Oleh: Aozora Dee (@aozora_dee)
“Kok nyeri ya bacanya”
Seorang kawan meninggalkan sebuah komentar di unggahan di Instagram saya. Sebuah penggalan tulisan dari novel karya Pidi Baiq.
“Dia yang ada di dalam hatiku maka itu adalah keabdian. Meskipun dia pergi, kenangan tidak akan pernah benar-benar meninggalkan”.
Itu kalimat yang saya unggah pada Instagram saya beberapa hari yang lalu. Saya membayangkan bagaimana rasanya mempunyai ingatan akan masa lalu yang masih disimpan di dalam hati, buat saya itu bukan sesuatu yang bagus. Terlebih ingatan yang membuat sedih dan bahkan ingin segera dilupakan saja. Tapi acara yang dibikin Kru The Panas Dalam Publishing dan Komunitas Aleut ini malah membuka kembali ingatan-ingatan ke belakang dari seseorang. Apa rangkaian acaranya membuat saya sedih? Faktanya tidak sama sekali. Acaranya menarik.
Pagi itu, Sabtu, 28 Desember 2019 sekumpulan orang sudah berkumpul di sebelah barat Alun-Alun kota Bandung. Ada acara yang bernama Ngaleut Helen dan Sukanta. Acara ini adalah bagian dari serangkaian promosi novel karya terbaru dari Pidi Baiq yang berjudul sama, Helen dan Sukanta. The Panas Dalam Publishing menggandeng Komunitas Aleut dan memakai Ngaleut, acara regular Komunitas yang mengapresiasi wisata dan sejarah kota Bandung, untuk mengenalkan cerita sejarah yang terlibat di dalam novelnya. Karena memang novelnya kali ini banyak melibatkan informasi sejarah khususnya di kota Bandung. Ngaleut kali ini pesertanya cukup banyak, terhitung ada kurang lebih 53 orang dan dibagi ke dalam tiga kelompok.
Novel Helen dan Sukanta menceritakan sebuah percintaan seorang anak perempuan Eropa dengan seorang anak pribumi yang diceritakan kembali oleh si penulis setelah ia tak sengaja bertemu langsung dengan Helen di dunia nyata di Belanda. Saat itu Helen telah berusia lanjut. Sudah dipastikan bahwa jalinan percintaan antar dua orang yang berasal dari dua bangsa berbeda selalu menimbulkan konflik. Karena situasi saat itu hubungan cinta orang Eropa dan Pribumi tidaklah lazim mengingat orang Eropa mengganggap posisinya lebih tinggi dibanding orang pribumi. Dan karena itu lah Ayah Pidi tertarik untuk mengangkatnya menjadi sebuah novel.
Hari itu kami diajak menjelajahi kenangan dari seorang wanita Eropa bernama Helen yang pernah tinggal di kota Bandung. Sebuah kenangan yang berkesan sangat dalam hingga sang tokoh utama, Helen, merasa berat ketika dengan terpaksa harus meninggalkan kota Bandung. Terlebih hubungan cinta mereka terbilang unik. Mengutip dari ucapannya Bang Ridwan Hutagalung, mentor Komunitas Aleut bahwa percintaan mereka ini tidak biasa. Biasanya hubungan percintaan antar orang Belanda dan pribumi yang terlibat adalah laki-lakinya yang berasal dari Belanda, perempuannya berasal dari golongan pribumi. Tapi Helen dan Sukanta adalah satu dari pengecualian yang mungkin terjadi juga di tempat lain tapi luput tak tertuliskan.
Helen Maria Eleonora lahir tahun 1924, begitu yang dituliskan oleh Pidi Baiq selaku penulis novelnya. Helen menghabiskan masa kecilnya di Ciwidey. Kawasan perkebunan itu begitu melekat di dalam ingatannya yang sebelumnya rapi tersimpan di dalam masa lalunya, jauh sebelum Pidi bertemu dan meminta Helen untuk bercerita lengkap mengenai perjalanan selama di Hindia Belanda saat itu.
Baca Juga: Menelusuri Jalur Perjalanan Si Gombar Dari Soreang Menuju Ciwidey
Helen kecil tinggal di sebuah rumah yang dikelilingi bukit di tengah kebun teh. Ayahnya adalah seorang pengusaha di Ciwidey. Kehidupan seorang anak yang berkecukupan ternyata tidak membuatnya bahagia. Helen kesepian meskipun kebutuhannya lahirnya terpenuhi. Ia masih merasa ada yang kurang di dalam jiwanya. Helen merasa waktu berjalan begitu lambat. Kehidupan sekolah dan pergaulannya dengan sesama anak orang Belanda lainnya pun tidak membuat rasa bosan dan kesepian Helen hilang. Ia bahkan merasa terkekang dengan cara orang Belanda membesarkan anaknya dengan aturan ketat seperti itu. Ia merasa tidak punya kebebasan untuk dirinya sendiri.
