Catatan Perjalanan Ngaleut Arjasari

Oleh: Lina Dewi (@linadewi08)

Hari ini, Sabtu, 27 Juli 2019, saya ikut kegiatan temen-temen Komunitas Aleut yang diberi judul “Ngaleut Arjasari”. Waktu Kamisan, saya denger dari temen-temen bahwa ngaleut ini akan mengunjungi beberapa jejak Dipati Ukur di sekitar Banjaran. Terus terang, saya engga banyak tahu tentang Dipati Ukur, yang saya tahu nama ini adalah nama jalan di depan kampus Unpad di Bandung. Karena lokasi untuk ngaleut cukup jauh di Banjaran, kami ke sana menggunakan motor, ada sebelas motor yang ikut dan hampir semuanya berboncengan.

Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah sebuah tempat yang berupa permakaman dengan nama Astana Luhur. Katanya tempat ini termasuk ke dalam Desa Banjaran Wetan. Semua peserta langsung menuju ke bagian tengah permakaman. Di sini ada satu area yang banyak pohon besarnya, sekelingnya diberi pagar bambu. Karena banyak pohon besar, di dalamnya terasa teduh. Ternyata di dalam area ini juga terdapat beberapa makam. Kata temen-temen, salah satu makam ini adalah makam Dipati Ukur.

Gambar 1

Makam Dipati Ukur (tengah) dan
isterinya, Nyi Gedeng Ukur (kiri), serta
satu makam yang berisi perabotan
(kanan) milik mereka.

Saat sedang berada di dalam area makam Dipati Ukur, datang seorang tua yang mengaku sebagai kuncen makam itu, namanya Pak Oyon. Dari obrolan temen-temen dengan Pak Oyon, saya dapat sedikit informasi tentang siapa itu Dipati Ukur. Beliau adalah pemimpin wilayah Priangan yang dulu memberontak terhadap Raja Mataram. Dipati Ukur bersembunyi dan selalu berpindah tempat karena dikejar-kejar oleh pasukan Mataram.

Ternyata ada banyak versi cerita tentang Dipati Ukur. Ada yang bilang beliau tertangkap oleh pasukan Mataram, tapi ada juga yang bilang bahwa beliau tidak tertangkap dan akhirnya wafat dan dimakamkan di Banjaran ini. Cerita tentang di mana wafatnya Dipati Ukur juga ternyata berbeda-beda, katanya ada satu studi yang mengumpulkan sampai ada delapan tempat berbeda yang dianggap sebagai tempat dimakamkannya Dipati Ukur, salah satunya di Astana Luhur ini. Temen-temen di Komunitas Aleut sudah sering mengunjungi tempat-tempat yang dianggap sebagai lokasi makamnya Dipati Ukur, tapi belum semua dapat dikunjungi secara lengkap. Jadi kunjungan hari ini adalah
untuk melengkapi kunjungan-kunjungan sebelumnya. Katanya, masih ada tempat lain yang belum dapat dikunjungi, yaitu puncak Gunung Geulis dan di Desa Manggahang di Baleendah.

Baca juga: Dipati Ukur, an Honourable Hero or a Legendary Loser

Berdasarkan keterangan dari Pak Oyon, kami juga mendatangi beberapa makam lain di sekitarnya yang katanya adalah para punggawa Dipati Ukur, di antaranya makam Eyang Pondok dan Eyang Banjar. Di paling ujung, ada makam yang dipercaya sebagai makamnya Prabu Siliwangi, Raja Sunda yang legendaris. Di sini ada dua buah makam yang sekelilingnya diberi pagar bambu. Dua makam ini tidak terletak bersebelahan tapi seperti baris berbanjar dan di antara keduanya terdapat sebuah batu dalam posisi berdiri.

Gambar 2

Makam Prabu Siliwangi dan pengawalnya serta batu berdiri di tengahnya.

Setelah mendatangi beberapa makam itu, kami kembali ke motor dan melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya, yaitu Astana Handap, yang letaknya ternyata tidak terlalu berjauhan. Paling hanya dua menit, kami sudah tiba di Astana Handap. Di depan kompleks makam ini ada plang besar dengan tulisan:

Gambar 3

Makam Astana Handap yang kelihatan lebih rapi dibandingkan di Astana Luhur.

