Rumah Irama di Siti Munigar
Oleh: Elisa Nur Azizah
Hari Minggu 14 Januari 2024, saya mengikuti kegiatan Ngaleut yang berbeda dari sebelumnya. Dalam kegiatan kali ini saya dan rekan-rekan lebih banyak berjalan di gang-gang kecil dan menyapa masyarakat setempat.
Perjalanannya dimulai dengan kunjungan ke Makam Ahli Waris H.St Chapsah Durasid. Sebelum masuk, ada sebuah bangunan Kantor RW dengan plakat yang menerangkan izin pemakaian tanah oleh Ibu H. St. Chapsah alm dan diresmikan oleh Walikota Bandung. Plakat ini berangka tahun 1967. Kemudian kami memasuki area makam dan mulai mengamati keadaan sekitar.
Memeriksa nisan-nisan di kompleks makam ini cukup menarik perhatian saya karena banyak yang masih menggunakan ejaan lama, bahkan ada yang menggunakan huruf Arab pegon. Bisa dipastikan kompleks makam ini sudah cukup tua usianya.

Setelah dari makam, kami menyusuri sebuah gang, namanya Gang Adi Kacih Tengah. Konon dulunya gang ini bernama Gang Kuburan. Agak di ujung gang, kami menemukan satu bangunan yang bentuknya cukup unik, dan ternyata ada warungnya. Jadi, kami mampir dulu untuk membeli minum dan sekadar ngobrol dengan warga yang ada. Yang terlihat seperti warung ini ternyata adalah sebuah kamar yang di balik jendelanya terpajang bermacam jualan khas warung, minuman sachet dan banyak macam makanan ringan. Kamarnya tidak terlalu besar, sekitar 2×3 meter. Di bagian paling dalam ada kasur, rak, dan lemari kecil. Jadi, ini sebuah kamar yang berfungsi sekaligus sebagai warung.

Ibu Maemunah, sang pemilik warung, adalah seorang sepuh kelahiran tahun 1952. Ia mengontrak satu kamar kepada pemilik rumah antik yang ada di sisi jalan utama Jalan Siti Munigar, dan bangunan ini memang merupakan bagian belakang dari rumah utama itu. Pantas saja tadi terlihat unik dan berbeda dengan rumah-rumah lain di sebelahnya.
Ternyata obrolan menjadi panjang dan seru. Kami jadi mendengarkan berbagai cerita dari Ibu Maemunah, terutama pengalaman masa mudanya saat masih tinggal di Gang Pajagalan 3. Jadi ada sedikit gambaran tentang masa lalu kawasan sekitar Jalan Siti Munigar, bahwa ada Bioskop Siliwangi dulu di Astanaanyar. Sebenarnya Ibu menyebutkan satu nama bioskop lagi, tapi sedang lupa apa namanya. Lalu ada kandang-kandang sapi dan tempat pemotongan hewan di ujung selatan jalan Pajagalan sekarang, dan macam-macam cerita lain, termasuk soal bentuk rumah Bu Inggit Garnasih dahulu yang tidak serapi sekarang.
Rumah Irama

Selanjutnya, kami berjalan menuju rumah utama yang tadi diceritakan Ibu Maemunah. Jaraknya hanya berselisih dua rumah saja, namun berbeda jalan. Saat melihat bagian depan rumah, saya menemukan ukiran tangga nada yang menghiasi dinding rumah itu. Merasa tertarik, kami pun permisi menemui pemilik rumah yang ternyata cukup baik dan mempersilakan kami masuk ke teras rumahnya. Beliau bernama Pak Atep, usianya menjelang 50 tahun.
Yang paling duluan kami tanyakan tentunya adalah relief simbol-simbol musik di dinding rumah itu, siapa tahu pemiliknya dahulu adalah pemusik atau mungkin pernah buka studio musik, apalagi di dinding paling depan itu ada relief tulisan besar “IRAMA”. Ternyata kami salah duga, Pak Atep bercerita bahwa tulisan Irama itu sebenarnya merupakan singkatan dari nama kakek-neneknya, yaitu Ibrahim dan Maenasih. Mereka medirikan rumah ini pada tahun 1950, beberapa saat setelah usainya masa perang revolusi. Relief-relief lain yang berhubungan dengan musik itu hanya merupakan dekorasi saja untuk menambah kesan tentang musik atau irama. Pak Ibrahim dan Bu Maenasih sudah wafat sekitar tahun 1980, dan rumah ini diteruskan oleh anak-cucunya.
Di masa mudanya, Pak Ibrahim ikut berjuang bersama seorang tokoh pemuda Bandung, Mashudi, yang tinggal di rumah yang lokasinya persis di seberang Rumah Irama. Menurut buku biografi Mashudi, sebenarnya itu rumah kakaknya yang bernama Bandi, dan di situ juga tinggal kayak perempuannya, Ceu Apipah, yang pada masa revolusi aktif membuka dapur umum.
Seorang tokoh perjuangan lainnya yang dikenal lewat Batalyon Siluman Merah, Achmad Wiranatakusumah, menyebutkan bahwa rumah kakaknya Mashudi itu sering digunakan untuk tempat berkumpulnya laskar Pemuda Republik Indonesia (PRI) yang kemudian hari berubah menjadi Pesindo atau Pemuda Sosialis Indonesia.

Wah engga kebayang seperti apa situasi lingkungan di jalan kecil ini pada masa revolusi kemerdekaan dahulu. Lokasinya agak tersembunyi di selatan kota, namun juga ramai oleh para pemuda pejuang. Tapi menurut keterangan Pak Atep, di masa itu tanah di seberangnya yang sekarang sudah jadi Rumah Irama, masih merupakan lahan kosong. Kalau tidak salah dengar cerita, Pak Mashudi juga ikut berperan untuk mendapatkan lahan ini bagi Pak Ibrahim.
Lahan tempat dibangunnya Rumah Irama membentuk huruf T ke belakang, salah satu ujungnya adalah bangunan yang salah satu kamarnya dikontrak oleh Ibu Maemunah tadi. Ujung lainnya sampai ke ruas Gang Hasan di sebelah utara. Konon dahulu lahan belakang yang memanjang ini adalah istal kuda, baru kemudian diisi oleh bangunan tambahan, mungkin berhubungan dengan pembukaan Penginapan Irama yang dioperasikan pada tahun 1970-an.
Di bangunan utama terdapat empat kamar utama. Lorong penghubung dari ruang tamu ke ruang dalam pun cukup unik, karena bentuknya melingkar, sedangkan penghubung ke ruang depan lainnya menggunakan pintu kayu geser. Unik dan menarik. Kalau tidak salah dengar, di bagian belakang itu terdapat sampai 40 kamar, sepertinya jumlah kamar sebanyak ini bekas digunakan sebagai hotel dahulu.

Kesempatan berbincang dengan Pak Atep ini saya gunakan juga untuk melihat-lihat detail bagian depan rumah dan membuat beberapa foto. Di salah satu sudutnya bangunan ini bertingkat dua, tembok bagian atasnya juga diberi hiasan relief yang menarik.
Walaupun dari segi warna agak aneh dan mencolok, tapi semoga rumah ini dapat terus terawat untuk jangka waktu lama, malah seharusnya sih sudah masuk daftar sebagai salah satu Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung. ***
1 Response
[…] Penghuni rumah yang saya maksud adalah Pak Atep. Ternyata ia juga cukup tertarik pada cerita-cerita seputar sejarah Bandung, jadi lumayanlah isi obrolannya, bisa menambah wawasan. Tulisan yang lebih spesifik mengulas tentang rumah Irama bisa dibaca melalui tautan ini. […]