Di tengah kebosanannya yang hampir membuat ia tidak bersemangat lagi, muncul lah sosok Sukanta, biasa dipanggil Ukan, di rumahnya. Siang itu, saat Helen sedang membaca surat cinta dari teman sekolahnya Helen melihat Ukan di halaman depan. Belakangan Helen tahu bahwa Ukan adalah keponakan dari Darsa, tukang kebun yang bekerja di rumahnya. Sejak kenal Ukan, Helen merasa hidupnya lebih bersemangat. Ukan memberinya pengalaman yang tidak pernah ia dapatkan dari dunianya sebagai orang Belanda. Itu lah yang membuat Helen jatuh hati kepada Ukan. Sayangnya hubungan Helen tidak direstui oleh Tuan Adriaan, ayah Helen. Keadaan lebih buruk saat Bijkman, paman Helen, muncul dan ikut campur ke dalam kehidupan percintaan Helen dan Ukan. Bijkman bahkan tak segan menggunakan kekerasan untuk menjauhkan Helen dan Ukan. Siasat untuk menjauhkan Helen mulai dilakukan. Ini adalah alasan kenapa Helen bisa sampai di Bandung dan meninggalkan kenangan di kota ini. Kenangan selama di Bandung ini lah yang akan kami jelajahi di ngaleut kali ini.
Semasa Helen Hidup, kota Bandung adalah salah satu kota yang punya sekolah dan perguruan tinggi. Kala itu Bandung banyak didatangi oleh orang-orang yang ingin menimba ilmu. Tapi itu bukanlah tujuan Helen datang ke Bandung. Helen dipaksa oleh ayahnya untuk sekolah ke Bandung biar jauh dari Ukan. Berdasarkan rangkaian cerita dalam novel, Komunitas Aleut menduga bahwa Helen disekolahkan di Hoogere Burgerschool (HBS), sekolah setingkat SMA yang sekarang menjadi SMAN 3 Bandung. Ini adalah salah satu titik yang ada di dalam novel dan menjadi bagian dari titik penceritaan.

Berfoto bersama di depan bangunan SMAN 5 Bandung
Di Bandung ini ada beberapa tempat yang pernah didatangi Helen. Para peserta ngaleut diajak menyusuri tempat-tempat itu. Dikatakan oleh pemandu, selama di Bandung Helen menyewa sebuah rumah di Jalan Aceh. ditemani oleh pengasuhnya, Sitih, yang sudah lama ikut Helen sedari bayi. Ketika rombongan tiba di sebuah rumah di belakang BIP, yang diperkirakan kawasan di mana rumah itu berada adalah rumah yang disewa Helen. Kami tiba di sana dan melihat ada sebuah rumah tua bergaya rumah Belanda zaman dulu. Pemandu menceritakan bagaimana Helen tinggal di sini dan kejadian apa saja yang pernah Helen alami di sini.
Selama bersekolah di HBS, Helen sama sekali tidak menikmati keberadaannya di kota Bandung. Di HBS ini ia berkenalan dengan Bertha, Boenke dan Hansen yang langsung jatuh cinta kepada Helen. dalam rangka mengambil hati Helen, Hans sering mengajak Helen jalan-jalan di kawasan Braga, beli baju di butik-butik mahal, beli bunga, makan di Braga Permai yang dulu namanya Maison Bogerijen, tempat makan mewah yang banyak dikunjungi oleh orang-orang kaya Eropa, minum anggur di Hotel Homann. Kami pun pergi ke sana, mengikuti sudut-sudut kota yang pernah Helen datangi. Di dalam novel diceritakan bahwa di waktu luang Helen sering berenang di kolam bernama Het Centrum. Kini digunakan sebagai kolam mandi bola, berhadapan dengan Taman Musik. Dari sana perjalanan dilanjutkan ke Jl Ambon, tempat ini memberi Helen sebuah kenangan buruk. Bukan hanya karena saat itu ia kehilangan Ukan akibat difitnah oleh tetua desa yang membuat Ukan ditangkap Jepang, tapi juga karena Helen kehilangan janin yang sedang dikandungnya ketika ia berada di kamp interniran. Pada saat itu perang sedang berkecamuk dan Bandung sudah dikuasai Jepang. Orang-orang Eropa harus masuk kamp, begitu juga Helen. Kehidupan kamp adalah kehidupan yang serba sulit dan kekurangan. Sampai akhirnya Helen keguguran dan depresi. Ini adalah salah satu bagian sedih di dalam perjalanan hidup Helen di Bandung.
Baca Juga: Jalinan Wisata Jalur Kereta Api Mati Wisata Perkebunan Rancabali Ciwidey
Perjalanan ngaleut berakhir di Kantin Nation The Panas Dalam. Ada Talkshow bersama dua narasumber penting yang terlibat di dalam acara ngaleut ini, yaitu Ayah Pidi Baiq, selaku penulis novel dan Bang Ridwan Hutagalung, mentor Komunitas Aleut yang memberikan insight dalam konteks sejarah yang ada di dalam novel ini. Talkshow berlangsung seru ada hadiah dari The Panas Dalam dan Komunitas Aleut bagi peserta yang bisa menjawab kuis.

Suasana di Kantin Nation The Panas Dalam
Rangkaian promosi novel Helen dan Sukanta tidak berhenti sampai di sini. Menurut kawan-kawan Komunitas Aleut, akan ada lagi acara ngaleut selanjutnya. Tunggu saja…
Baca artikel ngaleut lainnya di sini!