Di sini temen-temen menemui seorang bapak yang kebetulan sedang berada di situ. Seorang temen menanyakan tentang makam Dipati Ukur, tapi si bapak bilang engga ada makam Dipati Ukur di Astana Handap, adanya di Astana Luhur saja yang tadi sudah kami datangi. Si bapak kemudian bercerita tentang tokoh Syech Abdul Syakieb yang merupakan keturunan Syech Abdul Muhyi di Pamijahan. Keduanya adalah penyebar Islam yang terkenal. Syech Abdul Muhyi menyebarkannya di Tasikmalaya, Syech Abdul Syakieb di Cikamadong, Banjaran. Mungkin karena ketokohannya makamnya pun dijadikan Situs Cagar Budaya.

Selain tentang Syech Abdul Syakieb, si bapak juga banyak cerita tentang hal-hal lain seperti asal usul nama Banjaran yang katanya dari istilah tiba jaran dan Gunung Limbung yang sekarang jadi Astana Luhur. Katanya dulu pasukan yang mengejar Dipati Ukur engga bisa naik sampai ke atas tempat Dipati Ukur berada, semua pasukan pada limbung alias teler di bawah, dan karena itu namanya dulu adalah Gunung Limbung.

Dari Astana Handap kami mampir makan siang di sebuah warung tegal di Banjaran dan dilanjutkan ke tujuan berikutnya, yaitu Gunung Anday. Saya dan beberapa temen sempat kehilangan jejak temen-temen di depan karena keasikan ngobrol di motor. Tapi engga lama kami sudah bergabung lagi. Sebelum memasuki kawasan Gunung Anday, Bang Ridwan menunjukkan satu tempat yang di depannya ada dua plang yang masing-masing bertuliskan:

Gambar 4

Situs Bumi Alit Kabuyutan Lebakwangi Batu Karut dan Gamelan Mbah Bandong.

Nanti di Gunung Anday baru saya tahu bahwa tempat ini punya hubungan erat dengan Gunung Anday. Tiba di gerbang Gunung Anday, sebagian dari kami memasuki gerbang yang di baliknya terlihat tangga semen yang cukup panjang. Di depan gerbang ada prasasti besar dengan tulisan: “Kawasan Gunung Anday” lalu di bawahnya ada keterangan: “Kawasan Gunung Anday merupakan sejarah peninggalan leluhur Lebakwangi Batukarut bernama Embah Manggung Jayadikusumah. Beliau dimakamkan di Gunung Anday bersama empat orang kapetengan (pengikut setia) yaitu yang bernama pertama Embah Lurah Sutadikusumah, kedua Embah Wira Sutadikusumah, ketiga Embah Patrakusumah, keempat Embah Aji Kalangsumitra”.

Nah bila Gunung Anday adalah tempat tokoh-tokoh ini dimakamkan, maka tempat tinggal dan berkarya mereka semasa hidup adalah di tempat yang jadi Situs Bumi Alit Kabuyutan Lebakwangi Batukarut yang saya potretnya plangnya dari luar itu. Kali ini kami hanya berkunjung sampai ke puncak Gunung Anday dan engga mampir ke Situs Bumi Alit. Mungkin lain waktu kami akan kunjungi juga Bumi Alit.

Setelah selesai di Gunung Anday, kami menuju tempat berikutnya yang cukup jauh, tapi pastinya masih di daerah Arjasari. Di gerbang masuk saya lihat tulisan Unpad. Ternyata Unpad punya tempat juga di daerah ini, katanya sih milik Fakultas Pertanian. Kami memasuki area ini sampai jalanan beton habis dan tinggal jalanan tanah saja. Kata beberapa temen, yang mau dicari di sini adalah lokasi tempat peristirahatan Presiden Soeharto dulu.

