#PojokKAA2015: Enam Alinea untuk Alina *)

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Alina sayang, apa kabar? Dari depan Rathkamp, sore ini aku ingin mengirimmu beberapa alinea. Kata, sebagaimana kau tahu, selalu lebih berhasil menarik minatku. Kini, di sini, di tepi Jalan Asia-Afrika yang tengah ramai oleh pengendara dan pejalan kaki, aku mencoba merekamnya dalam redup dan remang bahasa; untukmu. Aku sengaja tidak mengerat dan memotong beberapa gambar, untuk apa? Orang-orang sudah terlampau banyak mengantongi rupa; di depan Gedung Merdeka, tepi Jalan Cikapundung Timur, pinggir sungai yang keruh itu, sekitar monumen Dasasila Bandung, di depan kantor Harian Pikiran Rakyat, dan masih banyak lagi. Mereka mencoba mengawetkan semesta dirinya dalam dekapan yang mulia kamera. Tidak Alina, aku tidak mau mengirimmu keriuhan yang banal itu lewat gambar. Aku ingin mendekatimu dengan kata.

Selepas hujan sore ini, mentari masih malu-malu menampakan diri. Sementara orang-orang justru girang memenuhi ruas trotoar dan sebagian bahu jalan. Arus lalu-lintas tersendat, sesekali klakson bersahutan. Hotel Savoy Homann, de Vries, Visser, dan Gedung Merdeka mulai tersaput temaram. Beberapa saat lagi adzab maghrib akan berkumandang dari Masjid Agung. Menjelang sore dijemput malam, keramaian semakin riuh. Tua-muda, laki-laki perempuan, semuanya menyesaki trotoar yang sudah dipercantik. Baca lebih lanjut

Iklan

#PojokKAA2015: Sempurna di Hari – H

Oleh: M. Taufik Nugraha (@abuacho)

opik1

Semua perempuan ingin tampil sesempurna mungkin di hari pernikahannya, dan berbagai upaya pun dilakukan agar hal tersebut terwujud. Mulai dari perawatan tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki, diet yang ketat, serta banyak upaya lain yang ditempuh, supaya di salah satu hajatan paling  penting dalam hidup-nya tersebut, dia menjadi perempuan paling cantik yang menjadi pusat perhatian para tamu yang datang.

Gambaran di atas mungkin cocok dianalaogikan dengan keadaan Kota Bandung saat ini. Menghadapi hajatan besar berupa peringatan Konferensi Asia – Afrika (KAA) ke 60, yang gelaran-nya tinggal menghitung hari ini, Kota Bandung berupaya tampil sesempurna mungkin di hadapan para tamu agung-nya yang datang dari berbagai negara.  Upaya-upaya untuk mencapai kesempurnaan ketika hari H-nya, mulai dilakukan secara maraton oleh pihak Pemkot Bandung, di mana untuk perbaikan infrastruktur di kawasan yang menjadi pusat perhelatan KAA sudah digeber sejak bulan Februari yang lalu. Baca lebih lanjut

#PojokKAA2015: Jalan Asia Afrika Tidak Hanya Gedung Asia Afrika (Bagian 1)

Oleh: Adrian Chandra Faradhipta (@adrianchandraf)

Menyongsong peringatan Konferensi Asia Afrika ke-60 yang beberapa minggu lagi, Bandung semakin giat berbenah. Berbagai bentuk pemugaran dan infrastruktur pendukung di sekitar Jalan Asia-Afrika seperti lampu jalan, tempat duduk, dan perbaikan trotoar pun diburu pengerjaannya. Gedung Merdeka atau biasa disebut Gedung Asia Afrika yang menjadi sentral perhelatan 10 tahunan ini tentu banyak mendapatkan sorotan tidak hanya bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga dunia khususnya negara-negara peserta Konferensi Asia-Afrika. Namun di samping itu, Jalan Asia-Afrika masih menyimpan banyak  gedung bangunan kolonial lainnya yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi dan diulik sejarahnya.

Bangunan De Vries

Bangunan De Vries

Salah satu contohnya yaitu gedung De Vries yang terletak tidak jauh dari Gedung Merdeka. De Vries dahulunya adalah bekas toko serba ada pertama di Bandung yang konsep tokonya mirip dengan mall sekarang ini. Awalnya, De Vries menempati bangunan yang lokasinya kurang lebih berada di lahan BRI Tower. Sebelum akhirnya pindah ke Gedung Societeit Concordia (sekarang Museum Konferensi Asia-Afrika), para Preanger Planters atau tuan perkebunan di daerah Priangan sempat menjadikan De Vries sebagai tempat berkumpul dan bersantai di akhir pekan. De Vries juga merupakan pemasok utama Societeit Concordia.

Gaya arsitektur De Vries yang kita lihat saat ini merupakan hasil pemugaran tahun 1910-an oleh biro arsitek Cuypers, Hulswit, dan Fermont. Sekarang, gedung ini beralih fungsi menjadi museum milik Bank OCBC NISP.

 

(berlanjut ke bagian dua…)