersebar berita wafatnya Ir. Djuanda pada Kamis dini hari, tanggal 8 November 1963. Untuk mengenang jasanya, pada tanggal 23 November 1963, Ir. Djuanda ditetapkan sebagai Tokoh Nasional/Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan Kepres No. 244 Tahun 1963.
Selain itu, ia pun memperoleh tanda jasa dan bintang kehormatan di antaranya dari Yugoslavia, Thailand, Uni Soviet, Kamboja dan Rumania atas jasanya dalam mengembangkan persahabatan dan perdagangan dengan negara-negara tersebut.
Catatan Peresensi
Secara fisik, buku ini memiliki tampilan yang cukup sederhana. Tampak cover depan dan belakang menunjukkan warna Merah dan Putih, sebagai simbol bendera Indonesia.
Penulis buku ini merupakan seorang sejarawan yang telah menulis banyak buku, dengan adikaryanya adalah buku Kehidupan Kaum Menak Priangan (1800-1942), yang merupakan disertasi yang ditulisnya selama 5 tahun (1992-1997) di UGM dengan yudisium Cum Laude.
Penulisan buku ini dilatarbelakangi keinginan penulis agar masyarakat Jawa Barat, khususnya generasi mudanya agar lebih mengenal para pahlawan nasional asal Jawa Barat dan bagaimana perjuangannya dalam perjuangan pergerakan nasional.
Setelah membaca tentang Ir. Djuanda dalam buku ini, timbul ketertarikan untuk mengetahui lebih banyak kisah dari Ir. Djuanda. Ada perasaan haru tersendiri pada saat membaca perjalanan hidup para pahlawan tersebut, membayangkan bagaimana jika saya berada pada saat masa itu.