Sementara sebagian temen nunggu di ujung jalan beton, sebagian lagi lanjut dengan motor menyusuri jalan tanah yan banyak cowaknya bekas jalur ban motor offroad atau mungkin truk pengangkut hasil bumi. Di kiri kanan jalanan ini memang berupa kebun jagung yang cukup luas. Sebelumnya BR menunjuk satu titik di kejauhan yang terlihat ada puing-puing tembok bekas bangunan dan BR meminta agar sebagian temen memeriksa lokasi itu.

Setelah memeriksa puing bangunan yang ditunjuk tadi, kami ketemu satu mobil bak yang lewat. Dari obrolan dengan sopir mobil itu, kami dapat info bahwa bangunan yang baru kami lihat itu dulunya adalah istal kuda yang dibangun awal tahun 1980-an. Waktu itu memang ada satu acara besar tentang penanaman pohon dan penghijauan yang dihadiri oleh Presiden Soeharto. Untuk keperluan kunjungan presiden itu dibangun satu pendopo dengan fondasi beton, jalur jalan aspal di sekitar pendopo, dan sebuah helipad. Katanya masih ada sisa pendopo dan jalan tersebut dan letaknya tidak terlalu jauh. Segera saja kami menuju lokasi yang ditunjukkan itu.

Gambar 5

Reruntuhan bekas pendopo yang digunakan oleh Presiden Soeharto saat meresmikan kegiatan penanaman pohon dan penghijauan di Arjasari.

Bener aja, di ujung jalanan tanah ini ada jalanan aspal yang masih mulus tapi tertutup oleh rumput dan alang-alang. Lebih jauh ke dalam, kami menemukan satu kelompok puing-puing bangunan dengan ruangruang yang kecil. Di depannya, ada satu fondasi beton yang sepertinya bekas tugu peresmian seperti yang diceritakan oleh pak sopir tadi. Di sekeliling reruntuhan terdapat bekas-bekas fondasi bangunan dan beberapa pasang tembok yang dari bentuknya jelas tadinya merupakan jalan masuk ke area pendopo. Semua bekas jalan di sekeliling reruntuhan masih utuh beraspal. Dan engga jauh dari pusat reruntuhan ada dataran cukup lega yang sepertinya bekas helipad.

Setelah beres di sini kami melanjutkan perjalanan pulang tapi katanya mau lewat satu daerah yang namanya Gentong dan tembus ke Jelekong di Ciparay. Yang namanya Gentong ini sepertinya berada di ketinggian, jalannya engga terlalu besar tapi pemandangannya cukup bagus, bisa liat daerah Baleendah dan Bandung jauh di bawah. Lumayan penyegaran setelah sebelumnya ke beberapa makam sekaligus. Setelah keluar di Jelekong, temen-temen ternyata masih nyari satu tempat yang namanya Cangkring.

Katanya di Cangkring ini dulu pernah dibangun stasiun radio dengan antena-antena raksasa yang berhubungan dengan Radio Malabar, tapi semua jejak keberadaannya sudah tidak ada sisanya sama sekali. Temen-temen hanya mencoba memastikan di mana letak studio radio itu dulu. Sambil membandingkan dengan foto-foto lama, temen-temen membuat perbandingan dan dugaan-dugaan.

Gambar 6

Foto sebelah kiri Stasiun Radio Cangkring dan foto sebelah kanan satu lokasi di daerah Cangkring sekarang tempat temen-temen mencari lokasi stasiun itu dulu.

Cangkring adalah lokasi terakhir kunjungan Ngaleut Arjasari hari ini. Sebetulnya ada satu lokasi lain yang ditunjukkan oleh BR dalam perjalanan pulang ke arah Buahbatu, namanya Pasir Munjul, di Baleendah. Katanya di puncak bukit kecil itu juga ada makam atau petilasannya Dipati Ukur, tapi karena Komunitas Aleut sudah sering datang ke sana dan hari ini sudah terlalu sore, kami engga mampir ke situ. Mungkin lain kali akan sengaja datang lagi ke situ sambil mencari satu lokasi makam lainnya yang letaknya engga terlalu jauh, di Desa Manggahang.

Sekian catatan perjalanan hari ini dari saya, semoga ada manfaatnya buat siapa aja yang kebetulan membaca. Hatur nuhun.

Iklan

2 pemikiran pada “Catatan Perjalanan Ngaleut Arjasari

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s