Melihat Stasiun Baru, Pasir Jengkol dan Wanaraja

Proyek pembangunan reaktivasi jalur Cibatu Garut mulai mendekati tahap akhir. Semua rel di antara dua kota yang berjarak 19 km itu sudah terpasang sempurna. Beberapa kali, rel di jalur ini sudah bisa dilalui oleh plasser, lokomotif tunggal, dan Kereta Inspeksi 3 yang membawa Direktur PT Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Beberapa pembangunan, perbaikan, dan penyempurnaan masih terus dilakukan, sebelum jalur ini dibuka kembali setelah tertidur sejak tahun 1983.

Ada dua stasiun yang akan kembali difungsikan kembali di jalur yang dibuka pada tahun 1889 ini, yaitu Stasiun Pasir Jengkol dan Stasiun Wanaraja. Stasiun lain seperti Cikoang, Citameng, Cinunuk, Cimurah, dkk, belum menjadi prioritas untuk dibangun kembali. Halte Cinunuk misalnya diganti menjadi gardu penjaga pintu stasiun, karena jaraknya yang cukup dekat dengan Stasiun Wanaraja.

Stasiun pertama yang akan kita temui setelah kereta api lepas dari Cibatu adalah Stasiun Pasir Jengkol. Stasiun ini memiliki pemandangan yang sangat bagus karena ada di kaki Gunung Sadakeling. Dari stasiun yang berjarak sekitar 4,5 km dari Stasiun Cibatu ini Gunung Sadakeling dan jajaran pergunungan lainnya terlihat sebagai latar belakang stasiun. Gunung ini merupakan gunung yang membuat jalur kereta api di Cibatu terbagi dua. Jalur yang melewati sisi utara gunung mengarah ke Tasikmalaya. Sementara jalur yang melewati sisi selatan mengarah ke Garut.

Stasiun ini dekat dengan jalan raya yang menghubungkan Cibatu dan Garut. Pada tahun 1912, ada satu kecelakaan di sekitar stasiun ini, dimana kereta api jurusan Cibatu Garut tergelincir pagi hari setelah lepas dari Stasiun Pasir Jengkol. Kecelakaan ini mengakibatkan perusahaan kereta api sempat menutup jalur ini selama 6 hari.

Stasiun kedua yang akan dilalui oleh kereta api jurusan Cibatu Garut adalah Stasiun Wanaraja. Dibanding Stasiun Pasir Jengkol yang relatif dekat dengan jalan raya, Stasiun Wanaraja ini relatif jauh dari keramaian. Stasiun ini berjarak sekitar 1,5 km dari Pasar Wanaraja yang cukup besar dan selalu menjadi tujuan berniaga setiap hari. Karena cukup jauh dari jalan raya itulah, kita bisa menggunakan kendaraan untuk mencapai stasiun ini, kecuali kalau memang berniat untuk berjalan kaki.

Sebelum direaktivasi, stasiun ini terdapat di tepi permukiman penduduk dalam keadaan tidak terawat. Untung saja, nama stasiun ini masih bisa terlihat jelas. Ini satu-satunya tanda yang mengingatkan, bahwa bangunan tersebut merupakan bekas stasiun kereta api. Satu hal yang masih penulis ingat adalah gatal-gatal di kaki saat mengambil foto di Stasiun Wanaraja, sekitar stasiun di sekitar Mei 2018. Pasalnya, bangunan ini ada di sisi sawah dan semut merah bersarang di pematang dekat bangunan.

Stasiun Wanaraja lama, Kab. Garut, sebelum reaktivasi.

Pada mulanya, kedua tersebut masing-masing berupa stasiun kecil dengan satu bangunan utama yang mempunyai gaya yang hampir mirip. Karena penulis tidak mengerti nama gaya bangunan tersebut, kita tulis saja stasiun itu menggunakan gaya “lama”. Bangunan ini pada awalnya mempunyai fungsi utama sebagai tempat penjualan tiket dan tempat menunggu. Fungsi stasiun dengan gaya lama ini masih bisa kita temui di banyak stasiun kereta api di Pulau Jawa.

Tuntutan zaman akhirnya membuat PT Kereta Api Indonesia harus memperluas area stasiun di Stasiun Pasir Jengkol dan Wanaraja. Mereka membangun lapangan parkir yang luas dan peron yang sangat panjang, seperti yang ada di kawasan Jabotabek (Jakarta Bogor Tangerang Bekasi). Bangunan stasiun pun ditambah untuk menampung volume penumpang yang lebih banyak. Di samping bangunan lama, mereka membangun bangunan baru dengan nuansa yang lebih modern dan tentu saja lebih luas.

Stasiun Wanaraja baru, Kab. Garut, dengan peron yang panjang.

Setelah mengalami revitalisasi, bangunan utama di 2 stasiun ini tetap memperlihatkan bentuk aslinya. Hanya saja, ada pergantian tembok dinding dengan beberapa tambahan dekat pintu. Bagian atap diganti dengan dengan atap modern. Secara fungsi, bangunan lama ini sepertinya akan dipakai sebagai ruangan kantor.

Khusus di Stasiun Wanaraja, PT KAI masih mempertahankan satu bangunan kecil di arah utara stasiun. Mudah-mudahan bangunan ini bisa difungsikan untuk hal lain supaya bisa dipertahankan sebagai satu peninggalan masa lalu.

Bangunan lama yang tersisa di Stasiun Wanaraja.

Selain kedua stasiun ini, kompleks Stasiun Garut dan Cibatu pun akan mengalami perubahan. Di maket rencana pembangunan di kompleks Stasiun Garut, bangunan stasiun lama Garut akan dipertahankan sebagai bangunan heritage. Sementara, kegiatan naik turun penumpang akan dilakukan di bagian stasiun yang baru yang sekarang sedang dibangun. Semoga saja, bangunan lama yang dibangun di sekitar tahun 1949 ini benar-benar dipertahankan, termasuk genteng-genteng lamanya dan tidak diganti dengan genteng zaman now.

Ditulis oleh Hevi Abu Fauzan, berakun Twitter dan Instagram di @pahepipa. Merupakan anggota aktif Komunitas Aleut, Content manager di Simamaung.com, dan pemerhati sejarah kereta api di Priangan.

 

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s