Oleh: M. Ryzki Wiryawan (@sadnesssystem)
Pak Ahmad adalah opas (office boy) Bung Karno ketika tahun 1927 mendirikan Biro Teknik Bangunan. Tetapi sebenarnya tugasnya bukan hanya sebagai opas saja, melainkan juga sebagai agen PNI. Dia bertugas menyebarkan pamflet ke ranting-ranting di seluruh Bandung. Dari Cimahi sampai Cililin dan Cicalengka, yang jauhnya 30 km lebih dari Kota Bandung. Tugasnya hanya dikerjakan dengan sepeda.
Gajinya? Jangan ditanya. Pak Ahmad tidak mendapat gaji. Hanya mendapat makan dari Bu Inggit. Apa yang dikerjakannya murni demi perjuangan bangsanya.
Tatkala Bung Karno dipenjara, Pak Ahmad berusaha mengadakan kontak dengan pimpinannya yang sekarang mondok di Sukamiskin itu. Tapi bagaimana caranya?
Satu ketika sahabatnya, Pak Samid, memberinya solusi. “He, Pak Ahmad, apa kamu mau berjumpa dengan Bung Karno?” tanyanya.
“Tentu dong. Apa kamu tahu caranya?”
“Ikut saja jejak saya. Kami akan bekerja membangun penjara Sukamiskin yang belum jadi itu.”
“Aduh… saya tak mau. Ikut membangun bui Sukamiskin berarti ikut membantu penjajah membuat kurungan bagi si terjajah.”
“Ah bukan begitu. Dengan kita bekerja di Sukamiskin, kita bisa bertemu muka dengan Bung Karno. Kalau dia melihat kita dia akan merasakan bahwa kita selalu mendampinginya.”
“Pandai juga kamu.”
Sejak itu Pak Ahmad, Pak Samid, dan Pak Udi bekerja jadi kuli bangunan di kompleks bui Sukamiskin. Dengan samarannya itu dia dapat mendekat dengan Bung Karno, paling tidak 10 meter. Kadang kalau Bung Karno keluar kamar waktu apel pagi, Pak Ahmad dan temannya dapat melihat pemimpinnya dengan puas.
Di dalam kesengsaraan seperti itu Bung Karno merasa berbesar hati sebab ternyata masih banyak simpatisan-simpatisan yang mencintainya. Dia tidak merasakan sepi meskupun terasing dari sanak keluarga…
Disarikan dari buku “Bung Karno Siapa yang Punya” karangan Andjar Ali