Sekitar Bandung Lautan Api: Sutiko Sutoto dan Achmad Munir

Oleh: Komunitas Aleut

Nama Sutiko Sutoto sudah diceritakan dalam tulisan sebelumnya yang berhubungan dengan sebuah foto legendaris bergambar beberapa pemuda pejuang bersenjata dengan dua anggota LASWI berpose di atas sebuah mobil jeep.

Sutiko Sutoto, dilahirkan di Palembang pada 20 September 1929. Saat tinggal di Bandung bergabung menjadi anggota BKR Kota Bandung pada 1945. Lalu menjadi anggota Barisan Markas Polisi Tentara (BMPT) Kota Bandung. Setahun berikutnya, menjadi anggota staf bagian penyelidik, Batalyon Polisi Tentara Resimen 8 Guntur yang ikut bertempur di medan laga Bandung Selatan, dan menjadi Wakil Komandan Pleton BMPT Resimen 8 Guntur di medan laga Bandung Timur. Setelah itu ikut hijrah ke Jawa Tengah.

Sutiko Sutoto menceritakan beberapa pengalamannya dalam masa perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dalam buku “Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan” (Markas Besar Legiun Veteran RI. Jakarta, 1982). Salah satu pengalamannya saat bertempur di daerah Bandung Timur kami kisahkan ulang di sini.

Baca lebih lanjut
Iklan

Sekitar Bandung Lautan Api: Sutiko Sutoto

Oleh: Komunitas Aleut

Ada sebuah foto yang cukup populer dalam penulisan tentang peristiwa Bandung Lautan Api. Foto ini biasanya dikaitkan dengan sebuah organisasi di Bandung, yaitu Laskar Wanita Indonesia atau LASWI. Komunitas Aleut pertama kali melihat foto ini di dinding rumah seorang veteran, Tuti Kartabrata (almh) di sekitar Pasar Baru. Selain dipajang di dinding rumahnya, foto yang sama juga termuat dalam buku album foto miliknya yang diperlihatkan kepada kami saat bertamu itu. Kejadian ini sudah sangat lama, hampir 20 tahun lalu. Tak lama setelah kunjungan itu, Ibu Tuti sudah tidak lagi tinggal di rumah yang kami kunjungi, menurut tetangganya, sudah pindah ke Garut. Setelah itu, kami tak mengetahui lagi kabarnya.

Dalam kunjungan kami itu, Ibu Tuti banyak bercerita tentang pengalamannya pada masa perjuangan, dan sesuai dengan keperluan kedatangan kami, beliau menunjukkan tempat-tempat, menyebut nama-nama orang atau kelompok yang aktif saat itu. Dari cerita beliaulah kami ketahui lokasi-lokasi dapur umum atau tempat-tempat berkumpulnya para pemuda-pemudi perjuangan di sekitar Alun-alun sampai Tegallega.

Baca lebih lanjut

Bandung Lautan Api (Ketika Mundur Menjadi Langkah Sebuah Perlawanan)

Oleh: Puspita Putri (@Puspitampuss)

Minggu, 24 Maret 2019, satu hari setelah peringatan peristiwa Bandung Lautan Api ke-73. Aku bangun sejak dini hari lalu bergegas menuju kamar adikku untuk membangunkannya. Seperti biasa, Minggu pagi adalah saat untuk aku berkegiatan rutin sejak pertengahan Februari lalu, ngaleut. Baca lebih lanjut

Maribaya-Subang: Kisah Perjalanan dan Waktu

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Saya tidak menyukai mereka yang touring memakai motor. Maksudnya mereka yang selalu membawa led glow stick alias tongkat nyala yang diacung-acungkan untuk mengusir pengendara lain agar memberi jalan kepada rombongannya. Atau yang kerap menyalakan klakson supaya pengguna jalan lain berkendaranya lebih menepi. Siapa anda-anda ini sebenarnya? Tidak pernah menjadi kandidat presiden kok berani-beraninya mengusir orang di jalanan. Saya golput seumur hidup karena tak sudi memberikan suara kepada mereka yang hanya akan memblokade jalan dengan bantuan aparat. Soal perjalanannya silahkan saja nikmati, toh saya pun kerap melakukannya.

Sekali ini, seminggu pasca lebaran 1437 H, saya bersama kawan-kawan Komunitas Aleut pergi ke Maribaya dan Subang via perkebunan Bukanagara. Motor matic mengusai, dan sebelum berangkat (malas) dijejali teknik berkendara rombongan. Bukan apa-apa, teori-teori itu akan menguap jika tak ada kesadaran berkelompok. Saya jarang di depan, persoalannya sederhana: tidak terlalu hapal jalan. Mengantarkan kawan ke Sadang Serang saja nyasar ke Supratman dan Ahmad Yani. Paling belakang pun jarang, sebab saya bukan penghitung motor yang baik.

Kalau saya tak keliru, kemarin itu mula-mula bergerak dari Solontongan, Laswi (melewati mulut jalan Talaga Bodas tentu saja), Sukabumi, Supratman, Katamso, Pahlawan, Cikutra, Cigadung, Buniwangi, Maribaya, Cikawari, dan selanjutnya saya tak hapal. Tak terasa rombongan sudah tiba di jalanan makadam yang konon diambil dari nama penggagasnya yaitu John Loudon McAdam. Makadam adalah jalan yang terbuat dari batu pecah yang diatur padat lalu ditimbuni kerikil, meski rata-rata kerikilnya sudah tidak ada.

Barangkali saya telah puluhan kali melewati jalan makadam, tapi sekali ini kondisinya amat menantang: licin berlumut dan pasca ditimpa hujan. Ban belakang terus membuang ke kanan-kiri. Oleng kapten. Baca lebih lanjut